Mentan Genjot Optimalisasi Lahan Rawa untuk Produksi Pangan

Mentan Genjot Optimalisasi Lahan Rawa untuk Produksi Pangan

Tia Reisha - detikFinance
Senin, 15 Okt 2018 13:40 WIB
Foto: Dok Kementan
Jakarta - Presiden Joko Widodo rencananya akan menghadiri perayaan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-38 tahun 2018 di Kalimantan Selatan sekaligus menandai dicanangkannya program optimalisasi lahan rawa. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pun menyebutkan optimalisasi lahan rawa sesuai upaya pemerintah Jokowi - JK dapat menjadi langkah pengentasan kemiskinan.

"Melalui program ini masyarakat akan semakin sejahtera karena meningkatnya pendapatan," ujar Amran dalam keterangan tertulis, Senin (15/10/2018).

HPS yang jatuh pada 18-21 Oktober mendatang juga sekaligus menandai dicanangkannya program strategis dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Sebab lahan rawa memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan menjadi lahan pertanian produktif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Saat mengunjungi proyek percontohan di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan pada 5 April lalu, Amran juga mengatakan peningkatan produksi pangan nasional selama ini masih bertumpu pada lahan sawah irigasi, sedangkan lahan suboptimal seperti rawa belum dimanfaatkan secara maksimal.

Untuk itu, Amran menugaskan jajarannya untuk membuat instrumen program terobosan yang dapat mengoptimalkan fungsi lahan rawa sebagai lahan pertanian. Instrumen tersebut meliputi kebijakan, riset, inovasi, dan kewirausahaan.

Lahan rawa yang akan dikonversi menjadi kawasan pertanian diprioritaskan pada lahan rawa yang ditumbuhi semak belukar. Sebab lahan ini secara ekologi memang cocok untuk kegiatan budidaya pertanian. Berdasarkan kriteria tersebut, ketersediaan lahan rawa untuk perluasan area pertanian (ekstensifikasi) adalah seluas 7,52 juta hektare.

Prioritas lainnya adalah merevitalisasi rawa bokor yang mencapai 2 juta hektare. Rawa bokor merupakan lahan rawa yang pernah dibuka namun belum dibudidayakan. Lahan terbengkalai ini dapat diaktifkan kembali dengan memperbaiki sistem tata air, baik makro maupun mikro.

Dengan membuka lahan rawa baru dan merevitalisasi rawa bokor, Indonesia memiliki potensi lahan rawa untuk kegiatan pertanian seluas 9,52 juta hektare. Angka tersebut lebih besar dibanding lahan sawah yang saat ini digarap petani Indonesia, yakni seluas 8,1 juta hektare.

Pengembangan Lahan Rawa di Barito Kuala

Presiden Jokowi bersama sejumlah Duta Besar negara sahabat akan melihat langsung pilot percontohan seluas 750 hektare di Desa Jejangkit Muara tersebut. Percontohan ini merupakan visualisasi pengelolaan dan optimalisasi lahan rawa menjadi lahan pertanian produktif.

Salah satu yang akan diperlihatkan melalui percontohan ini adalah peningkatan Indeks Pertanaman (IP). Lahan yang tadinya hanya dapat ditanami sekali dalam setahun atau bahkan telantar bisa ditingkatkan menjadi dua hingga tiga kali per tahun.

Pilot percontohan tersebut dibangun untuk menggambarkan alokasi pengelolaan tata air dan cara mengatasi karakteristik lahan rawa. Pilot percontohan ini didukung oleh teknik budidaya padi, pisang, pemeliharaan ikan dan itik lahan rawa yang dikemas dalam gelaran "Gelar Teknologi Budidaya Pertanian Lahan Rawa".

Kementan melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) telah melakukan langkah strategis dengan merangkul semua kelompok pemangku kepentingan dalam membangun pilot percontohan tersebut. Di antaranya kementerian/lembaga lain, pemerintah provinsi, kabupaten, TNI, dan petani.

Sinergi dengan semua mitra kerja tersebut tertuang dalam Pedoman Teknis Pilot Percontohan Model Pertanian Terpadu dalam rangka HPS 2018 di Kabupaten Barito Kuala.

"Pedoman ini penting karena bisa menjadi acuan bagi daerah ataupun pihak lain yang ingin turut memanfaatkan lahan rawa sebagai lahan pertanian. Dalam pedoman tersebut juga turut disertakan ide dan pemikiran dari para ahli dan peneliti, dan juga sharing biaya dari pemerintah pusat dan daerah," ungkap Direktur Jenderal PSP Pending Dadih Permana.

Menurut Pending, optimalisasi lahan rawa dilakukan berdasarkan karakteristik air yang ada, termasuk dalam pengendalian tingkat keasaman tanah, percepatan pembusukan jerami, hingga pemilihan varietas padi yang cocok untuk rawa dan tahan rendaman.

Untuk Desa Jejangkit Muara, sawah rawa lebak yang digunakan sebagai percontohan merupakan jenis tanah bergambut dengan tingkat keasaman tinggi, yakni dengan pH antara 4-5. Untuk lahan seperti ini, dibutuhkan perlakuan khusus demi meningkatkan kadar pH tanah agar cocok untuk padi.

Selain itu, Kementan juga telah menyiapkan kanal-kanal dan tanggul sepanjang hampir 40 kilometer sebagai infrastuktur lahan pengairan pada lahan pilot percontohan. Juga akan ada klaster-klaster yang dibangun dan dikendalikan dengan tiga pompa besar. Saat kemarau datang, pompa pada sumber air di sungai akan bekerja untuk memasukkan air ke kanal.

"Pompanya besar sekali, ukurannya 16 inch. Pompa ini merupakan hasil modifikasi dari teman-teman di Direktorat Alat dan Mesin Pertanian. Kita latih tim Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) di sini untuk bisa membuat sendiri," tutur Pending.

Untuk menyukseskan pilot percontohan ini, Kementan juga telah membentuk Tim Pembinaan dan Pengawasan di tingkat pusat. Tim ini telah melakukan sosialisasi dan pembinaan terhadap SDM sampai tingkat provinsi yang secara berjenjang akan berlanjut ke tingkat kabupaten.

Tim pembina teknis provinsi difokuskan pada tim pelaksana teknis di kabupaten untuk bisa memahami perlakuan optimasi lahan rawa sesuai dengan standar pelaksanaan. Sementara pembinaan teknis pada tingkat kabupaten dilakukan oleh tim teknis kabupaten kepada kelompok tani, penyuluh, dan pejabat tingkat kecamatan serta desa, khususnya desa Jejangkit Muara.


Pending juga menyebut indikator keberhasilan dari pilot percontohan ini adalah berfungsinya lahan rawa sebagai lahan produksi pangan. "Pilot percobaan ini harus dapat berkembang tidak hanya di daerah Batola (Kabupaten Barito Kuala) tapi di daerah provinsi lainnya yang memiliki lahan rawa yang cocok untuk dikembangkan pertanian," tegasnya.

Bupati Kabupaten Barito Kuala Noormiliyani pun berterima kasih kepada pemerintah pusat yang telah memilih Desa Jejangkit Muara sebagai lokasi pilot percontohan. Ia juga mengapresiasi masyarakat Jejangkit Muara yang bersedia menyediakan lahan mereka untuk dijadikan areal percontohan model pertanian terpadu di lahan rawa. Bahkan Noormiliyani melihat warganya menyambut proyek ini dengan luar biasa.

"Ini terlihat lahan yang semula direncanakan hanya 400 hektare sekarang justru menjadi 750 hektare," ungkapnya. (ega/hns)

Hide Ads