) Bumi dan Bangunan tahun 2018.
Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 24 Tahun 2018 yang diundangkan pada 4 April 2018.
Keputusan ini dianggap menambah beban industri properti yang saat ini masih melemah. Masyarakat pun semakin sulit untuk membeli rumah di Ibu Kota.
Dengan adanya kenaikan
NJOP maka Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayarkan warga DKI Jakarta semakin mahal.
"Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku surut terhitung sejak 1 Januari 2018," bunyi aturan tersebut.
Dalam lampiran Pergub tersebut, NJOP Bumi misalnya untuk daerah Palmerah Utara kini tercatat Rp 41,8 juta per meter persegi. Sedangkan di wilayah Gatot Subroto NJOP Bumi tercatat Rp 47,9 juta per meter persegi.
detikFinance merinci daerah di Jakarta yang paling mahal NJOP-nya berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 24 Tahun 2018.
Begini rinciannya:
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Terendah: Rp 3.745.000 (Jl H Saiman)
Tertinggi: Rp 23.623.000 (Pinang Emas XI)
Tebet, Jakarta Selatan:
Terendah: Rp 2.508.000 (Manggarai Utara II)
Tertinggi: Rp 19.843.000 (JL Sahardjo)
Pasar Rebo, Jakarta Timur:
Terendah: Rp 2.013.000 (Jl Lapan V)
Tertinggi: Rp 3.100.000 (Jl Lewa)
Cakung, Jakarta Timur
Terendah: Rp 2.508.000 (Jl DR KRT Radjiman WD)
Tertinggi: Rp 7.455.000 (JL Pulo Lentut)
Tanah Abang, Jakarta Pusat
Terendah: Rp 2.508.000 (JL Gatot Subroto)
Tertinggi: Rp 93.963.000 (JL Jend Sudirman)
Gambir, Jakarta Pusat
Terendah: Rp 4.723.000 (JL Duri Barat GG)
Tertinggi: Rp 28.855.000 (JL Setia Kawan I)
Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Terendah: Rp 2.508.000 (JL Pahlawan)
Tertinggi: Rp 11.305.000 (JL Pos Pengumben)
Taman Sari, Jakarta Barat
Terendah: Rp 5.763.000 (Pinangsia III)
Tertinggi: Rp 29.223.000 (Mangga Besar IX)
Penjaringan, Jakarta Utara
Terendah: Rp 916.000 (GG B 1)
Tertinggi: Rp 18.375.000 (East Cost 1st)
Cilincing, Jakarta Utara
Terendah: Rp 1.862.000 (Kalibaru Barat V)
Tertinggi: Rp 8.145.000 (Kalibaru Barat)
Kepulauan Seribu
Terendah: Rp 335.000 (Pulau Sebira)
Tertinggi: Rp 25.995.000 (JL Pulau Tengah)
Memiliki mimpi untuk memiliki rumah di Jakarta semakin berat untuk diwujudkan. Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan tahun 2018 diperkirakan akan mengerek nilai jual rumah di ibu kota.
Executive Director Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengatakan, saat ini pertumbuhan pembelian tengah menurun, khususnya di pasar sekunder alias rumah bekas.
"Hasil riset kami terakhir ada penurunan penjualan pasar perumahan dan perlambatan harga pasar sekunder," tuturnya kepada detikFinance.
Menurut Ali dengan kenaikan NJOP berpotensi memicu kenaikan harga properti selain naiknya PBB. Tentu hal itu akan menurunkan minat beli rumah di Jakarta, apalagi saat ini harga rumah di Jakarta sudah selangit.
"Saat ini kuartal ke kuartal terjadi perlambatan 1,6% dan itu sudah cukup rendah dibandingkan normal 3% pertumbuhan antar kuartal. Itu menggambarkan pasar lesu," tambah Ali.
Ali Tranghanda juga memandang keputusan menaikkan NJOP diambil di saat waktu yang salah. Sebab industri properti masih dalam kondisi melemah.
"Kenaikan mencapai 19% menurut saya agak terlalu tinggi di tengah kondisi saat ini dengan perlambatan pasar properti," ujarnya.
Selain itu industri properti saat ini juga tengah terbebani dari kenaikan suku bunga BI 7 days repo rate yang saat ini sudah di level 5,25%.
"Jadi dipertanyakan dasar kenaikannya seperti apa. Apa akan digunakan untuk pembangunan atau bagaimana, harus jelas direncanakan untuk perbaikan infrastruktur Jakarta," imbuhnya.
Ali juga menilai pelonggaran loan to value (LTV) yang dilakukan BI juga terlambat. Sebab meski tanpa DP untuk rumah pertama, cicilan perbulannya juga akan naik seiring dengan kenaikan suku bunga acuan.
"Harusnya tiga tahun yang lalu," tegasnya.