Perry Warjiyo Upayakan Bunga Kredit Single Digit

Perry Warjiyo Upayakan Bunga Kredit Single Digit

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Rabu, 28 Mar 2018 12:56 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Calon tunggal Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memaparkan visi dan misinya di Komisi XI DPR RI. Dalam salah satu paparan visi misinya, Perry menjelaskan saat ini suku bunga acuan atau BI 7 days Repo Rate sudah turun cukup banyak dibandingkan dengan penurunan bunga kredit.

Dari data yang dihimpun, suku bunga kebijakan BI telah turun sebanyak 175 basis poin (bps) dalam kurun waktu Januari 2016- Maret 2018. Saat ini suku bunga acuan berada di posisi 4,25%. Namun bunga kredit disebut masih cukup tinggi.

"Sebenarnya bagaimana efektivitas kebijakan itu, penurunan suku bunga acuan harusnya bisa diikuti bunga di bank. Tapi bunga kredit masih 11%an jadi ada margin 5-6% di sini, ini terlalu tinggi untuk Indonesia dibanding negara kawasan," kata Perry dalam paparan di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (28/3/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dari data uang beredar BI Januari 2018 suku bunga kredit rata-rata di perbankan nasional tercatat 11,32% lebih tinggi 2 basis poin (bps) dibanding periode bulan sebelumnya 11,3%.

Dia menjelaskan untuk mendorong penurunan bunga kredit maka BI akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membedah spread atau jarak antara bunga tersebut. Hal ini dilakukan agar bunga kredit bisa menjadi single digit.

"Untuk menurunkan bunga kredit memang harus dilakukan koordinasi secara cepat," ujarnya.

Selain bunga kredit, Perry juga akan mendorong pembiayaan atau kredit perbankan. Sekedar informasi saat ini pertumbuhan kredit masih berada di kisaran 7,8% sehingga masih perlu dorongan dari bank sentral.


Dia menjelaskan, dorongan ini akan dilakukan agar mendorong permintaan di sektor riil

"Kami juga akan meningkatkan terobosan dan inovasi kebijakan makroprudensial untuk mendorong kredit yang masih seret," jelas dia.

Strategi Perry adalah memperluas pembiayaan perbankan dengan memberikan izin untuk pembelian obligasi korporasi dari perusahaan. Tahun lalu dia menyebutkan pembiayaan korporasi mencapai Rp 313 triliun sedangkan kredit Rp 319 triliun. Ini mencerminkan banyak perusahaan menarik pembiayaan dari pasar modal.

Kemudian BI juga akan mendorong sektor kredit perumahan dengan kebijakan makroprudensial. Dengan bergeraknya sektor properti yang menjadi pemicu ke pertumbuhan ekonomi maka akan turut menggerakkan ekonomi nasional.

Dia mengungkapkan, ekonomi kerakyatan dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) kewirausahaan perlu ditingkatkan.

"Saat ini BI mewajibkan agar bank menyalurkan kreditnya 20% untuk UMKM. Namun tidak semua bank menyalurkan kredit ke UMKM karena berbagai alasan seperti biaya administrasi yang luas dan alasan lainnya," imbuh dia. (ara/ara)

Hide Ads