Dikutip detikFinance dari berbagai sumber, awal mula KRL Jabodetabek beroperasi, tercatat pada 1972. Saat itu kereta listrik didatangkan dari luar negeri. Di masanya, tiket kereta masih tradisional.
Berlanjut ke tahun 2000, detikFinance mencatat Indonesia mendapat hibah KRL dari Jepang sebanyak 72 gerbong yang dioperasikan semuanya. Saat itu KRL Jabodetabek dikelola oleh PT Kereta Api (KA) Daerah Operasi I Jabotabek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu pada 2008, KRL Jabodetabek dikelola melalui PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) yang saat ini berganti nama menjadi PT KAI Commuter Indonesia (KCI). Sejak saat itu, KRL Jabodetabek banyak berbenah. Namun perjalanan hingga ke penerapan kartu uang elektronik masih panjang.
Setelah KCJ melakukan pembenahan, baru pada 1 Juli 2013, KRL Jabodetabek menerapkan kartu uang elektronik. Sosialisasinya sendiri sudah dilakukan jauh-jauh hari.
Tujuan diberlakukannya program ini agar semua pengguna rutin KRL di Jabodetabek dapat membeli kartu berlangganan. Selain itu, lewat program ini, KAI ingin ketertiban penumpang berkarcis lebih baik.
"Mungkin juga dapat mempermudah program tiket intermoda dengan bus TransJakarta atau lainnya di kemudian hari," kata Ignasius Jonan saat menjabat Direktur Utama KAI.
Investasi yang digelontorkan untuk bertransformasi dari tiket kertas ke elektronik pun membutuhkan investasi tak sedikit.
PT KAI (Persero) menggandeng PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) menerapkan sistem tiket dan gerbang elektronik (e-gate) atau e-ticket. Telkom selaku penyedia jaringan, mesin gate berikut kartu otomatisnya.
Tim Sosialisasi e-Ticket Stasiun Pesing PT KAI, Wahid mengatakan untuk satu gate saja harganya bisa seharga satu mobil Avanza sekitar Rp 180 juta per unit.
"Kata orang Telkom sih harga 1 mesin itu mahal, bisa ditukar sama satu mobil Avanza, ya sekitaran Rp 180 juta," kata Wahid saat ditemui detikFinance, di Stasiun Pesing, Jakarta Barat, Selasa (9/4/2013).
Selain mesin gate, Telkom juga memfasilitasi ketersediaan kartu. "Kartunya saja mahal, yang kosong saja satunya bisa 1 dolar AS, belum dicetak segala macem dan pendistribusian, itu lebih mahal dari harga karcisnya," tambah Wahid kala itu.
Tonton juga video: 'Pro Kontra Tiket Kertas KRL di Masyarakat'
(zlf/zlf)