Selain itu, dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap rupiah. Saat ini dolar diperdagangkan di level Rp 13.700. Lantas, bagaimana pihak maskapai merespons situasi ini?
Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo mengatakan kenaikan harga minyak dan penguatan dolar AS terhadap rupiah tentu mendongkrak biaya operasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasti berpengaruh (dolar menguat) jadi beban biaya kita jadi lebih besar. Kemudian minyak kita naik juga kan beban kita tambah berat. Tapi ini tantangan buat kita. Bagaimana kita menaikkan produktivitas kita. Jangan malah berhenti tapi bagaimana kita meningkatkan produktivitas kita supaya pemasukan lebih banyak daripada biaya yang sudah keluar tadi. Dengan nambah rute dan frekuensi," jelas dia usai meluncurkan seragam baru Cabin Crew Citilink di Hotel Pullman, Senin (19/3/2018).
Citilink mengantisipasi kenaikan biaya operasional dengan cara meningkatkan produktivitas berupa penambahan rute dan frekuensi. Targetnya Citilink menambah frekuensi penerbangan, dari 263 per hari menjadi 271 penerbangan per hari tahun ini.
Dari langkah tersebut diharapkan akan ada peningkatan jumlah penumpang yang akan menutupi jumlah kenaikan biaya operasional.
"Kita untuk harga tiket apa ya kita tidak menaikkan harga tiket seluruhnya ya tapi kita menyesuaikan harga tiket. Tapi kita tetap saat ini mengikuti harga tiket sesuai seasonnya," kata dia.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, harga harga minyak mentah dunia untuk pengiriman April-Mei masih fluktuatif, di kisaran US$ 60 hingga US$ 66 per barel. Pada penutupan 6 Maret 2018 Brent (ICE) untuk pengiriman Mei menunjukkan angka USD 65,79 per barel, sementara WTI (Nymex) untuk pengiriman April diperdagangkan pada USD 62,32 per barel dan pengiriman April pada USD 62,45 per barel. (hns/hns)