Prabowo Tuding Biaya LRT Palembang Mahal, Bagaimana di Negara Lain?

Prabowo Tuding Biaya LRT Palembang Mahal, Bagaimana di Negara Lain?

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Jumat, 22 Jun 2018 19:52 WIB
1.

Prabowo Tuding Biaya LRT Palembang Mahal, Bagaimana di Negara Lain?

Prabowo Tuding Biaya LRT Palembang Mahal, Bagaimana di Negara Lain?
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Politikus sekaligus Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto mengatakan biaya pembangunan kereta ringan atau light rail transit (LRT) Palembang terlampau mahal. Biaya pembangunan LRT Palembang sepanjang 24 km yang sebesar Rp 10,9 triliun dituduh di-mark up atau dibesar-besarkan lantaran biaya rata-rata pembangunan LRT di dunia menurutnya hanya sekitar US$ 8 juta atau Rp 112 miliar (kurs US$ 1 = Rp 14.000).

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Zulfikri mengatakan biaya pembangunan LRT di seluruh negara tak bisa sama. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi biaya pembangunan LRT di suatu negara sehingga perbandingan harus dilakukan secara setara.

"Kalau kita nggak lihat apple to apple dengan pekerjaan yang sama sebenarnya nggak pas kita bandingkan itu," katanya kepada detikFinance, Jakarta, Jumat (22/6/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejumlah faktor yang mempengaruhi biaya pembangunan LRT di antaranya lokasi pembangunan, struktur konstruksi, teknologi, material hingga fasilitas, stasiun hingga sistem persinyalan yang digunakan.

Pembangunan LRT Palembang sendiri membutuhkan biaya Rp 10,94 triliun dengan panjang keseluruhan mencapai 23,4 km. Dengan jumlah tersebut, maka besaran biaya pembangunan jalur LRT Palembang adalah Rp 467 miliar/km atau sekitar US$ 33,35 juta/km.

Lalu benarkah biaya pembangunan LRT Palembang jauh lebih mahal dibanding di negara lain? Berikut hasil penelusuran detikFinance pada sejumlah LRT di negara lain yang dikutip dari berbagai sumber.

Namun tetap ingat, bahwa biaya pembangunan LRT di berbagai negara tidak bisa selalu sama, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor tadi.
Sistem kereta ringan atau light rail merupakan jenis transportasi berbasis rel yang menggunakan kereta ringan di atas jalur khusus. Tipe kereta ringan di berbagai negara ada yang berbentuk trem atau lintasan khusus di lintasan darat dalam kota dan juga berbentuk light rail yang punya jalur khusus, baik di darat maupun melayang.

Di Afrika, ada beberapa negara yang menggunakan sistem light rail transit seperti Tunisia dan Ethiopia.

Di Ethiopia, kereta LRT yang digunakan dikenal dengan nama Addis Ababa Light Rail yang berlokasi di Addis Ababa, Ethiopia. Dengan panjang 31,6 km, LRT ini dibangun dengan biaya US$ 475 juta atau sekitar Rp 6,65 triliun.

Dengan biaya sebesar itu, maka biaya pembangunan jalur LRT Addis Ababa di Ethiopia berkisar US$ 15,03 juta.

Adapun LRT Addis Ababa dibangun selama tiga tahun oleh China Railway Group Limited dan dioperasikan pertama kali pada tahun 2015. Sekitar 2,7 km dari total jalur yang ada merupakan jalur elevated atau layang.

Di Asia, ada sejumlah negara yang mempunyai transportasi sistem LRT. Di antaranya China, India, Israel, Jepang, Filipina, Taiwan hingga Turki.

Kereta LRT Xijiao Line di Beijing dengan panjang 8,8 km dibangun dengan biaya RMB 1 miliar atau sekitar US$ 153,69 juta atau Rp 2,15 triliun jika dikonversi lagi ke rupiah (kurs Rp 14.000). Dengan jumlah tersebut, maka biaya pembangunan LRT Xijiao Line berkisar US$ 17,46 juta/km.

Xijiao Line mulai dibuka pada akhir 2017 setelah dibangun sejak 2010. Jalur yang merupakan bagian dari Beijing Subway ini mempunyai lintasan langsung di darat.

Ada pula Jerusalem Light Rail di Israel sepanjang 13,9 km yang dibangun dengan biaya US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 15,4 triliun (kurs Rp 14.000). Dengan total biaya tersebut, maka biaya pembangunan Jerusalem Light Rail setiap km nya mencapai US$ 79,9 juta.

Biaya pembangunan yang fantastis untuk jarak sependek itu pun sempat menimbulkan banyak protes. Pembangunan Jerusalem Light Rail dimulai 2002 dan baru dioperasikan penuh pada 2011.

The Tide Light Rail di Virginia, Amerika Serikat juga menggunakan sistem light rail atau kereta ringan. Dengan jalur sepanjang 12 km, konstruksinya menelan biaya US$ 318 juta atau sekitar Rp 4,45 triliun (kurs Rp 14.000).

Artinya, butuh biaya sekitar US$ 26,5 juta untuk membangun jalur The Tide Light Rail setiap km nya.

The Tide Light Rail akhirnya beroperasi pada September 2011 setelah direncanakan sejak awal 2000.

Di Taiwan ada Circular LRT di Kaohsiung, Taiwan sepanjang 22,1 km yang dibangun dengan biaya TWD 16,5 miliar atau sekitar US$ 545 juta (sekitar Rp 7,63 triliun untuk kurs Rp 14.000).

Konstruksinya dimulai Juni 2013 dan dioperasikan sejak September 2017.

Dengan biaya investasi sebesar US$ 545 juta, maka biaya pembangunan Circular LRT di Taiwan setiap km nya mencapai US$ 24,6 juta.

Di Granada, Spanyol juga membangun jalur transportasi kereta ringan berbasis rel bernama Granada Metro. Panjangnya mencapai 15,9 km dan membutuhkan biaya pembangunan sebesar 502 juta euro atau sekitar US$ 584 juta atau Rp 8,17 triliun (kurs Rp 14.000).

Dengan jumlah tersebut, maka biaya pembangunan jalur LRT Granada Metro mencapai US$ 36,72 juta/km.

Adapun Granada Metro mulai dibangun pada 2007 dan mulai dioperasikan di 2017 karena pembangunannya sempat terkendala oleh krisis ekonomi di Spanyol.

Di Brasil, ada Rio de Janeiro Light Rail sepanjang 28 km yang biaya pembangunannya mencapai US$ 351 juta atau sekitar Rp 4,91 triliun (Rp 14.000). Dengan biaya sebesar itu, maka rata-rata biaya pembangunan Rio de Janeiro Light Rail setiap km nya mencapai US$ 12,53 juta.

Rio de Janeiro Light Rail dibangun bersamaan dengan moda transportasi baru lainnya di negara tersebut untuk persiapan Olimpiado musim panas di Brasil tahun 2016.

Hide Ads