Jakarta -
Belakangan nilai tukar rupiah menarik perhatian banyak publik. Bagaimana tidak, di awal tahun ini dolar AS masih jinak di level Rp 13.500, lalu tiba-tiba mengamuk hingga sempat tembus level Rp 14.200.
Kondisi ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah pelemahan rupiah patut dikhawatirkan. Sebab nilai tukar rupiah merupakan salah satu indikator terpenting untuk melihat kondisi fundamental perekonomian.
Pemerintah ataupun Bank Indonesia (BI) sendiri bersikap tenang menghadapi kondisi tersebut. Entah percaya bahwa rupiah belum mengkhawatirkan atau hanya meredam pasar?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu pelemahan rupiah dampaknya mulai terasa di berbagai sektor. Seperti pasar modal yang kian terpuruk lantaran investor asing melakukan aksi jual, hingga harga pakan ternak yang akan naik.
Berikut berita selengkapnya:
Setelah terjadinya pelemahan rupiah dalam beberapa bulan terkahir, penjual kaos jersey di Tanah Abang terkena imbasnya.
Hal tersebut diakui oleh Pedagang Grosir Jersey Dewanto. Dua mengaku semua jersey yang dijualnya merupakan barang impor yang dikirim dari Thailand.
"Karena impor, yang paling berasa karena selisih kurs," kata dia saat ditemui detikFinance.
Selisih kurs yang dimaksud mulai terasa ketika dolar AS masih di kisaran Rp 13.000-an hingga kini menjadi Rp 14.000-an.
Ambil contoh, untuk jersey dengan harga modal US$ 4. Saat kurs Rp 13.000, maka biaya modal untuk sepotong jersey adalah Rp 52.000, namun saat kurs olar AS menjadi Rp 14.000, maka harga modal sepotong jersey secara otomatis menjadi Rp 56.000.
Di lain tempat, Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman menjelaskan kenaikan hargga terjadi lanatran bahan baku pakan ternak seperti bungkil kedelai hingga tepung daging selama ini impor. Nah, harga bahan baku tersebut sekarang naik seiring penguatan nilai tular dolar AS terhadap rupiah
"Ini bungkil kedelai dan tepung daging dan tulang kan impor jadi harganya naik. Kalau bungkil kedelai dari Rp 5.200/kg jadi Rp 7.600/kg kalau tepung daging dan tulang naik dari Rp 7.900/kg menjadi Rp 8.500/kg," kata Sudirman.
Menurut Sudirman kenaikan harga bahan baku ternak bisa menyebabkan harga pakan ternak naik, namun tidak akan di atas 10%. Ini karena persaingan di antara pengusaha makanan ternak cukup ketat dan masing-masing masih mempunyai stok.
Mengacu pada kondisi tersebut, Sudirman memperkirakan harga pakan ternak naik dalam kisaran yang tak terlalu lebar.
Kepala Ekonom Maybank Indonesia Juniman menjelaskan Dampak kebijakan kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dinilai membutuhkan waktu untuk memengaruhi nilai Rupiah terhadap dolar AS. Penguatan dolar juga terjadi pada mata uang lain.
Dia menjelaskan pelemahan rupiah ini juga karena outflow yang terjadi di pasar saham dan pasar obligasi. Juniman menjelaskan outflow terjadi karena saat ini investor melihat kondisi ekonomi global, misalnya The Federal Reserve menaikkan bunga maka tekanan untuk aliran modal keluar dari negara berkembang akan semakin kuat.
Kemudian current account deficit (CAD) juga turut memengaruhi pelemahan nilai tukar. Ini terjadi karena impor yang meningkat di tengah perbaikan ekonomi namun ekspor terbatas. Selain itu neraca pembayaran juga mengalami masalah.
"Selain itu yang perlu diingat bulan ini adalah musim pembayaran dividen yang turut memperparah keadaan nilai tukar. Sehingga terkesan Rupiah melemah signifikan padahal faktornya banyak," kata Juniman.
Juniman menjelaskan memang kenaikan bunga acuan bukan jaminan untuk perbaikan nilai tukar ini. Untuk menopang ini BI harus memonitor keadaan seperti kondisi pasar keuangan.
"BI juga harus mengeluarkan bauran kebijakan lain untuk mengganjal kebijakan kenaikan bunga. Seperti relaksasi kebijakan makroprudensial seperti loan to value (LTV)/GWM supaya likuiditas banyak karena ada pertumbuhan," ujarnya.
Dia mengungkapkan tahun lalu BI akan mengeluarkan LTV spasial namun tak jadi dikeluarkan. Jika relaksasi LTV dijalankan maka bisa mendorong sektor properti dan otomotif akan mendorong pertumbuhan.
Kalau dilakukan itu semua bisa mendorong sentimen postif ke investor. Tapi sekarang BI menaikkan bunga tapi dia tidak melakukan apa-apa.
Juniman yakin nilai tukar bisa kembali ke kisaran Rp 13.700. Namun, membutuhkan waktu, ini karena pada Juni dan Juli masih ada tekanan namun setelah itu jika BI kebijakan moneter dan melakukan bauran kebijakan maka kepercayaan investor akan kembali. Sehingga akhir tahun rupiah akan kembali di kisaran Rp 13.700.
Dengan pergerakan nilai tukar ini banyak outflow atau aliran modal keluar. Kondisi ini akan menekan cadangan devisa (cadev) namun aliran masuk sangat terbatas. Dari data BI cadev RI per April 2018 tercatat US$ 126 miliar.
Apakah aritnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah di kisaran Rp 14.000 adalah level yang wajar?
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memandang, menentukan titik keseimbangan nilai mata uang cenderung subjektif. Sebab yang diinginkan dunia usaha dan pelaku pasar adalah kestabilan.
"Keseimbangan baru itu subjektif dan kalau kita lihat bukan levelnya, yang penting rupiah ini stabil. Pada saat stabil sektor riil pun akan lebih confidence. Bukan berarti berharap balik lagi ke Rp 10 ribu," terangnya.
Josua menerangkan, ada 3 faktor penyebab rupiah terus melemah. Pertama sentimen negatif global, bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya sehingga membuat dana asing keluar dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Kedua neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 1,63 miliar pada April 2018 dengan rincian ekspor US$ 14,47 miliar dan impor US$ 16,09 miliar.
Lalu terakhir ada sentimen musiman mengenai maraknya pembagian dividen dari para perusahaan. Hal itu meningkatkan permintaan dolar AS di dalam negeri untuk pembayaran dividen kepada investor asing.
Dengan mengacu pada 3 faktor tersebut, Josua percaya bahwa nilai tukar rupiah saat ini tidak mencerminkan fundamental ekonomi RI sesungguhnya. Itu artimya dia percaya seharusnya rupiah bisa lebih kuat dari posisi saat ini.
"Mungkin Pak Luhut menggambarkan bahwa masyarakat tidak perlu panik," tambah Josua.
Josua percaya, jika musim pembagian dividen sudah terlewatkan, dan sentimen global mulai mereda maka rupiah bisa kembali menguat. Dia yakin nilai rupiah sesungguhnya berada di bawah level Rp 14.000.
Komisi XI DPR RI menggelar rapat dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo. Saat itu dia salah satu anggoya bertanya apakah dolas AS bisa sampai Rp 17.000.
Mendengar hal itu Agua menjelaskan saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang sudah lebih lemah dari yang seharusnya.
"Hampir Rp 14.200 itu sudah lebih lemah dari seharusnya. Kalau sampai Rp 17.000 ya tidak, karena kita tidak punya target tertentu untuk nilai tukar," kata Agus.
Swbagai bank sentral, BI tidak memiliki target nilai tukar tertentu karena yang berhak menargetkan adalah pemerintah yakni dalam asumsi Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"BI mandatnya kan menjaga nilai tukar supaya tidak bergejolak dan berfluktuasi terlalu tinggi. Agar kepercayaan tetap terjaga," ujar Agus.
Dia menambahkan, kondisi ekonomi nasional saat ini memang belum memungkinkan karena impor yang tinggi dan ekspor yang rendah ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS.
Agus juga menyatakan meskipun nilai tukar terus bergerak di atas Rp 14.000 namun Indonesia tidak masuk ke dalam kelompok fragile five.
Kelompok fragile five adalah lima negara yang rentan terdampak krisi global karena kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS). Kelompok tersebut juga menggambarkan negara berkembang yang masih ketergantungan kepada aliran modal asing untuk membiayai pertumbuhan.
Agus mengakui saat ini tekanan global terhadap perekenomian Indonesia memang sangat tinggi. "Kita patut bersyukur untuk Indonesia, karena dunia mengatakan Indonesia tidak masuk dalam kelompok fragile five," ujar Agus dalam rapat kerja di Komisi XI DPR RI.
Agus Menceritakan, Indonesia 5 tahun lalu atau pada 2013 sempat masuk ke dalam kelompok fragile five pada era taper tantrum. Negara yang masuk dalam kelompok fragile five adalah India, Afrika Selatan, Brasil, Turki dan Indonesia. Kemudian satu tahun kemudian pada 2014 Indonesia berhasil keluar dari fragile five.
Saat ini menurut Agus pengelolaan ekonomi dan sistem keuangan Indonesia lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu. Agus mengungkapkan Indonesia lebih baik dibandingkan periode tahun sebelumnya. Pasalnya Indonesia telah mendapatkan status atau rating yang lebih tinggi satu notch dari investment grade yang diberikan oleh Fitch Ratings dan Moodys.
Halaman Selanjutnya
Halaman