Bank Indonesia mencatat, defisit transaksi berjalan di kuartal II-2018 tercatat 3% atau sebesar US$ 8 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 1,96%. Catatan inilah yang menjadi salah satu penyebab rupiah tak mampu meredam penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede, pilihan yang diambil oleh pemerintah itu merupakan jalan pintas untuk memperbaiki nerca transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan yang masih besar lebih disebabkan terus membengkaknya porsi impor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk mendorong ekspor memang dibutuhkan waktu untuk bisa memberikan khasiat terhadap transaksi berjalan. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti insentif. Itu pun perlu waktu untuk merealisasikannya.
Meski begitu pemerintah tetap harus memikirkan cara untuk mendorong ekspor. Sebab penghentian 500 komoditas impor khasiatnya hanya bersifat sementara.
Josua memprediksi, imbas dari kebijakan penghentian impor dari 500 komoditas itu baru akan terasa imbasnya di semester I tahun depan setelah aturan atas kebijakan itu sudah keluar.
"Pemerintah tidak boleh melupakan secara jangka panjang memperbaiki struktur industrinya. Jika tidak kita akan terus bergantung pada impor," tambahnya.