Untuk memastikan inflasi tetap terkendali, khususnya dari barang-barang impor, kata Perry yang pertama dengan cara mengendalikan volatile food, dan bekerjasama dengan daerah untuk menjaga inflasi di daerah.
"Jangka pendeknya fokus ke dua hal, yaitu kendalikan volatile food dengan menjaga posisi cadangan beras maupun pasokan komoditas pangan, daging, ayam ras, maupun telur ayam ras. Kita juga kerja sama dengan daerah," katanya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (24/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertama bahwa tingkat pelemahan nilai tukar secara year to date (ytd) 7%, lebih rendah dibandingkan India, maupun negara lain, apalagi Brazil, Turki, Afrika Selatan yang depresiasinya lebih tinggi," sebutnya.
Faktor kedua, kenapa imported inflation terkendali karena agregat suplai barang dinilai lebih besar dari permintaan barang, dengan kata lain kesenjangan output masih negatif.
"Ketiga kenapa imported inflation terkendali, karena ekspektasi masih terjangkar secara baik. Kalau kita lihat ekspektasi inflasi terjangkar di 3,5% di tahun ini dan tahun depan. Ketiga faktor itu dibahas dan menunjukkan bahwa imported inflation terkendali," jelasnya.
Selain langkah-langkah jangka pendek, Perry menjelaskan BI juga melakukan langkah jangka panjang.
"Di samping langkah jangka pendek, dibahas langkah jangka menengah panjang. Langkah itu memang difokuskan pada keterjangkauan harga dan ketersediaan pasokan," ujarnya.
"Dengan fokus yang tentunya sesuai arahan presiden, dua hal penting adalah ketersediaan pasokan melalui optimalisasi sarana produksi pertanian. Juga kelancaran distribusi barang. Itu juga terus dilakukan termasuk perdagangan antar daerah. Itu jadi rencana program kerja TPI (Tim Pengendali Inflasi) pusat maupun daerah," tambahnya.
Baca juga: Rupiah Sudah Jatuh 7%, BI: Masih Rendah |