Bukan tanpa sebab, maskapai yang sempat berjaya di tahun 1990-an berhenti operasi karena terlilit utang. Utang itu juga membengkak karena bunga dan denda sehingga menjadi Rp 10,7 triliun pada saat ini.
Upaya penyelamatan pun terus diupayakan untuk 'membangunkan' Merpati dari mati suri. Salah satunya dengan menggandeng investor untuk menyuntikan modalnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Henry Sihotang mengatakan, Merpati tak beroperasi karena masalah keuangan. Utang yang ditanggung mencapai Rp 10,7 triliun sementara asetnya hanya Rp 1,2 triliun dan ekuitasnya minus Rp 9 triliun.
"Jadi gini, kalau mengenai Merpati ini dengan permasalahan terakumulasi sudah lama sekali belasan tahun lalu. Sampai saat ini utangnya sudah besar sekali, utangnya sekarang mencapai Rp 10,7 triliun, karena sudah stop operasi 2014," kata dia kepada detikFinance, Kamis (18/7/2018).
Utang itu, kata dia, berasal dari ribuan kreditur. Besarnya utang juga disebabkan oleh bunga dan denda.
"Utang Rp 10,7 triliun ada ke pemerintah, beberapa BUMN termasuk Pertamina, ada swasta, ada swasta kecil-kecil. Totalnya itu Rp 10,7 triliun itu termasuk tunggakan bunga dan denda," jelasnya.
Ia mengatakan, utang-utang ini berasal dari ribuan kreditur.
"Kalau krediturnya ribuan, yang kecil-kecil banyakan utang-utang suplier dan sebagainya. Kalau yang besar-besar kan nggak banyak, nggak tau berapa, yang banyak yang kecil-kecil," kata dia kepada detikFinance, Kamis (19/7/2018).
Henry menambahkan, utang tersebut berasal dari berbagai sumber. Salah satunya dari PT Pertamina (Persero).
"Utang Rp 10,7 triliun ada ke pemerintah, beberapa BUMN termasuk Pertamina, ada swasta, ada swasta kecil-kecil. Totalnya itu Rp 10,7 triliun itu termasuk tunggakan bunga dan denda," jelasnya.
Tanggal 4 September 2018 akan menjadi tanggal sakral bagi PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Sebab, pada tanggal tersebut akan berlangsung sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), nasib Merpati akan diputuskan di sana.
Sidang ini mundur dari rencana semula yakni tanggal 20 Juli 2018.
"Kita lihat saja perkembangan harusnya 20 Juli sidangnya, tapi sudah ada pertemuan pengadilan hari Senin Pengadilan Surabaya itu disepakati diundur lagi 45 hari, kalau nggak salah 4 September," kata Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Henry Sihotang kepada detikFinance, Kamis, Jakarta (19/7/2018).
Merpati sendiri berhenti operasi sejak tahun 2014. Merpati menanggung utang Rp 10,7 triliun dari kreditur sementara asetnya hanya Rp 1,2 triliun. Ekuitas maskapai pelat merah ini tercatat minus sekitar Rp 9 triliun.
Untuk PKPU, Henry mengatakan, manajemen mesti membuat proposal perdamaian dengan kreditur. Manajemen mesti memberikan jalan keluar untuk penyelesaian masalah utang.
"Sesuai undang-undang kalau PKPU manajemen dipaksa membuat proposal perdamaian dengan para kreditur. Kalau melihat Merpati sendiri, nggak punya dana, semua nggak punya apa-apa, untuk membuat proposal perdamaian dengan kreditur bagaimana menyelesaikan kewajiban dengan mereka kan sulit," jelasnya.
Menurut Henry, suntikan modal pemerintah sudah sulit dilakukan mengingat beberapa kali suntikan tersebut gagal. Saat ini, PPA mengarahkan agar suntikan modal itu dari investor.
Henry bilang, satu investor berminat memberikan permodalan bagi Merpati. Tapi, dia enggan menyebut nama investor tersebut.
Lanjutnya, suntikan modal hingga rencana kerja investor akan dimasukkan dalam proposal perdamaian dengan kreditur. Jika kreditur menyetujui, maka Merpati berpotensi hidup kembali. Sebaliknya, jika kreditur menolak maka Merpati bakal pailit.
"Ini yang sedang diskusi yang menyatakan minat, berapa dana yang harus sediakan, bagaimana business plan ke depan, bagaimana menyelesaikan utang-utang itu, itu harus kita tuangkan dalam proposal perdamaian. Kalau membuat proposal akan diajukan ke pengadilan kan, homologasi kalau kreditur sepakat yang diusulkan manajemen cara penyelesaiannya maka bisa lah ada homologasi. Tapi kalau proposalnya kurang menarik, kalau ditolak sesuai undang-undang kalau PKPU ditolak kreditur demi hukum pailit," tutupnya
Ada investor berniat menyuntikkan modal ke PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Dengan suntikan modal ini, Merpati diharapkan bisa hidup kembali setelah tak beroperasi sejak tahun 2014 alias mati suri.
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Henry Sihotang menerangkan kelanjutan Merpati akan ditentukan dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dalam PKPU, manajemen mesti membuat proposal perdamaian pada kreditur.
Dia melanjutkan, dalam proposal ini memuat penyelesaian masalah utang dengan Merpati. Termasuk di dalamnya dana yang bakal disuntikan investor, penyelesaian utang, hingga rencana bisnis ke depannya.
"Ini yang sedang diskusi yang menyatakan minat, berapa dana yang harus sediakan, bagaimana business plan ke depan, bagaimana menyelesaikan utang-utang itu, itu harus kita tuangkan dalam proposal perdamaian," kata dia kepada detikFinance, Kamis (19/7/2018).
Merpati sendiri memiliki utang sebesar Rp 10,7 triliun dan aset tercatat Rp 1,2 triliun. Utang dengan jumlah Rp 10,7 triliun ini berasal dari ribuan kreditur berikut beban bunga dan denda.
Menurut Henry, Merpati bisa berpeluang kembali operasi jika kreditur menyetujui perdamaian tersebut. Sebalikanya, jika tidak maka Merpati akan pailit.
"Kalau membuat proposal akan diajukan ke pengadilan kan, homologasi kalau kreditur sepakat yang diusulkan manajemen cara penyelesaiannya maka bisa lah ada homologasi. Tapi kalau proposalnya kurang menarik, kalau ditolak sesuai undang-undang kalau PKPU ditolak kreditur demi hukum pailit," tutupnya.
Nasib PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) akan ditentukan pada sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) 4 September mendatang. Untuk PKPU, manajemen mesti menyusun proposal perdamaian, di mana di dalamnya berisi jalan keluar terkait pembayaran utang pada kreditur.
Ada dua kemungkinan terkait nasib Merpati. Hidup lagi atau pailit.
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Henry Sihotang menerangkan, dalam proposal perdamaian berisi penyelesaian utang dengan kreditur. Di dalamnya, kata dia, termasuk bisnis ke depan yang akan melibatkan calon investor.
Dia bilang, jika kreditur menyetujui perdamaian ini maka ada kemungkinan Merpati kembali hidup. Tapi, untuk hidup ada serangkaian prosedur yang mesti dilewati. Di antaranya meminta persetujuan pemerintah hingga DPR.
"Iya (lapor DPR), tergantung indikasi investor mau masuk sebagai pemegang saham. Dia bawa uang nanti pemerintah terdilusi ini seperti privatisasi ini wajib ke DPR. Makanya nanti ketika sidang kalau putus, keputusannya itu akan kita ajukan bersyarat diputus proposal perdamaian namun pelaksanaan harus memperhatikan semua ketentuan perundangan-undangan berlaku," kata dia kepada detikFinance, di Jakarta, Kamis (19/7/2018).
"Begitu diputus nggak otomatis langsung otomatis jalan, ke (kementerian) BUMN, Keuangan, DPR kalau DPR setuju juga baru jalan," sambungnya.
Namun, jika proposal perdamaian tak diterima, maka Merpati bakal pailit. Dia melanjutkan, apabila pailit maka aset akan dihitung dan dibagikan ke kreditur.
"Kalau nggak diterima berarti pailit demi hukum pailit. Diganti sama kurator, dilikuidasi kurator dan hasilnya dibagikan kepada kreditur sesuai ketentuan. Yang punya hak siapa dulu, siapa baru siapa, yang punya di situ hak kreditur," tutupnya.
Dalam catatan detikFinance, ustadz kondang Yusuf Mansur ternyata pernah berminat menjadi mitra Merpati. Yusuf Mansur berencana menyediakan dana untuk pengadaan pesawat bagi Merpati.
"Pak Yusuf Mansur. Dia partner KSO (Kerjasama Operasi). Dia kumpulkan orang beli pesawat untuk Merpati," ucap Direktur Utama Merpati Rudy Setyopurnomo di Jakarta, Jumat (19/7/2013).
Pihaknya telah melakukan pembicaraan dengan ustadz kondang ini. Nantinya, Yusuf Mansur cukup menyediakan uang muka untuk pengadaan armada bagi Merpati.
"Sudah pembicaraan dengan Pak Yusuf Mansur. Seperti kerjsama dengan Kabupaten. Kita hitung harga pesawat, biaya operasi. Dia beli pesawat. Dia bayar 20%, cicilan dibayar dari operasi. Kalau lebih dibagi hasilnya," jelasnya.
Selain menggandeng Yusuf Mansur, Merpati akan mengundang masyarakat dan pengusaha untuk menjadi mitra Merpati. Nantinya, dana yang dihimpun akan digunakan sebagai uang muka atau biaya sewa pesawat. Pesawat sendiri akan dioperasikan oleh Merpati.
"Partnernya bisa siapa aja. Bisa bupati, kecamatan, koperasi, ustadz Yusuf Mansur. Kepemilikan satu pesawat itu tidak perlu satu orang. Satu pesawat itu bisa dimiliki banyak orang. Satu pesawat dioperasikan cicilannya dari operasi dan akhirnya pesawat punya orang," terangnya.
Tak hanya itu, produsen pesawat dunia yakni Sukhoi asal Rusia dan Xian asal China pernah berniat membantu Merpati. Produsen pesawat ini pernah bertemu pejabat Kementerian BUMN.
"Produsen pesawat Rusia dan China ketemu saya. Mau kerjasama sama Merpati, silakan. Bawa pesawat silakan. Bentuknya kerjasamanya apa terserah," kata Deputi Bidang Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis Kementerian BUMN Wahyu Hidayat usai rapat pimpinan Kementerian BUMN di Jakarta, Kamis (10/4/2014).
Wahyu menjelaskan pasca pertemuan antara dirinya dan dua produsen pesawat tersebut, belum ada pertemuan lanjutan. Sehingga belum bisa diputuskan mitra Merpati yang bersedia memasok pesawat. "Belum datang lagi. Nggak ada targetnya," ujarnya.
Saat ditanya bagaimana program penyelamatan Merpati. Wahyu hanya menegaskan pemerintah tidak akan menyuntikkan dana segar lagi ke maskapai ekor kuning itu.
"Yang jelas pemerintah nggak mau menginjeksi dana lagi," tutupnya.