DPP Organda menilai pemerintah jadi sulit mengatur pengusaha angkutan online ketika tidak ada lagi ketentuan yang mengikat dan sejalan dengan UU Nomor 22/2009.
DPP Organda juga menyadari tidak semua keinginan bisa diakomodir, pada aturan yang disepakati bersama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan akan menjadikan aplikator memonopoli bisnis transportasi serta membunuh badan usaha penyedia taksi online yang telah mendapatkan izin resmi dari pemerintah.
Sekjen DPP Organda Ateng Aryono menyebut, langkah MA yang membatalkan PM 108 tersebut sulit dipahami pihaknya. Sebab dengan pembatalan PM 108/2017 ini, sama artinya bahwa status taksi online menjadi ilegal karena tidak memiliki dasar hukum dalam operasionalnya.
"Logikanya pengemudi membawa manusia, sehingga kalau terjadi hal yang tidak diinginkan, maka harus ada yang bertanggung jawab sesuai hukum berlaku. Hal itu telah diatur sejak dulu seperti termaktub dalam UU Nomor 22/2009 tentang LLAJ," kata Ateng dalam keterangan tertulis, Rabu (3/10/2018).
Baca juga: Singapura Denda Uber dan Grab Rp 141 Miliar |
Menyikapi keputusan Mahkamah Agung Nomor. 15 P/HUM/2018 , DPP Organda menegaskan sikap sebagai berikut:
Sikap DPP Organda:
Memperhatikan Keputusan Mahkamah Agung Nomor. 15 P/HUM/2018 yang pada dasarnya mencabut 23 norma yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor. PM 108 Tahun 2017, yang berpotensi ketidakpastian usaha di industri angkutan jalan raya. Sikap dan dorongan DPP ORGANDA kepada Kementerian Perhubungan terhadap Keputusan tersebut diatas.
1) Mengingat apabila ke 23 norma di atas, dituangkan secara harafiah dalam Peraturan Menteri Nomor. 108 Tahun 2017 tersebut, maka kami memandang dan berkesimpulan Peraturan Menteri Nomor. 108 Tahun 2017, didukung oleh peraturan perundangan diatasnya tetap tegak mengatur setiap penyelenggaraan angkutan penumpang tidak dalam trayek. Oleh karena itu kami mendesak Kementerian Perhubungan dan seluruh jajaran didaerah tetap melakukan penegakkan dalam praktek penyelenggaraan angkutan umum penumpang tidak dalam trayek dalam setiap moda yang ada.
2) Kami memandang bahwa ketegasan Kementerian Perhubungan dan jajaran penegak hukum yang lain dalam melaksanakan penegakkan hukum seperti dalam butir 1 (satu) diatas, merupakan bagian memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha seperti yang beberapa kali diserukan oleh para "mitra online" belakangan ini, termasuk memberikan jaminan pelayanan angkutan umum yang memadai kepada publik pengguna. Sehingga penertiban dan penegasan kepada "aplikator" pun mutlak dilakukan, termasuk mewajibkan aplikator diatur dalam ranah Kementerian Perhubungan.
3) Terkait dengan penataan ulang Peraturan Menteri Perhubungan tentang penyelenggaraan angkutan penumpang dengan kendaraan bermotor umum, maka DPP ORGANDA mengusulkan dan memandang perlu bahwa disatukannya aturan penyelenggaraan angkutan dengan kendaraan bermotor dalam trayek maupun tidak dalam trayek dalam satu Peraturan Menteri Perhubungan, dengan pertimbangan:
Hal tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan dan mengedapankan sifat komplementer antar modanya.Tidak ada lagi kekawatiran ada norma aturan yang tercecer dan bahkan bertentangan. (dna/eds)