Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, ada beberapa indikator untuk menilai akuisisi ini. Salah satunya, dengan cara membandingkan penawaran saham yang pernah dilakukan Freeport.
Budi mengatakan, Freeport sendiri secara resmi pernah menawarkan saham ke pemerintah Indonesia sebesar 10,64% supaya kepemilikan pemerintah Indonesia naik menjadi 20%. Saat itu, nilai yang ditawarkan sebesar US$ 1,7 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, yang ditawarkan tersebut secara ekonomis hanya 60% dari nilai PTFI. Sebab, tidak memperhitungkan hak partisipasi Rio Tinto.
"Sehingga 10,64% US$ 1,7 miliar kira-kira ekuivalen kalau (akuisisi) 45% tanpa Rio Tinto US$7,29 miliar. Dengan Rio Tinto US$ 12,15 miliar angka itu ditawarkan ke pemerintah Indonesia," ujarnya.
Cara lain ialah dengan menimbang cadangan pada tambang PTFI. Budi mengatakan, cadangan saat ini sekitar US$ 150 miliar dengan acuan harga yang ada saat ini.
"Cadangan yang ada US$ 150 miliar itu pakai harga sekarang. Kalau kita beli US$ 3,85 miliar, maka sampai akhir kontrak nilai cadangan yang ada US$ 150 miliar. Kedua, profit perusahaan ini sesudah mengalami penurunan kembali normal ada US$ 2 miliar per tahun. Jadi, US$ 3,85 miliar untuk 51% dalam empat tahun harusnya ini bisa balik," tutupnya.