"Ada yang boleh di atas 8,03% tapi tidak semua daerah. Hanya 8 provinsi boleh di atas 8,03%," kata Direktur Pengupahan Kemnaker Andriani saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (1/11/2018).
Provinsi-provinsi yang dimaksud adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat , Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, provinsi tersebut mendapat perlakuan khusus karena upahnya masih di bawah kebutuhan hidup layak (KHL), yaitu saat formulasi kenaikan UMP yang mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan ditetapkan.
Oleh karenanya, jika 8 provinsi tersebut hanya menaikkan UMP berdasarkan perhitungan di PP 78 akan lama untuk memperoleh hidup layak. Perhitungan kenaikan upah berdasarkan PP tersebut dengan menghitung pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
"Kalau cuma kita kalikan dengan harga kan KHL-nya kurang. Jadi dia boleh naikkan upah lebih tinggi dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Dihubungi terpisah, Kasubdit Standarisasi dan Fasilitasi Pengupahan Kemnaker, Dinar Titus Jogaswitani mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan UMP di 8 provinsi tersebut otomatis naik di atas 8,03%.
"Belum tentu, bisa sama (8,03%), bisa lebih, tapi yang jelas nggak boleh kurang," jelasnya.
Dia menambahkan, saat ini Kemnaker belum menerima laporan soal kenaikan UMP di 8 provinsi tersebut. (dna/dna)