Harga Pertamax hingga Pertalite Kini Diatur Pemerintah

Harga Pertamax hingga Pertalite Kini Diatur Pemerintah

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 10 Apr 2018 07:30 WIB
Harga Pertamax hingga Pertalite Kini Diatur Pemerintah
Pertamax di SPBU. Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Pemerintah sedang menyiapkan formula untuk menjamin kepastian masyarakat dalam mengkonsumsi bahan bakar minyak (BBM). Formula tersebut bakal diterbitkan lewat revisi peraturan presiden (Perpres) dan peraturan pemerintah (Permen).

Pemerintah sedang merevisi Perpres nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Aturan ini direvisi agar pasokan Premium tidak langka di seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali.

Kemudian pemerintah akan mengeluarkan Permen yang bakal memberikan mereka hak untuk ikut menentukan kenaikan harga BBM non Premium. Saat ini masih digodok apakah akan dibuat Permen baru atau merevisi yang sudah ada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal tersebut diumumkan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam konferensi pers di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Senin (9/4/2018).

Berikut penjelasan lengkapnya.

Presiden Jokowi menginstruksikan agar kenaikan harga jenis BBM umum (JBU) yakni Pertalite, Pertamax, dan sejenisnya harus atas persetujuan pemerintah.

"Menyangkut bahan bakar JBU umum ya, Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo dan lain-lainya, maka arahan bapak presiden, mengenai kenaikan harganya harus mempertimbangkan inflasi ke depannya," katanya Arcandra.

Arcandra menambahkan, aturan ini hanya mengatur jenis BBM umum, tidak termasuk avtur dan BBM untuk industri. Berarti di luar itu, jika badan usaha ingin menaik harga BBM harus mendapat restu pemerintah.

"Untuk hari ini JBU, non avtur, non industri, harga harus disetujui oleh pemerintah. Itu saja dulu," tambahnya.

Peraturan pemerintah (Permen) tengah disiapkan agar pemerintah punya wewenang dalam menyetujui naiknya harga jenis BBM umum (JBU) seperti Pertalite, Pertamax dan sejenisnya. Apakah langkah ini menyalahi aturan?

Pengamat ekonomi energi dari UGM Fahmy Radhi menyebut jika melihat aturan yang sudah ada alias yang eksisting, dalam hal ini maka pemerintah menyalahi aturan.

Pasalnya seperti tertulis dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, tepatnya pada Bab V Pasal 28 ayat 2, Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Sementara di aturan yang segera terbit nanti harus atas restu pemerintah.

"Memang peraturan yang saat ini itu memberikan kebebasan bagi Pertamina untuk menaikan atau menurunkan harga Pertamax, termasuk Pertalite juga," katanya.

Dia sendiri belum tahu persis seperti apa aturan yang akan diterapkan nanti. Namun kemungkinan akan ada mekanisme yang disiapkan pemerintah sehinggga harga yang mengikuti mekanisme pasar bisa tetap diikuti, meski tetap harus ada restu dari pemerintah.

"Tapi apakah ini melanggar aturan yang eksisting memang itu dilanggar, tetapi kan Pak Wamen (Arcandra Tahar) akan menerbitkan lagi Permen yang membolehkan pemerintah menyetujui kenaikan harga," tambahnya.

Perpres 191/2014 saat ini baru mewajibkan Pertamina menjaga pasokan BBM di luar di luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Setelah direvisi nanti, Perpres tersebut mengatur distribusi Premium di Jamali menjadi wajib.

"Yang sudah akan berjalan ini menunggu ditandatangani Pak Presiden (Joko Widodo) adalah Perpres yang akan direvisi yang intinya untuk Premium itu tidak saja di luar Jamali (Jawa Madura dan Bali)," kata Arcandra.

Berdasarkan arahan Presiden Jokowi, pasokan Premium harus benar-benar terpenuhi dan tidak langka di seluruh Indonesia.

"Satu menyangkut ketersediaan Premium, Pak Presiden instruksikan dalam rapat kabinet terbatas untuk ada ketersediaan Premium di seluruh wilayah RI. Kalau ada peraturan baik Permen atau Perpres yang diperlukan untuk laksanakan ini maka akan segera diterbitkan aturannya atau direvisi," tambah Arcandra.


Arcandra membenarkan adanya kekurangan pasokan BBM Premium di beberapa wilayah di Indonesia. Hal itu karena PT Pertamina (Persero) mengurangi pasokan Premium.

Dia mengatakan telah mengecek ke sejumlah wilayah dan menemukan kelangkaan pasokan Premium. Sayang, dia enggan membeberkan wilayah mana saja yang kekurangan pasokan Premium.

"Kita menyadari dengan data yang ada, disupport oleh BPH Migas, terjadinya pengurangan pasokan di beberapa wilayah Indonesia, dan kita lihat datanya dan ini benar datanya ada. Berdasarkan data BPH Migas, maka kekurangan pasok Premium di beberapa wilayah Indonesia itu benar terjadi," jelasnya.

Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menetapkan PT Pertamina mendistribusikan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium sebesar 7,5 juta kiloliter (kl), namun Pertamina mengajukan hanya sebesar 4,5 juta kl.

"Pak Menteri (Ignasius Jonan) dan saya berkunjung ke beberapa daerah dan menemukan kekurangan pasok Premium. Pemerintah komit sesuai arahan presiden untuk menjaga pasokan premium di seluruh NKRI," tutur Arcandra.

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) bakal mengatur ulang kuota jenis BBM khusus penugasan (JBKP) yang ditetapkan ke PT Pertamina (Persero). Sebelumnya Pertamina ditetapkan menyalurkan 7,5 juta kiloliter (kl) di luar Jawa, Madura dan Bali (non Jamali).

Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menyampaikan bahwa angka tersebut akan diubah menyusul direvisinya Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Dengan direvisinya Perpres ini, maka wilayah Jamali bakal jadi wilayah penugasan juga, yang artinya PT Pertamina wajib menjaga pasokan BBM jenis Premium di wilayah tersebut. Dengan begitu, dia memastikan akan ada tambahan kuota Premium yang harus disalurkan Pertamina.

"Yang jelas sudah ditugaskan oleh BPH Migas untuk disalurkan kan gitu (7,5 juta kl). Sudah ada SK-nya (Surat Keputusan). Kalau nanti ada revisi Perpres 191 bahwa nanti Jamali itu masuk JBKP maka ada tambahan kuota (Premium)," katanya.

Namun untuk angka pastinya berapa jumlah penyaluran yang bakal ditetapkan ke Pertamina, maka harus dibicarakan dalam sidang komite BPH Migas bersama Pertamina. Pembicaraan akan dilakukan setelah Perpres terbit.

Dengan direvisinya Perpres 191/2014, maka Pertamina diharapkan bisa menjaga pasokan BBM jenis Premium di seluruh Indonesia. Bagaimana respons Pertamina?

Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan perusahaan siap mengikuti keputusan yang diambil oleh pemerintah.

"Kita tunggu saja. Kita ikuti saja aturan yang ada. Pokoknya intinya Pertamina ikuti keputusan pemerintah," jelasnya.

Dirinya juga meyakini pemerintah sudah memiliki solusi agar kondisi tersebut tidak menjadi beban buat perusahaan.

"Ya tentunya pemerintah sudah mempertimbangkan dengan baik-baik ya" katanya.

Namun pihaknya belum mengetahui nantinya siapa yang bakal menanggung subsidi untuk penyaluran Premium yang diwajibkan di Jawa, Madura, dan Bali menyusul terbitnya revisi Perpres 191.


Hide Ads