Jakarta -
Pemerintah menetapkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada 27 Juni sebagai hari libur nasional. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengimbau agar perusahaan memberikan uang lembur kepada pegawai yang masuk.
Kasubdit Pengawasan Norma Waktu Kerja, Waktu Istirahat Pengupahan, Kemnaker, FX Watratan menjelaskan, pada dasarnya, bagi perusahaan yang tetap mewajibkan karyawannya masuk pada tanggal tersebut agar memberikan uang lembur.
"Libur itu nggak bisa dilarang kan melaksanakan kewajiban negara itu undang-undangnya ada. Itu bagian dari melaksanakan tugas negara, jadi tugas," katanya kepada
detikFinance.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, aturan terkait pengupahan dan ketenagakerjaan pada tanggal 27 bisa merujuk pada aturan normatif yang sudah ada terkait dengan hari libur nasional.
"Ketika masuk tetap dilaksanakan itu biasanya hitungannya lembur," sebutnya.
Ketentuan status lembur dan pemberian uang lembur bagi karyawan yang masuk pada hari libur nasional tertuang dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Lantas apa sanksinya bila ketentuan itu tak diikuti? Simak berita selengkapnya.
Pemerintah bakal memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak memberikan uang lembur untuk pegawai yang masuk kerja pada tanggal 27 Juni ini.
Kasubdit Pengawasan Norma Waktu Kerja Waktu Istirahat Pengupahan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) FX Watratan menjelaskan bahwa setiap perusahaan diwajibkan untuk memberikan uang lembur kepada pegawai yang masuk pada hari libur.
Ketentuan status lembur dan pemberian uang lembur bagi karyawan yang masuk pada hari libur nasional tertuang dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bila dilanggar, sanksi akan diberikan kepada perusahaan pemberi kerja, termasuk sanksi pidana bagi pelanggaran berat.
"Awalnya diberi peringatan melalui nota pemeriksaan pertama. Itu kan konsekuensi dari lembur itu kan ada sanksi pidana kalau tidak memberikan upah lembur," kata Watratan.
Dia menjelaskan bila perusahaan atau pemberi kerja tidak memberikan uang lembur kepada pegawainya, maka pemerintah dalam hal ini Kemenaker sebagai pengawas akan turun memeriksa dan memberikan peringatan dalam bentuk nota pemeriksaan.
"Pengawas akan turun memeriksa, kemudian keluarkan nota pemeriksaan sebagai peringatan, kemudian kalau nota pertama tidak dipatuhi, kemudian dilanjutkan dengan nota kedua. Setelah itu akan ada, ini kan Karena lembur kan ini normatif, akan dibuat perhitungannya, akan dibuat penetapan oleh pengawas," jelasnya.
"Di Undang-Undang 13 kan ada ketentuannya. Cuma kan kalau untuk satu hari, 'ah masa harus sebegitunya harus diberikan sanksi pindana dia tidak memberikan upah lembur satu hari'. Jadi paling tidak diberi peringatan dulu," sambung dia.
Pemerintah menyiapkan tim pengawas yang melayani pengaduan para pekerja yang tak mendapatkan haknya dari pemberi kerja atau perusahaan, termasuk masalah pemberian uang lembur.
Menurut Kasubdit Pengawasan Norma Waktu Kerja Waktu Istirahat Pengupahan Kemnaker FX Watratan layanan tersebut dapat dimanfaatkan untuk pekerja yang tidak mendapat uang lembur jika bekerja saat Pilkada serentak.
"Jadi kita kan punya dinas ketenagakerjaan yang membawahi ketenagakerjaan di kabupaten/kota setempat. Sekarang kan khususnya di pengawasan itu ada kordinator wilayah di tiap-tiap kabupaten/kota," ujarnya.
Di sana, petugas pengawas akan siap menerima laporan pengaduan dari masyarakat, khususnya para pekerja. Pengawas akan segera menindaklanjuti laporan pengaduan tersebut.
"Jadi bisa dilaporkan ke situ, dan pengawas akan menindaklanjuti. Tentunya kalau itu, pasti diperhitungkan oleh lembur dan pada akhir pembayaran gaji harus disertakan dengan uang lembur," katanya.
Kasubdit Pengawasan Norma Waktu Kerja Waktu Istirahat Pengupahan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) FX Watratan menjelaskan pekerja yang tidak mendapatkan uang lembur saat bekerja di Pilkada besok bisa langsung melaporkannya ke dinas ketenagakerjaan (Disnaker) wilayah sebagai pengawas.
"Ya kalau libur kan pasti ada konsekuensinya, kan konsekuensinya adalah konsekuensi lembur, artinya kalau tidak dihitung lembur ya dilaporkan ke dinas ketenagakerjaan," katanya.
Watratan mengatakan pemerintah dalam hal ini Kemenaker selalu menampung laporan permasalahan kerja, termasuk soal pengupahan di dinas-dinas ketenagakerjaan di daerah. Pegawai yang merasa haknya tak dipenuhi perusahaan bisa langsung mengadukannya ke sana.
"Pertama kita ada pengawas di Disnaker provinsi, kemudian kita pun juga di tiap-tiap wilayah ada namanya Korwil (koordinator wilayah), itu membawahi beberapa kabupaten/kota. Jadi itu nanti bisa dilaporkan ke UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) atau Korwil setempat, atau paling tidak di provinsi," kata dia.
"Jadi langsung datangi saja, pasti teman-teman akan turun memastikan itu untuk dijalankan," sambungnya.
Untuk pembayaran upah pekerja sesuai dengan Peraturan Kemenakertrans No. KEP. 102/MEN/VI/2004 Pasal 11. Di sana juga tertuang aturan pemberian uang lembur pada saat Hari Istirahat Mingguan/Libur Resmi Nasional. Ada pun cara menghitungnya upah lembur berdasarkan pada upah bulanan yang diterima. Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.
Apabila lembur kerja dilakukan pada saat hari minggu atau hari libur nasional maka perhitungannya adalah sebagai berikut (untuk yang bekerja di perusahaan dengan sistem kerja 7 jam per-hari, 6 hari kerja dalam seminggu/40 jam seminggu):
-Waktu lembur untuk 7 jam pertama ialah 2 kali upah per jam. Cara perhitungannya ialah 7 jam x 2 x 1/173 x upah sebulan.
-Waktu lembur untuk jam ke-8 ialah 3 kali upah per jam. Cara perhitungannya 1 jam x 3 x 1/173 x upah sebulan.
-Waktu lembur untuk jam ke-9 s/d jam ke-10 ialah 4 kali upah per jam. Cara perhitungannya 1 jam x 4 x 1/173 x upah sebulan.
Bila mengacu pada perhitungan tersebut, maka seseorang yang memiliki gaji Rp 4.000.000 per bulan dan bekerja di hari libur nasional selama 7 jam, mendapatkan uang lembur 7 jam x 2 x 1/173 x 4.000.000 ialah Rp 323.700.
Sementara, bekerja di hari libur nasional selama 8 jam, mendapatkan uang lembur 7 jam bekerja sebesar Rp 323.700, kemudian ditambah upah kerja jam ke-8 yang dihitung 1 jam x 3 x 1/173 x 4.000.000= Rp 69.364. Maka totalnya Rp 393.064.
Sementara untuk waktu lembur jam ke-9 hingga jam ke-10 ialah 4 kali upah per jam, yakni 1 jam x 4 x 1/173 x 4.000.000 maka Rp 92.485. Dengan begitu Rp 393.064+ Rp 92.485 = Rp 485.549.
Namun, ada juga perusahaan yang kerap memberikan upah lembur sama rata dengan para pekerjanya, atau dengan kata lain tidak dihitung berdasarkan komponen upah bulanan. Padahal, setiap pekerja tersebut memiliki upah bulanan yang berbeda-beda. Bila demikian, maka pemberian uang lembur tersebut tak mengikuti ketentuan yang berlaku.
"Itu (pemberian lembur) yang salah," kata Watratan.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merasa keberatan dengan keputusan pemerintah yang menetapkan Pilkada pada 27 Juni 2018 ini sebagai libur nasional.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan ditetapkannya pelaksanaan Pilkada sebagai libur nasional dapat mengganggu aktivitas ekonomi. Terlebih pemerintah juga telah memberikan libur panjang pada perayaan Lebaran lalu.
"Itu merugikan, kemarin juga sudah libur panjang banget Lebaran. Kita sudah warning, tolong jangan dijadikan libur nasional. Itu kan tidak semua daerah yang mengadakan Pilkada, tapi malah meliburkan se-Indonesia," katanya.
Hariyadi mengaku kecewa, sebab pemerintah lebih mengutamakan agenda politik dibanding mendorong kegiatan ekonomi. Dia pun mengaku telah mengirim surat kepada pemerintah terkait hal ini.
"Saya sudah menyurati Pak Presiden saal Pilkada DKI lalu agar saat Pilkada tidak diliburkan nasional, juga kepada Ibu Puan. Yang kita lihat ekonomi selalu disuruh mengalah oleh agenda politik," kata dia.
"Itu merugikan, kemarin udah libur panjang banget Lebaran. Kita sudah warning, tolong jangan dijadikan libur nasional. Kalau daerah yang libur karena dia menjalankan Pilkada ya wajar, tapi jangan jadi libur nasional," sambungnya.
Dia mengatakan, akan lebih baik bila para kegiatan di sektor usaha tetap berjalan tanpa mengganggu Pilkada. Dia pun memberikan sejumlah masukan.
"Contohnya kalau pekerja dari Jabodetabek ada yang memilih Pilkada, itu kan bisa diatur, milih pagi siang ke kantor bisa. Misalnya pilih jam 10 baru ke kantor, itu masih toleransi. Tapi kalau libur nasional ya kita dikorbankan oleh agenda politik," tuturnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman