Menyoroti Cawapres Jokowi dari Sisi Ekonomi

Menyoroti Cawapres Jokowi dari Sisi Ekonomi

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 10 Agu 2018 07:48 WIB
Menyoroti Cawapres Jokowi dari Sisi Ekonomi
Maruf Amin. Foto: Cici Marlina Rahayu/detikcom
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan cawapresnya pada Pilpres 2019. Ketum MUI KH Ma'ruf Amin resmi diumumkan jadi cawapres.

"Saya memutuskan kembali mencalonkan diri sebagai calon Presiden RI periode 2019-2024," ujar Jokowi saat pengumuman di Restoran Plataran Menteng, Jl HOS Cokroaminoto No 42, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/8/2018).

"Dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai elemen masyarakat, maka saya putuskan dan telah mendapatkan persetujuan dari parpol Koalisi Indonesia Kerja bahwa yang akan mendampingi saya sebagai cawapres 2019-2024 Profesor Ma'ruf Amin," imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah Jokowi mendeklarasikan diri beserta wakilnya, ekonomi tak luput dari sorotan. Apalagi Ma'ruf Amin dinilai minim latar belakang ekonomi.

Mampukah sosok religius tersebut berperan dalam perekonomian Indonesia? Baca berita selengkapnya.

Sosok Ma'ruf Mampu Beri Keyakinan ke Investor?

Foto: Rengga Sancaya
Ketua Umum MUI Prof Ma'ruf Amin, terpilih sebagai cawapres pendampingnya Presiden Jokowi di Pilpres 2019 mendatang. Dari sisi ekonomi, mampukah sosok cawapres Jokowi memberi optimisme?

"Memang saya sebagai peneliti di ekonomi nggak melihat bahwa harapan untuk ekonomi lebih baik dengan cawapres dari religius itu memang kurang," kata Ekonom Indef, Eko Listiyanto saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (9/8/2018).

Sebagai gambaran, dia menilai saat Jokowi berdampingan dengan Jusuf Kalla (JK) yang punya latar belakang ekonomi saja ekonomi Indonesia masih berat untuk tumbuh.

"Bagaimana pun ini (cawapres Jokowi) kurang bisa merepresentasikan kalangan dunia usaha, bukan pengusaha latar belakangnya, kiai, dan berhadapan dengan ekonomi yang tumbuh 5 persenan dalam 4 tahun pak Jokowi memimpin," paparnya.

Hal ini bisa berpengaruh terhadap keyakinan investor. Pasalnya ekspansi yang dilakukan investor akan sangat tergantung seberapa yakin mereka terhadap perekonomian Indonesia ke depan.

"Tentu saja tidak mudah untuk meyakinkan investor bahwa walaupun wakilnya bukan kalangan ekonomi, bisnis, tapi tetap bisa menjaga ekonomi tumbuh lebih baik 5 tahun ke depan," jelasnya.

"Tantangannya pasti berat karena pak JK saja yang sudah jelas jelas, terus cukup memahami tentang ekonomi, mantan menteri, itu pun juga tidak mudah, apalagi yang sifatnya religius," lanjutnya.


Ma'ruf Dianggap Paham Ekonomi

Foto: Grandyos Zafna
Ma'ruf Amin dinilai punya banyak pengalaman di berbagai bidang. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuzy mengatakan, selain berpengalaman di bidang politik, Ma'ruf Amin juga dinilai paham sektor ekonomi.

"Beliau juga adalah seseorang yang sangat paham dengan ekonomi. Beliau juga Ketua Dewan Pengawas Ekonomi syariah nasional. Dengan demikian pengetahuan beliau dinilai cukup paripurna," ujar Romy usai deklarasi Capres-Cawapres sore tadi, Kamis (9/8/2018).

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan cawapresnya pada Pilpres 2019. Ketum MUI KH Ma'ruf Amin resmi diumumkan jadi cawapres.

"Saya memutuskan kembali mencalonkan diri sebagai calon Presiden RI periode 2019-2024. Keputusan ini adalah tanggung jawab besar, erat kaitannya dengan cita-cita untuk meneruskan mimpi besar Indonesia maju dalam melanjutkan pembangunan dan berkeadilan di seluruh pelosok," ujar Jokowi.

Pandangan Ma'ruf Soal Ekonomi

Foto: bagus
Dalam pidatonya setelah terpilih sebagai cawapres, Ma'ruf sempat menyinggung pemberdayaan ekonomi umat sebagai arus baru Indonesia.

"Kenapa arus baru, karena arus lama itu membentuk konglomerat, menggunakan trickle down effect ternyata enggak netes-netes. Ini yang kita jadikan sebagai arus baru," ujar Ma'ruf di kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (9/8/2018).

Dalam arus baru itu, menurut Ma'ruf, bukan melemahkan yang kuat, tapi menguatkan yang lemah. Misalnya melalui redistribusi aset dan kemitraan antara konglomerat dengan masyarakat, dengan koperasi.

"Konglomerat harus bermitra dengan usaha-usaha masyarakat, koperasi-koperasi masyarakat dan kegiatan pesantren," ujar Ma'ruf.

Dia menambahkan, Indonesia tidak boleh tergantung pada impor pangan. Contohnya impor beras, jagung, gula, dan lain-lain.

Alasannya, kata Ma'ruf, Indonesia masih memiliki sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) yang cukup.

"Tidak boleh negara ini tergantung pangannya ke luar negeri. Oleh karena itu semua kita harus bisa memenuhi. Tidak boleh ada impor, ada impor beras, jagung, " tegas Ma'ruf.


Pasca Deklarasi Jokowi, Hal Ini Patut Diwaspadai

Foto: Rengga Sancaya
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menjelaskan aksi jual beli di pasar saham dipengaruhi oleh sentimen global. Namun tak menutup kemungkinan ada sentimen dari dalam negeri.

Kemudian, Reza menjelaskan untuk perdagangan di bursa saham besok setelah pengumuman calon presiden dan calon wakil presiden belum bisa diprediksi. Hal tersebut karena politik merupakan sesuatu yang tak bisa diperkirakan.

"Tidak berani perkirakan bagaimana pasar besok. Yang jelas, antisipasi saja adanya aksi profit taking," kata Reza saat dihubungi detikFinance, Kamis (9/8/2018).

Dia menyampaikan, seharusnya urusan politik tidak ikut campur urusan saham dan perdagangan. Namun karena iklim politik juga menjadi sentimen di pasar saham.

"Apapun itu, bisa mempengaruhi psikologis pelaku pasar," ujar dia.

Analis PT Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji menjelaskan jika dilihat dari perspektif analis teknikal pasar saham memiliki peluang untuk menguat. Jika pelemahan indeks masih dipengaruhi oleh sentimen eksternal.

"Saya akui masih ada seperti data ritel yang mengalami penurunan. Kalau dari luar kan pada waktu itu juga ada perang dagang. Ini mempengaruhi pergerakan bursa secara global hal tersebut juga berlaku temporer," ujar Nafan.
Halaman 2 dari 5
(ang/ang)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads