RI Harus Bayar US$ 1,8 M Jika Trump Cabut Perlakuan Khusus Impor

RI Harus Bayar US$ 1,8 M Jika Trump Cabut Perlakuan Khusus Impor

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 10 Jul 2018 10:02 WIB
RI Harus Bayar US$ 1,8 M Jika Trump Cabut Perlakuan Khusus Impor
Foto: REUTERS/Jonathan Ernst
Jakarta - Indonesia digegerkan dengan ancaman dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pasalnya mereka sedang me-review perlakuan khusus terhadap barang-barang dari Indonesia yang masuk ke negeri Paman Sam.

Sejumlah barang dari Indonesia ke Amerika Serikat selama ini bebas bea masuk karena kebijakan Generalized System of Preferences (GSP). Kini kebijakan tersebut sedang dikaji ulang oleh Trump.

Ada 124 barang yang dikaji ulang oleh Trump. Trump berpotensi mencabut GSP untuk barang-barang tersebut. Apabila Trump mencabut GSP sejumlah barang tersebut, artinya ada bea masuk yang harus dibayarkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut berita selengkapnya seperti yang dirangkum detikFinance
Ketua Tim Ahli Ekonomi Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan, Indonesia berpotensi membayar bea masuk sekitar US$ 1,8 miliar per tahun atau setara Rp 25,2 triliun (Kurs Rp 14.000/US$) bila Trump mencabut GSP terhadap barang-barang tersebut.

"Saya percaya kalaupun ditarik semua (124 barang), kita cuma dari US$ 20 miliar trade (perdagangan) kita dengan AS, itu paling kita kena (bea masuk) US$ 1,7-1,8 miliar. Tidak terlalu besar menurut saya akibatnya yang langsung dari GSP itu," Sofjan Wanandi ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (9/7/2018).

Namun dia menilai, bea masuk senilai US$ 1,8 miliar untuk barang Indonesia jangan dianggap sebagai kerugian buat Indonesia.

"(Jika GSP dicabut), bukan rugi lah, itu kita tetap bisa ekspor, cuma kita harus tetap bayar pajak," terangnya.

Selain itu, dari total 124 barang yang direview, diharapakan tidak seluruhnya perlakuan khususnya dicabut.

"Saya nggak percaya semuanya dicabut, cuma beberapa dia perlu juga," tambahnya.

Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi menilai ancaman perang dagang oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang merambat ke Indonesia tidak bisa dianggap enteng.

Dia menyebut ancaman AS tidak main-main mengenai review fasilitas The Generalized System of Preferences (GSP/Sistem Preferensi Umum). Perlakuan khusus terhadap barang dari Indonesia yang masuk AS ini berpotensi dicabut.

"Kita harus siap, AS nggak main main dalam persoalan ini," katanya ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (9/7/2018).

Menurutnya, masalah tersebut harus segera diselesaikan walaupun Indonesia tidak menjadi mitra dagang prioritas negara Paman Sam tersebut.

"Tapi harus kita selesaikan biarpun sebenarnya kita bukan satu prioritas utama dia kan. Prioritas utama dia itu kan adalah China, Eropa, dan negara-negara yang lebih besar trade defisitnya," sebutnya.

Indonesia tak menganggap enteng ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memperingati Indonesia soal perang dagang. Untuk itu, pemerintah bakal mengirim tim negosiasi pada bulan ini ke AS.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan menyampaikan tim akan dikirim untuk bernegosiasi agar fasilitas The Generalized System of Preferences (GSP/Sistem Preferensi Umum) untuk Indonesia tidak dicabut oleh AS.

"Ya kita akan kirim tim ke AS untuk negosiasi supaya fasilitas GSP kita tetap dipertahankan ya kan," katanya ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (9/7/2018).

Tim rencananya akan berangkat akhir Juli ini. Hanya saja dia belum bisa merinci terkait pengiriman tim negosiasi ke AS.

"Kemungkinan akhir Juli berangkatnya. Tapi yang lain saya belum bisa sampaikan. Yang kaitannya yang di GSP, yang akan direview itu kita sudah memutuskan akan kirim tim," ujarnya.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan peringatan yang dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke banyak negara termasuk Indonesia bukan suatu ancaman besar.

Sebab, langkah Donald Trump yang mengevaluasi hak istimewa terhadap produk-produk ekspor Indonesia ke (AS) dinilai sebagai hal yang biasa. Sehingga tidak perlu ada istilah perang dagang.

"Kami tidak melihat ini akan menjadi ancaman yang besar bagi Indonesia, kita komunikasi dan lakukan pembicaraan," kata Airlangga di Istana Bogor, Senin (9/7/2018).

Donald Trump akan mengevaluasi negara-negara yang selama ini mendapat hak istimewa lewat program generalized system of preference (GSP), termasuk Indonesia. Namun jika dilihat dari urutan, Indonesia menduduki posisi 17 menjadi negara yang kondisi neraca perdagangannya surplus terhadap AS.

Sehingga, kata Airlangga, peringatan terkait dengan evaluasi produk-produk Indonesia itu bukan menjadi sebuah ancaman besar. Tidak hanya itu, evaluasi GSP pun sudah biasa dilakukan.

"Ya memang GSP itu sesuatu yang biasa di-review, GSP tidak mencerminkan ada sesuatu terkait perdagangan Indonesia. Semua negara yang memperoleh GSP akan mendapatkan review," jelas dia.

Hide Ads