Menurut Wiranto rapat koordinasi yang digelar kemarin hanya membahas kerjasama pengembangan pesawat tempur dengan Korea Selatan, yakni Korea Fighter eXperiment dan Indonesia Fighter eXperiment (KFX dan IFX). Hasil rapat tersebut, pemerintah memutuskan negosiasi ulang kerja sama proyek pesawat tempur tersebut.
Langkah ini sebagai upaya menyelamatkan rupiah yang kini keok lawan dolar Amerika Serikat (AS). Lantas, apa saja yang dinegosiasi ulang? Masih jalankan proyek tersebut? Berikut ulasannya:
Rapat Hanya Bahas Pengembangan Pesawat Tempur dengan Korsel
Foto: Grandyos Zafna
|
Sedangkan rencana pembelian Sukhoi belum dibahas, namun Wiranto enggan menjelaskan alasannya. Padahal saat membuka rapat, Wiranto sempat mengatakan akan membahas pembelian Sukhoi.
"Belum (bahas Sukhoi), kita nggak bicara Sukhoi," kata dia usai rapat di Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Dia menerangkan rapat tersebut membahas kelanjutan pembuatan pesawat tempur KFX IFX dengan Korea Selatan. Dia mengatakan, Indonesia dan Korea Selatan memang memiliki program jangka panjang terkait pembuatan pesawat tempur tersebut.
"Hari ini saya menggelar lagi rapat koordinasi untuk membicarakan masalah lanjutan KFX pesawat terbang dengan pihak Korea Selatan. Beberapa waktu lalu memang kita ada program itu jangka panjang, mulai dari kerja sama research dulu, membuat prototipe dulu, baru produksi, berlanjut terus program yang multiyears," jelasnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan enggan menjelaskan alasan rencana pembelian Sukhoi tak jadi dibahas dalam rapat.
"Bukan Sukhoi, Sukhoi belum dibahas, yang Korea gimana, ya nanti," kata Oke.
RI Nego Ulang Kerja Sama Proyek Pesawat Tempur dengan Korsel
Foto: Grandyos Zafna
|
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto usai rapat koordinasi di kantornya, Jumat (19/10/2018).
"Dengan kondisi ekonomi nasional, maka Presiden telah memutuskan, bukan membatalkan, tapi merenegosiasikan," kata Wiranto.
Dia mengatakan, banyak poin yang akan dinegosiasikan ulang terkait program kerjasama tersebut, antara lain masalah pembiayaan dan alih teknologi.
"Banyak hal kita bicarakan, kemampuan pembiayaan Indonesia, persentase cost sharing untuk development, cost produksi, alih teknologi ke Indonesia bagaimana, keuntungan HAKI bagaimana, lalu pemasaran bagaimana, ini banyak sekali, nggak bisa sejam kita selesaikan. Kita hanya membentuk tim khusus untuk melakukan detail lagi yang harus kita renegosiasi dengan pihak Korea Selatan," terangnya.
Wiranto mengatakan, negosiasi akan berlangsung selama setahun, namun, dia berharap akan lebih cepat.
"Tentunya belum final karena butuh waktu setahun, tapi kita mudah-mudahan tidak sampai setahun kita diselesaikan," terangnya.
Nego Ulang Proyek Pesawat Tempur Demi Jaga Rupiah
Foto: Michael Agustinus
|
"Restrukturisasi, renegosiasi program kerjasama KFX/IFX ini bagian upaya pemerintah menghemat devisa. Kan semua setoran pemerintah di program kerja sama pesawat tempur ini ke Korea semua dibayar devisa. Sementara mata uang negara berkembang termasuk rupiah masih mengalami tekanan yang luar biasa," jelasnya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Thomas mengapresiasi keputusan pemerintah Korea Selatan yang menyetujui renegosiasi proyek tersebut. Dia melanjutkan, renegosiasi juga untuk menjaga kepercayaan investor Korea Selatan, terlebih Korea Selatan berada di urutan kedua atau ketiga penanam modal di Indonesia.
"Ini tujuan utama renegosiasi, pertama bagaimana menghemat devisa sementara ini, kedua menjaga iklim investasi," sambungnya.
Dalam pembuatan pesawat tempur ini, pemerintah akan menyetor anggaran negara. Thomas tak menyebut besaran anggaran tersebut, namun negosiasi ulang dilakukan juga untuk mengurangi tekanan APBN.
"Terus terang beban kepada APBN ini cukup besar apalagi jangka panjang, terus terang puluhan triliun dan kalau beli puluhan unit sampai ratusan triliun. Karena itu nggak mungkin kita sentuh di saat APBN tertekan, rupiah cukup tertekan," jelasnya.
Halaman 2 dari 4