Kini kebijakan tersebut sedang dikaji ulang oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ada 124 barang dari indonesia yang di-review ulang oleh Trump.
Kondisi ini ternyata juga bisa berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi RI. Hal tersebut dijelaskan, Ekonom Permata Bank Josua Pardede.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan kondisi ekonomi RI yang saat ini terus diuji coba dengan adanya pelemahan nilai tukar rupiah membuat cadangan devisa terus tergerus.
"Iya tentunya ini kan berpengaruh pada penerimaan devisa ekpor kita," kata dia kepada detikFinance, Senin (9/7/2018)
Sebagai informasi, jika perlakuan khusus impornya dicabut, maka Indonesia berpotensi membayar bea masuk sekitar US$ 1,8 miliar per tahun atau setara Rp 25,2 triliun (Kurs Rp 14.000/US$).
"Kalau memang biaya produksi kita menyanggupi atau bisa menutupi kenaikan bea impor tersebut, ya nggak masalah tapi kalau memang produksi di dalam negeri dan biasanya produksi yang besar kemudian ditambah dengan biaya impor tersebeut ya tentunya eksportir ini juga akan berfikir ulang untuk mungkin melakukan ekspor. Karena mungkin toh dengan biaya produksi yang cukup besar itu nggak akan menguntungkan untuk sektor mereka," jelas dia.
Ia menjelaskan, Trump berpotensi mencabut GSP untuk barang-barang tersebut. Apabila Trump mencabut GSP sejumlah barang tersebut, artinya ada bea masuk yang harus dibayarkan. Selain diprediksi akan mengalami produk yang kurang kompetitif, karena harga barang Indonesia di luar mahal.
"Tapi memang kita perlu mengantisipasi sejak dini apabila memang ada 124 itu yang kemungkinan dinaikkan biaya impornya karena itu bisa mengganggu kinerja ekspor dan kinerja dari sektor kita, ya jadi akhrinya bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi kita," papar dia. (dna/dna)