-
Utang pemerintah Indonesia kembali menjadi sorotan. Kali ini giliran Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan yang menyinggung besaran cicilan utang RI.
Sindirannya itu dia utarakan dalam Sidang Tahunan MPR 2018 di depan Presiden Joko Widodo dan para Menterinya. Dia menyebut besaran utang yang dicicil pemerintah sudah tidak wajar.
Kritikan itu langsung ditanggapi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Konferensi Pers Nota Keuangan dan Postur RAPBN 2019 di JCC, Senayan. Dia memandang kritikan Zulkifli hanya celetukan yang tidak mengambil data yang benar.
Menurut Sri Mulyani besaran utang yang dibayar pemerintah tidak bisa hanya dilihat dari besarannya saja, tapi juga dari sisi kesehatan pengelolaan APBN. Jika APBN semakin sehat tentunya pemerintah bisa membayar utang tersebut. Berikut berita selengkapnya:
Sindiran Zulkifli Hasan Soal Utang RI yang Tak Wajar
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan menyoroti soal utang pemerintah dan kemampuan pemerintah dalam mencicil utang tersebut.
"Masalah pengelolaan utang, mencegah krisis secara dini ini harus diselesaikan. agar ketahanan ekonomi kuat," kata Zulkifli.
Menurutnya, negara harus menjaga stabilitas ekonomi dan menjaga krisis sejak dini. Karena, kata Zulkifli, ini penting untuk menjaga ketahanan nasional.
Zulkifli juga menyoroti besaran utang pemerintah yang diketahui jumlahnya mencapai Rp 4.200 triliun. Dia mengatakan, kemampuan mencicil utang yang dilakukan pemerintah sudah di luar batas kewajaran.
"Rp 400 triliun di 2018 itu setara 7 kali dana desa, 6 kali anggaran kesehatan. Itu sudah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar," kata Zulkifli.
Sindiran itupun langsung dibalas oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara konfrensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2019.
Sri Mulyani mulai masuk menjelaskan tentang kesehatan postur APBN. Dia memaparkan data tentang turunnya defisit APBN dan keseimbangan primer yang semakin menuju arah positif.
"Ini sebabnya Ketua MPR nyeletuk tentang utang. Perkembangan defisit APBN dan keseimbangan primer hanya untuk membuktikan kami kelola dengan baik, terutama masalah utang adalah sangat hati-hati," ujarnya di JCC, Senayan.
Sri Mulyani memaparkan defisit APBN paling besar terjadi pada 2015 sebesar 2,59% terhadap PDB senilai Rp 298,5 triliun. Setelah itu defisit APBN semakin mengecil, hingga pada RAPBN 2019 pemerintah percaya diri defisit APBN berada di level 1,84% dengan nilai Rp 297,2 triliun.
"Defisit pada 2015 besar karena saat itu menghadapi situasi karena harga komoditas jatuh. Sehingga defisit agak lebih dalam," tambahnya.
Tingkat keseimbangan primer juga semakin membaik. Pada 2015 berada di level 1,23% terhadap PDB. Tahun depan pemerintah targetkan berada di posisi 0,13% terhadap PDB.
Setelah memaparkan data tersebut, Sri Mulyani pun menantang jika ingin membicarakan utang, maka harus menggunakan bahasa data yang sama.
"Ini sekali lagi ingin membuktikan kalau ingin politisasi utang kita dalam bahasa yang sama tidak hanya nominal tapi menggunakan rambu-rambu yang ada, untuk melihat prudent atau tidak prudent kelola utang," tegasnya.
Pemerintah menegaskan bahwa rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) paling rendah di dunia. Meskipun trennya meningkat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan total utang pemerintah pusat pada Juli 2018 sebesar Rp 4.235,02 triliun. Angka itu meningkat namun rasio utang pemerintah terhadap PDB tercatat 29,74%. Dia menyebut angka itu masih aman.
"Utang dijaga supaya sustainable," tuturnya.
Rasio utang terhadap PDB itu memang sejak 2013 masih selalu di bawah 30%. Tahun lalu rasio utang terhadap PDB di 2017 sebesar 29,5%.
"Ini memang kita selalu jaga di bawah 30%, dan tahun depan kita jaga 29,8%" tambahnya.
Menurutnya rasio utang terhadap PDB RI itu paling rendah dibanding banyak negara lainnya.
"Rasio utang terhadap PDB kita termasuk (yang) terendah di dunia," ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menepis sindiran Ketua MPR Zulkifli Hasan yang menyindir utang pemerintah sudah tidak wajar.
Dia menegaskan bahwa pengelolaan utang pemerintah semakin baik setiap tahunnya.
Namun dia mengakui, terkait pembayaran utang tahun depan merupakan tahun yang berat. Sebab utang pemerintah yang jatuh tempo di 2019 cukup besar.
"Banyak utang di masa lalu yang jatuh tempo cukup tinggi di 2019," tuturnya dalam acara konfrensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2019 di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018).
Sri Mulyani mengungkapkan jumlah utang pemerintah yang akan jatuh tempo pada 2019 mencapai Rp 409 triliun. Meski begitu dia menegaskan bahwa pengelolaan utang pemerintah semakin baik terlihat dari dua indikator yang menunjukan kesehatan APBN, yakni defisit APBN dan tingkat keseimbangan primer