Menanggapi kebijakan tersebut International Monetary Fund (IMF) mengungkapkan langkah tersebut sudah tepat untuk menghadapi risiko-risiko dari luar negeri seperti penguatan dolar AS di seluruh dunia, Fed Fund Rate (FFR) yang diperkirakan akan naik dan peningkatan harga minyak.
Director of the Asia and Pacific Department IMF Changyong Rhee menjelaskan perekonomian Indonesia sama dengan kondisi negara berkembang lainnya. "Indonesia saat ini telah mengalami keluarnya aliran modal asing. Ini menyebabkan depresiasi nilai tukar beberapa minggu terakhir," kata Rhee dalam keterangan tertulis, Kamis (31/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan untuk merespon kejadian tersebut, Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter telah melakukan langkah yang tepat. "Dengan meningkatkan suku bunga acuan untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS," ujar dia.
Rhee menyebut, kondisi ekonomi seperti ini mengharuskan seluruh negara meningkatkan kewaspadaan untuk mengantisipasi risiko-risiko yang mungkin terjadi.
"Saat ini Indonesia berada posisi yang jauh lebih kuat jika dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya. Saat ini Indonesia lebih tahan dalam menghadapi guncangan eksternal karena kesehatan dan ketahanan ekonomi yang baik," ujar dia.
Baca juga: Siap-siap Bunga KPR Naik |
BI juga meningkatkan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 4% dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 5,5% dan berlaku efektif tanggal 31 Mei 2018.Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan kebijakan ini sebagai langkah preemtive, front loading dan ahead of the curve. (dna/dna)