Truk 'Obesitas' Tak Boleh Lagi Masuk Tol

Truk 'Obesitas' Tak Boleh Lagi Masuk Tol

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Selasa, 01 Mei 2018 10:45 WIB
Truk Obesitas Tak Boleh Lagi Masuk Tol
Foto: Istimewa/Jasa Marga
Jakarta - Pemerintah berencana merasionalisasi tarif tol demi memangkas biaya operasional angkutan logistik lewat tol menjadi lebih murah. Kebijakan ini rencananya akan dibarengi dengan penerapan aturan kapasitas muatan bagi truk yang membawa muatan berlebih atau overload.

Kebijakan ini diambil lantaran selama ini operator tol atau badan usaha menanggung biaya berlebih untuk perawatan jalan lantaran sebagian besar angkutan logistik yang masuk bermuatan berlebih seperti obesitas.

Truk overload sendiri juga dianggap sebagai salah satu penyebab macet dan banyaknya ruas jalan tol yang rusak. Diturunkannya tarif tol dan harapan pemerintah makin banyak angkutan logistik bisa memanfaatkan tol yang sudah dibangun pun akan dibarengi dengan mitigasi risiko masuknya truk-truk overload tadi dengan memberikan hak ke operator untuk tidak memperbolehkan truk 'obesitas' masuk ke tol.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aturan tegas untuk pelarangan angkutan bermuatan berlebih masuk tol pun dipandang menjadi suatu keharusan demi menciptakan pelayanan yang lebih baik lagi. Pasalnya, jika lebih banyak truk yang masuk namun tak diantisipasi dengan pembatasan muatannya, maka akan kembali membebani badan usaha dan merusak iklim bisnis sektor itu sendiri.

Berikut penjelasan lengkapnya!

AVP Corporate Communication PT Jasa Marga (Persero) Dwimawan Heru mengatakan setidaknya 50-70% truk yang melalui tol-tol milik Jasa Marga membawa muatan berlebih.

"Kalau kami gelar operasi penertiban, seperti di KM 41 di Jakarta-Cikampek, dan KM 19 di Jagorawi, mereka (truk) kita minta masuk ke tempat yang kami sediakan, dan naik ke timbangan portable yang kami punya, kami simpulkan 60-70% truk yang lewat itu overload," katanya.

Hal ini lantas berimbas pada biaya perawatan atau maintenance operator menjadi lebih tinggi dari seharusnya. Heru mengatakan, biaya perawatan jalan Jasa Marga bisa naik hingga dua kali lipat dari seharusnya imbas dari banyaknya truk yang membawa muatan overload ini.

"Biaya perbaikan kami memang naik. Tapi angka persentasenya harus saya cek dulu. Hampir dua kali lipat dari seharusnya," katanya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Operator tol Cikopo-Palimanan (Cipali) PT Lintas Marga Sedaya (LMS). Wakil Presiden Direktur LMS Firdaus Azis bilang, setidaknya 30-40% kendaraan golongan II ke atas yang melewati tol Cipali memiliki muatan overload.

Hal ini berimbas kepada umur jalan yang berkurang, dan akhirnya berujung pada inefisiensi biaya perawatan jalan.

"Pengalaman kita sebagian besar truk yang masuk itu memang overload. Konsekuensinya maintenance lebih banyak. Usia jalan misal harusnya 5 tahun, ini mungkin jadinya hanya 2-3 tahun sehingga harus lebih cepat diperbaiki lagi," katanya.

Kendaraan golongan II ke atas tidak boleh lagi kelebihan muatan alias overload saat masuk tol. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna mengatakan aturan ini dipertegas lewat Keputusan Menteri tentang penetapan tarif demi menjaga biaya operasional badan usaha yang selama ini dibebani ongkos perawatan jalan karena truk-truk yang 'obesitas' tadi.

"Termasuk dalam Kepmen itu diatur juga bahwa truk yang menggunakan tol harus sesuai aturan, di mana kelebihan muatan bisa dikeluarkan oleh si badan usaha. Karena si badan usaha yang membayar lebih untuk pemeliharaannya. Ini harus mulai diperbaiki yang seperti ini, dan ini sudah dimulai," katanya.

Dia bilang, nantinya truk yang kelebihan muatan tidak lagi bisa masuk jika diketahui muatannya lebih dari yang seharusnya. Dengan demikian, jembatan timbang pun akan difungsikan demi menerapkan aturan itu.

Selain itu, penerapan jembatan timbang ini nantinya juga tidak hanya berlaku untuk tol-tol yang tarifnya turun, tapi juga ruas tol lainnya hingga jalan-jalan nasional yang selama ini juga mengalami hal yang sama dibebani ongkos pemeliharaan jalan imbas truk kelebihan muatan.

"Di semua tol nanti seperti itu. Di tarif yang kemarin itu sudah dimasukkan, tapi nanti itu akan semua. Sebetulnya di PP ada, tapi ini kita tegaskan lagi di Kepmen tarifnya," katanya.

Selain membuat fungsi jalan di tol tak maksimal, hal ini ternyata juga membebani operator jalan tol lantaran berimbas kepada biaya operasional dan pemeliharaan menjadi lebih besar dari yang seharusnya.

AVP Corporate Communication PT Jasa Marga (Persero) Dwimawan Heru mengatakan pihaknya sebenarnya sudah melakukan sejumlah upaya untuk mengurangi truk overload yang masuk ke tol, namun hal itu tak maksimal dilakukan lantaran tak selalu dilakukan karena perlu koordinasi dengan para pemangku kebijakan lainnya.

"Truk itu masuk kan tidak bisa kita halangi selama mereka sesuai aturan nge-tap. Tapi memang berdasarkan penerapan overload over dimension itu, 60-70% kami perkirakan truk yang lewat di tol kami itu overload," katanya.

Jasa Marga sendiri beberapa kali melakukan operasi pembatasan truk 'obesitas' masuk tol berkoordinasi dengan pemangku kebijakan terkait. Operasi penertiban muatan pada kendaraan angkutan logistik tersebut menemukan sebagian besar truk yang masuk ke tol memang membawa muatan berlebih.

"Kalau saat pelaksanaan kami kerja sama dengan kepolisian, perhubungan, dan kejaksaan. Jadi langsung didenda di situ. Memang belum ada penerapan jembatan timbangnya. Selama ini kita pakai yang kita punya, jembatan timbang portable yang digunakan untuk operasi penertiban," katanya.

Sementara Wakil Presiden Direktur PT Lintas Marga Sedaya (LMS) Firdaus Azis mengatakan, pihaknya selama ini tak bisa berbuat banyak terhadap truk yang membawa muatan berlebih itu. Pasalnya, tol Cipali menampung langsung kendaraan yang datang dari tol Jakarta-Cikampek dan menerapkan sistem tertutup, sehingga kendaraan yang sudah masuk tak bisa keluar lagi terlebih dengan panjang ruas tol Cipali yang cukup panjang.

"Kita kan nggak bisa melarang mereka masuk ke tol kita karena nggak ada jalan keluar lagi. Karena kita letaknya di tengah. Dari arah Cirebon pun kita terima tol dari Palimanan-Kanci," katanya.

Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan dalam waktu dekat, operator jalan tol nantinya punya hak untuk melarang truk-truk bermuatan lebih ini masuk ke jalan tol. Penerapannya kata dia akan didukung oleh penggunaan jembatan timbang yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.

"Itu rencananya untuk mengawasi kendaraan overload nanti, mungkin dia harus punya jembatan timbang sehingga yang melanggar, selain ditilang dan dari perhubungan, harus kembali ke pangkalan dia dan tidak kembali masuk ke jalan tol. Nanti yang bangun jembatannya dari Jasa Marga, operatornya bisa dari Kemenhub dengan Kepolisian," katanya.

Menurutnya, selama ini truk-truk itu beralasan melewati jalan tol dengan muatan lebih lantaran ingin mengefisienkan biaya operasi. Namun hal itu tak bisa lagi ditolerir lantaran dampak dari dilaluinya jalan oleh kendaraan overload justru akan berimbas pada ruginya masyarakat sebagai pengguna jalan.

"Ya kalau menurut saya, itu bisa dikroscek juga ke pengusahanya. Tapi mungkin bisa juga beralasan kalau ngangkut sedikit mungkin rugi, jadi ngangkut banyak. Tapi menurut saya itu alasan yang dibuat-buatlah. Sekarang tinggal kalau kendaraan truk, kan masing-masing punya kemampuan daya angkut berapa maksimalnya. Itu ditepati saja. Karena jalan bisa rusak dan dampaknya juga ke kemacetan," katanya.

Hide Ads