Pertama Kali, Kementan Gelar Pasar Lelang Cabai di Malang

Pertama Kali, Kementan Gelar Pasar Lelang Cabai di Malang

Robi Setiawan - detikFinance
Rabu, 06 Jun 2018 21:38 WIB
Foto: Dok. Kementan
Malang - Kementerian Pertanian (Kementan) pertama kalinya menggelar pasar lelang cabai di Kabupaten Malang, pada Rabu (6/6/2018). Sebelumnya, daerah yang sudah berjalan pasar lelang yaitu Sleman, Kuponprogo, Magelang, Karanganyar, Temanggung, Banyuwangi, Kediri, Siborong-borong, dan Cianjur.

"Pertanian, termasuk hortikultura, memang ujung-ujungnya diharapkan pada kesejahteraan petani. Inilah yang selama ini didorong dan menjadi salah satu tujuan Kementerian Pertanian," kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikuktura (PPHH), Yasid taufik, dalam keterangan tertulis, Rabu (6/6/2018).

Lokasi pasar lelang di Kabupaten Malang tepatnya di Desa Ngantru, Kecamatan Ngantang. Di daerah ini terdapat kelompok tani bernama Gemah Ripah 1. Puluhan pemuda tergabung dalam kelompok tani ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua kelompoknya, Yogiantoro, memang sudah berusia 55 tahun. Namun puluhan anggota yang dikelolanya rata-rata masih berusia 30 tahunan. Kelompok usia muda inilah yang giat-giatnya mengembangkan pertanian, utamanya sayur mayur, di Desa Ngantru.


Salah satu petani muda Gemah Ripah 1, Agung Widodo, menyebut berbagai jenis sayuran, termasuk cabai, menjadi andalan hidup bagi mayoritas rumah tangga di Ngantru. Pola tanam bergilir lazim dilakukan masyarakat Ngantru, mulai dari bertanam kentang, lalu bawang merah dan kemudian cabai.

Cabai yang biasa dibudidayakan oleh masyarakat Desa Ngantru adalah jenis lokal, yaitu cabai Mhanu. Cabai ini menjadi andalan karena bisa bertahan lama, yaitu sampai dengan tiga minggu di dalam lemari es. Cabai ini juga tergolong pedas karena masuk dalam golongan cabai rawit.

Biasanya, cabai ditanam dengan sistem tumpang sari, misalnya bersamaan dengan buncis, tomat, atau sawi. Semua tergantung pilihan masing-masing dan jenis yang sedang digemari pasar. Agung bertutur bahwa dari tanaman hortikultura sayur-sayuran inilah masyarakat bisa hidup memadai.

Agung sendiri sudah menjadi petani sayuran, termasuk cabai, sejak 2008. Pilihan menjadi petani memang mantap ditekuninya.

"Menjadi petani memang menjanjikan. Dari menanam sayuran, termasuk, cabai, saya bisa hidup dan mencukupi kebutuhan keluarga," kata Agung.

Pilihan bertani bagi para pemuda Desa Ngantru tentu saja masuk akal. Berkaca dari keberhasilan petani senior yang sudah lebih berpengalaman dalam membudidayakan tanaman hortikultura, para petani muda bisa melihat bahwa bertanam sayuran bisa menjadi sandaran hidup.

Kegigihan Agung dan petani lainnya memang menjadi catatan tersendiri. Saking semangatnya bertani, setiap jengkal tanah, termasuk pekarangan, tidak dibiarkan menganggur. Apa saja dicoba untuk ditanami.

"Sampai-sampai oleh penduduk desa lain, kami ini dibilang serakah, karena apa pun kami coba tanam, di mana pun itu," kata Agung.


Inovasi dan kegigihan petani Ngantru juga diakui oleh salah seorang penyuluh pertanian, Evi Sriwidayati. Penyuluh berusia cukup muda ini menggambarkan betapa ia justru banyak belajar dari praktik pertanian yang dilakukan para petani Ngantru.

"Saya tahunya teori. Pratiknya dari para petani. Klop sudah," jelas Evi.

Memang dari kunjungan ini bisa terlihat, kegigihan dan kreativitas adalah kunci untuk maju. Dalam konteks pertanian, resep tersebut telah membawa kehidupan yang lumayan layak bagi para petani Ngantru.

Semua ini memang bukan sekadar isapan jempol. Rombongan Ditjen Hortikultura Kementan sendiri menyaksikan deretan rumah para petani yang boleh dikatakan bagus dan menggambarkan standar kesejahteraan yang lebih dari cukup. (idr/hns)

Hide Ads