Nostalgia Eks Bos BEI Kembali ke Bisnis Jalan Tol

Wawancara Khusus Dirut CMNP

Nostalgia Eks Bos BEI Kembali ke Bisnis Jalan Tol

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Jumat, 02 Nov 2018 10:29 WIB
1.

Nostalgia Eks Bos BEI Kembali ke Bisnis Jalan Tol

Nostalgia Eks Bos BEI Kembali ke Bisnis Jalan Tol
Foto: Danang Sugianto
Jakarta - Tampil dengan pakaian serba hitam, Tito Sulistio keluar dari ruangan kerjanya di Kantor Pusat PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia tersebut tengah bergegas menuju kawasan Sudirman, Jakarta Selatan usai menghadiri rapat umum pemegang saham (RUPS) PT CMNP.

Sudah empat bulan Tito mengemban tugas barunya sebagai Direktur Utama PT CMNP Tbk. Perusahaan yang dimiliki oleh Keluarga Cendana tersebut mengangkat Tito untuk memimpin CMNP, sesaat setelah Tito mengakhiri jabatannya sebagai orang nomor satu di PT Bursa Efek Indonesia (BEI).

Bisnis tol sendiri tak asing lagi bagi Tito. Sebelum namanya besar lewat BEI, Tito sempat menjadi Direktur Keuangan PT CMNP pada tahun 1995-1999. Berselang hampir 20 tahun, Tito kembali lagi ke bisnis ini menakhodai CMNP menggarap sejumlah proyek tol prestisius di Pulau Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara eksklusif, detikFinance mendapatkan kesempatan mendengarkan cerita-cerita Tito tentang pendapatnya akan bisnis tol di Indonesia saat ini hingga proyek-proyek prestisius yang sedang digarap CMNP. Sepanjang perjalanan dari Sunter ke Sudirman, Tito berbagi ruang di dalam mobil Alphard-nya bersama detikFinance.

Dirut PT CMNP Tito SulistioDirut PT CMNP Tito Sulistio Foto: Eduardo Simorangkir


Bagaimana ceritanya? Simak wawancara eksklusif detikFinance berikut ini:
Bagaimana rasanya mengemban jabatan baru di perusahaan tol?

Saya di Citra Marga sejak tahun 1995. Tahun 1992/93, pada saat saya masih di Pentasena, mengeluarkan revenue sharing bond Rp 272 miliar untuk pembiayaan jalan ini (tol Cawang-Pluit). Jadi jalan ini saya yang cari duitnya. Waktu itu saya sama Mbak Tutut. Tahun 1994 saya diminta jadi direktur utama bursa paralel, 1995 saya diangkat jadi direktur keuangan Citra Marga sampai 1999.

Kemarin juga 29 Juni saya langsung diangkat jadi Direktur Utama Citra Marga. Balik lagi. Jadi saya hapal ini, duitnya, kilometernya, hapal semua saya. Yang Jakarta dan Surabaya saya tahu projectnya.

Berapa total panjang tol yang dioperasikan CMNP saat ini?
Kilometer kita rendah, tapi kan dalam kota, jadi traffic lebih banyak. Jadi untuk jalan tol, untuk konsesi, Citra Marga cuma punya satu. Yang lain dimiliki anak perusahaan, yang punya partner orang lain.

Saham mayoritas mana saja?
Ada empat. Pertama, Surabaya (Simpang Susun Waru-Bandara Juanda Surabaya) 99,5% kedua Citra Waspputhowa di Desari (Depok-Antasari) 69%, ketiga Cisumdawu 51%, lalu Soroja (Soreang-Pasir Koja). BORR (Bogor Outer Ring Road) kita punya 30%.

Visinya CMNP ke depan?
Citra Marga itu public listed company. Kita berbicara city and greater city toll road. City and greater city yang pertama dilihat adalah harbour road/Jakarta. Kedua, kita punya Depok-Antasari, itu radialnya empat, sejajar sama Bogor. Ketiga, kita punya jalan tol airport di greater Surabaya. Cisumdawu juga akan menjadi tol ke arah airport juga. Yang terakhir, adalah di Bandung (Soroja), akan masuk kota Bandung. Jadi city and greater city toll road.

Apa saja proyek prestisius CMNP saat ini?
Perusahaan ada kas Rp 3 triliun untuk memulai project-project baru. Yang paling menarik salah satunya adalah pelebaran tol dalam kota Jakarta (Harbour Road 2). Kemudian tol kota Bandung. Di Bandung kan kita punya Soreang-Pasir Koja, nanti sampai ke kota Bandung, Pasopati.

Tol Harbour Road 2?
Jadi sekarang itu, Ancol Timur-Kemayoran-Pluit itu sudah penuh banget. Jalan tol sudah macet sekali di sana. Padahal itu jalan utama, karena bagaimana dari port to airport.

Bayangin, nanti itu pembangunannya jalannya itu di atas kali. Bagaimana cara bangunnya nggak ada tanah? Kita harus bangun lagi di pinggir kali, dengan hanya ada tanah setengah jalur mobil ini. Bagaimana cara bangunnya? Kita bangun ke atas. Panjangnya 9,2 km.

Yang kita bangun akan menjadi terpanjang di dunia untuk double decker.

Biaya investasinya?
Rp 13 triliun. Dan tingginya itu bisa 30 meter. Bayangin nanti sudah ada jalan tol, terus kita harus bangun lagi di kiri dan kanannya, tanahnya kecil.

Yang Bandung kapan groundbreaking?
Pengennya insyaallah Februari-Maret sudah groundbreaking. Itu tengah kota.

Jakarta kapan?
Insyaallah pertengahan bulan depan (November).

Tol Desari seksi selanjutnya yakin bisa kelar tahun depan?
Sawangan tahun depan April-Mei sudah selesai. Sampai Salabenda Bogor kita targetkan 2021.

Persoalannya di pembebasan (lahan). Membangunnya on time kok. Sekarang pembebasan praktis sudah oke sampai Sawangan. Kalau nggak salah tinggal 1 km lagi. Tapi itu sudah rapi, sudah rata semua. Cuma memang masih ada lagi kan perpanjangan sampai ke Salabenda, Bogor.

Ada rencana IPO anak usaha?
Kita rencana ada 1-2 anak usaha yang Tbk.

Yang mana?
Ntar. Nggak boleh. Masih rencana.

Lini bisnis yang mana?
Kemungkinan 1 tol dan 1 kontraktor.

Ada incaran proyek jalan tol di lokasi lain saat ini?
Bukan soal incar atau nggak nya. Tangan kita cuma dua. Ini saja empat project kita jalanin sudah banyak. Jadi baru Jakarta, Bandung, Surabaya.

Di pulau lain?
Sementara belum melihat. Karena kalau ini jadi saja, Citra Marga akan cukup besar sekali. 2022 bakal selesai semua (empat proyek: Desari, Cisumdawu, tol Harbour Road 2, tol Bandung) ini. Kalau 2022 itu, konsolidasi kita bisa di atas Rp 7 miliar per hari revenuenya. Tapi utangnya jangan tanya, puluhan triliun juga utangnya. Dan utang itu tidak APBN ya, pure swasta. Utang kita bisa mencapai Rp 15-17 triliun kira-kira.

EBITDA CMNP?
Stand alone Rp 750 miliaran. Tapi kalau konsolidasi, lihatnya susah. Karena kan baru jalan setengah-setengah.

Pendanaan apa yang terdekat?
Kita melihat secara total. Harbour road 2 membutuhkan Rp 13 triliun, north south link Bandung butuh hampir Rp 9 triliun. Cisumdawu butuh Rp 8,4 triliun. Penambahan penyelesaian Antasari itu sekitar Rp 2,5 triliun. Jadi kira-kira memerlukan tambahan pendanaan sekitar Rp 32 triliun, di luar dari yang sedang berjalan (Desari kebutuhannya Rp 4,9 triliun).

Dari mana kita dapat? Di dalam (kas perusahaan) itu ada uang sekitar Rp 3 triliunan. Memang saya menghadiri shareholder yang tidak pernah mau dividen tapi tetap bangun terus. Nah saya mengusulkan ada rights issue untuk nambah equity, kalau nggak, nggak kuat.

Kapan?
Tahun depan. Kira-kira Februari-Maret RUPS, tiga bulananlah (setelah RUPS).

Apa bedanya bisnis jalan tol dulu dan sekarang?
Persoalan mendasar adalah jalan tol di Indonesia itu full non recost. Kalau kita bikin jalan tol, kan nggak bisa dijual, ini milik negara. Kalau pabrik, bisa dijual.

Kedua, jalan tol itu tahap awal privatisasi negara. Dulu, privatisasi akhir 80-an memberikan kesempatan ke pihak swasta dalam project yang tadinya ketutup, yaitu toll road dan powerplant. Citra Marga yang pertama.

Di luar negeri, jalan tol itu kalau trafficnya nggak tercapai, itu di-top up. Di Indonesia, full non recost. Nah, di Indonesia sekarang ada PINA yang memungkinkan ada jaminan dari pemerintah. Bahkan ada beberapa jalan, seperti Cisumdawu, kita bilang kalau kita bangun 60 km, nggak masuk ini project. Jadi kita bangun 34, pemerintah bangun 28.

Saya punya dosa. Dosa saya 1996, waktu itu saya menghadap Menteri Keuangan, Pak Mar'ie kalau nggak salah waktu itu. Dia bilang, kalau zaman dulu itu semua duit pemerintah, pemerintah semua keluar duit.

Waktu itu kita sudah siap, buat garap tol Surabaya. Menteri Keuangan bilang, 'Kalau begitu, kamu saja yang bebasin tanahnya'. Ya boleh. Tapi konsesi ditambah lima tahun deh. Ditambahlah jadi 35 tahun. Akhirnya policy itu dipakai ke yang lain.

Dosanya bagaimana?
Dosalah. Coba saya nggak mau, pasti tetap dibayar pemerintah (tertawa).

Sempat gaduh, tarif jalan tol di Indonesia katanya mahal. Menurut Bapak?
Saya nggak tahu bicara mahal. Kalau per kilometer, ini salah satu yang termurah di dunia. Bayangkan, di bawah US$ 1 loh. Anda sekarang bayar Rp 9.000, bisa jalan 24 jam non stop di sini. Jadi menurut saya tidak (mahal).

Bagaimana pendapat Bapak tentang bisnis jalan tol di Indonesia saat ini?
Harus diingat, jalan tol itu membuat konektivitas. Dan kedua, menaikkan aktivitas ekonomi. Kesejahteraan masyarakat di sekeliling jalan tol itu meningkat. Bayangkan tol Desari itu tanahnya dari Rp 1 juta/m2 jadi Rp 8 juta/m2. Itu kesejahteraan sekeliling jalan tol naik.

Saya setuju Pak Jokowi menghapuskan tarif Suramadu. Secara tidak langsung, ada dua messages di situ. Pertama adalah bagaimana secara langsung kesejahteraan masyarakat dibantu meningkat karena dia tidak perlu keluar duit lagi. Kedua, Pak Jokowi juga memperlihatkan bahwa APBN kita kuat kok tahun depan.

Jadi setiap Pak Jokowi bangun jalan tol, beliau harusnya bilang bahwa kesejahteraan rakyat itu meningkat ujung ke ujung.

Ngomong-ngomong penggratisan, ada wacana yang disampaikan Pak Sandiaga Uno, bahwa jalan tol mau digratiskan jika konsesinya selesai. Menurut Bapak?

Prinsipnya, kalau pemerintah bangun jalan sendiri, dioperate sama Jasa Marga, lalu digratisin, boleh-boleh saja. Tapi kalau swasta, duduk dong dan jangan seenaknya, setelah 30 tahun terus digratisin. Kalau kita 35-40 tahun, dari mana dia tahu. Lalu, kalau shareholders saya nggak bagi dividen tapi membantu support pemerintah dengan membangun lebih banyak tol, jangan diputuskan hubungan pertama dan kedua dong.

Lalu, kita ini pemimpin jangan mengatakan masa depan itu lebih buruk dari masa sekarang. Contohnya, pernah dikatakan denominasi diperlukan. Bayangkan kalau US$ 1 jadi Rp 1 juta. Atau tiba-tiba ada tokoh fiskal mengatakan bahwa ekonomi ini belum bottom. Jangan ngomong begitu kenapa sih? Tiba-tiba ada yang ngomong nanti 30 tahun selesai kita gratisin. Orang yang mau invest kan nanya, maksudnya apa. Jangan berbicara negatif di masa depan dan menimbulkan uncertainty. Karena kalau uncertainty menyebabkan instability. Instability menyebabkan orang berpikiran jangka pendek. Orang jangka pendek akibatnya mencetak high cost. High cost akan menyebabkan inflasi. Inflasi akan buat depresi, jangan dong.

Tapi kan secara UU diperbolehkan untuk digratiskan?

Iya. Tapi kita itu nggak sadar kalau seorang pemimpin atau calon pemimpin itu ngomong, itu akan ada dampaknya ke bisnis. Saya ditanya. Maksudnya, siapapun pemimpin atau calon pemimpin, jangan membuat ketidakpastian, instability, pertanyaan, karena orang mau invest di Indonesia, bukan bicara potensi tapi stabilitas moneter, fiskal, politik.

Persepsi kita jelek. Saya nggak setuju tuh APBN rupiahnya Rp 15.000/US$. Maksud saya, begitu pasang terlalu tinggi, nanti yang lain juga.. ah. Ini persoalan bagaimana pemerintah memperlihatkan kepada kita masa depan lebih baik dari masa sekarang.

Pendapat soal multilane freeflow?
Dulu itu manual, saya ikut jaga dulu tiga bulan sekali, just to get the feel. Saya sudah siapin duit-duitnya, yang Rp 1.000, Rp 10.000 dan lain-lain. Percaya nggak waktunya cuma 6 detik? Tahu nggak sekarang berapa? Bisa sampai 12 detik. Costnya lebih tinggi buat dia (investor), buat pengguna nggak ada.

Sekarang kalau lewat begitu (multilane freeflow), yakin nggak bakal bisa lebih cepat? Yang pasti kalau manual, pertama bisa lebih cepat. Lalu tenaga kerja.

Bapak nggak setuju?
Nggak. Priority kamu tenaga kerja nggak? Selama semua masih efisien, tenaga kerja. Kalau yang investasi itu badan usaha jalan tol, nggak masuk duitnya. Ini kebetulan saja bank yang invest, diamin saja.

Tapi pemerintah mau terapkan itu?
Silakan saja. Tapi buat kita, selama jangan suruh kita (BUJT) yang invest, ya silakan saja. Kalau operator yang investasi, nggak masuk. Kalau saya bank, kartunya bisa dipakai di tempat lain, makanya masuk. Kalau cuma tol saja nggak bisa. Itu mungkin bagus kalau yang tol nya pintunya sedikit seperti airport. Tapi kalau yang lain? Pintunya ada berapa banyak? Setiap pintu kita harus invest? Jadi priority nya apa? Kalau lebih cepat, lebih cepat manual tuh, saya bisa buktikan. Belum kadang-kadang, begitu masuk saldo habis. Antrean panjang. Itu banyak lho.

Tapi efisiensi untuk non tunai?
Kata siapa?

Bank Indonesia?
Nanti dulu. Lain lagi. Makanya jalan pemikiran moneter, fiskal, tenaga kerja, priority nya di mana? Tenaga kerja.

Hide Ads