Sama seperti tim sepak bolanya, dari sisi ekonomi negara-negara tersebut memiliki prospek yang cerah. Meskipun Iran tengah menghadapi kendala dari sisi gejolak politik internasional.
Melansir hasil riset Goldman Sachs tentang Piala Dunia 2018, Kamis (14/6/2018), berikut kondisi terkini kondisi ekonomi negara-negara bangsa Arab yang masuk dalam Piala Dunia:
Arab Saudi
Foto: Kaz Photography/Getty Images
|
Menurut riset Goldman Sachs, pemulihan harga minyak memberikan dorongan terhadap prospek ekonomi Arab Saudi. Ketika harga minyak melonjak antara 2009 dan 2011, pertumbuhan PDB Arab Saudi naik menjadi lebih dari 10% dan surplus transaksi berjalan mencapai lebih dari 20% dari PDB.
Namun, karena harga minyak turun tajam pada 2014 dan 2015, pertumbuhan ekonomi Arab Saudi turun tajam dan neraca perdagangan pun berubah menjadi defisit.
Pemulihan harga minyak secara parsial dalam satu tahun terakhir telah membawa lebih banyak berita positif untuk ekonomi Saudi. Pertumbuhan ekonomi masih menurun, namun neraca perdagang sudah kembali surplus.
Ke depan, pemerintah Arab Saudi sedang berusaha mengurangi ketergantungan ekonomi pada minyak dan diversifikasi ekonomi melalui implementasi reformasi 'Vision 2030'.
Mesir
Foto: KARIM JAAFAR/AFP PHOTO
|
Harapan besar pun kembali untuk tim Mesir. Meskipun Mo Salah, sapaan akrab Mohamed Salah, saat ini dalam kondisi cedera pasca membela timnya, Liverpool melawan Real Madrid di final Liga Champion.
Menurut riset Goldman Sachs, perekonomian dan persepakbolaan Mesir memiliki siklus yang hampir sama, setelah dalam periode 2011 hingga 2016. Dari sisi ekonomi saat itu terkapar akibat ketidakpastian kondisi politik saat terjadi revolusi.
Sementara dari sepakbola Mesir mengalami permasalah saat terjadi kerusuhan di pertandingan antara klub Al Ahly dan Al Masry pada Februari 2012. Sejak saat itu liga domestik Mesir ditangguhkan selama beberapa tahun. Selama periode itu, tim nasional gagal lolos tiga kali berturut-turut untuk Piala Afrika.
Pertumbuhan ekonomi Mesir juga menurun, penerimaan pariwisata anjlok dan defisit transaksi berjalan yang melebar. Lalu pada November 2016 pihak berwenang Mesir mengambil sejumlah keputusan langkah-langkah untuk mengatasi krisis ekonomi.
Program konsolidasi fiskal tiga tahun diluncurkan untuk mengurangi defisit anggaran. Kebijakan moneter diperketat untuk membendung laju inflasi dan reformasi dilakukan untuk menjaga iklim dunia usaha.
Upaya itu berhasil. Saat ini defisit neraca berjalan Mesir berkurang bersamaan dengan inflasi. Kepercayaan investor mulai pulih.
Namun masih ada risiko bahwa Mesir mungkin menjadi korban dari keberhasilannya sendiri. Kombinasi antara hasil tagihan surat utang jangka pendek dengan nilai tukar mata uang Mesir yang undervalue membuat tagihan pemerintah membengkak.
Iran
Foto: Amin M. Jamali/Getty Images
|
Dampak dari hal itu, pasokan minyak global menjadi tidak jelas. Sebab negara-negara produsen minyak lain kemungkinan besar akan menaikan pasokannya untuk mengimbangi penurunan pasokan minyak di Iran.
Bagi Iran, ketidakpastian jangka pendek ini tentu tidak diinginkan. Mengingat Iran memiliki cadangan minyak besar.
Melalui pendekatan Piala Dunia, Iran mungkin berharap menjadikan sepak bola sebagai alat yang berguna untuk mengurangi ketegangan politik.
Maroko
Foto: Issouf Sanogo/AFP
|
Menurut riset Goldman Sachs dari sisi ekonomi berbandi terbaik. Perkembangan ekonomi Maroko cukup mencolok berkat pertumbuhan sektor manufaktur, investasi oleh perusahaan Eropa dan Cina lantaran hubungan yang kuat Sub-Sahara Afrika.
PDB riil per kapita telah meningkat 70% sejak 2000. Insentif pajak juga mampu menarik masuknya investor asing,
termasuk perusahaan teknologi tinggi dan negara itu telah menjadi orang Afrika pusat inovasi.
Pariwisata merupakan salah satu industri utama Maroko. Negara ini juga telah menjadi tujuan wisata utama Afrika tahun lalu.
Secara keseluruhan, ekonomi Maroko tumbuh sekitar 4%, defisit anggaran telah turun ke 3,5% dari PDB dan inflasi tetap terkendali di bawah 2%.
Halaman 2 dari 5