Amran mengatakan, pemerintah mengambil keputusan ini karena produksi jagung lokal banyak diserap bahkan 'ditimbun' oleh perusahaan besar. Karenanya, peternak kecil tak kebagian jagung untuk pakan ayamnya, dan membuat harga jagung di pasaran menjadi mahal.
Namun, kenapa perusahaan besar menimbun jagung lokal hingga peternak kecil tak mendapat jatah?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena harganya yang tinggi, maka akhirnya perusahaan peternak besar tidak mengimpor gandum dan memberi pakan ayamnya dengan jagung murni produksi lokal. Perusahaan besar tak mau lagi menggunakan impor gandum, padahal Kementan telah memberi rekomendasi impor gandum 200 ribu ton.
"Dulu impor campuran feed wheat, gandum untuk pakan ternak. pakan ternak ini tahun ini nol, dia serap itu jagung karena dolar naik Rp 2.000 per dolar (AS). Naik Rp 2.000 rupiah ternyata aku cek di Thailand semua lebih mahal jatuhnya kalau impor feed wheat dari Australia, lebih baik ambil jagung semua," kata Amran kepada detikFinance, Jakarta, Selasa (6/11/2018) kemarin.
Selama ini peternak kecil juga menggunakan jagung untuk pakan ayam ternaknya. Namun, karena perusahaan besar kini tak lagi mencampur gandum untuk pakan ternaknya, maka mereka akhirnya memborong jatah jagung yang lebih banyak dari pasar. Sehingga, peternak kecil tak kebagian jatah jagung. Kalau pun ada, harganya sudah tinggi untuk mereka.
"Jatah peternak kecil ini diambil, memilih mengambil jatah peternak kecil dari pada mengimpor gandum. Gandum ini untuk campuran pakan, gandum pakan ya bukan gandum pangan," katanya.
Amran sendiri tak mau menyebut perusahaan besar mana yang dimaksudnya. Dia hanya mengatakan, bahwa ada dua perusahaan di bidang peternakan ayam yang mengambil jatah jagung untuk peternak kecil.
Sementara itu, diketahui di Indonesia ada sejumlah perusahaan besar di sektor peternakan ayam. Misalnya ada Charoen Popkhand, Japfa Comfeed, Cipendawa Farm, hingga perusahaan besar lainnya.
Oleh karena hal itu, maka pemerintah akhirnya memutuskan untuk impor jagung sebanyak 50 ribu ton. Sebab, perusahaan-perusahaan besar yang tidak disebutkan namanya itu sudah termasuk melakukan kegiatan menimbun pangan.
"Manakala pergerakan harga turun, jagung impor tidak dikeluarin oleh Bulog," tuturnya.