Kementan: Keputusan Impor Jagung untuk Pengendalian Harga

Kementan: Keputusan Impor Jagung untuk Pengendalian Harga

Muhammad Idris - detikFinance
Rabu, 28 Nov 2018 22:00 WIB
Foto: Dok. Kementan
Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjend) Kementerian Pertanian (Kementan), Syukur Iwantoro pernah menyampaikan, dalam konteks penyediaan bahan kebutuhan pokok yang dalam hal ini kebutuhan pangan, ekspor - impor adalah hal biasa. Terlebih Indonesia tergabung dalam Wolrd Trade Organization (WTO) atau organisasi perdagangan dunia.

Syukur menanggapi persoalan polemik impor jagung yang belakangan ramai diberitakan. Menurutnya, keputusan pemerintah yang mengimpor jagung sebanyak 100 ribu ton, dilakukan di tengah perhitungan produksi jagung tahun 2018 yang diperkirakan surplus hingga 12,98 juta ton.

"Indonesia sebagai bagian dari warga global, akan terus konsisten mengikuti aturan yang berlaku di tingkat global, seperti WTO. Namun usaha dan upaya kita untuk kemandirian dan kedaulatan pangan, tidak boleh berhenti," kata Syukur dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/11/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk alasan kemandirian pangan itu, pemerintah melalui Kementan melakukan pengendalian impor bahan pangan. Namun begitu, sambungnya, pemerintah tetap mendorong peningkatan produksi pertanian dalam negeri. Dengan harapan akan meningkatkan kesejahteraan petani lokal khususnya. Syukur menambahkan, dalam kondisi tertentu impor boleh jadi dilakukan.


Pihaknya menjelaskan, keputusan ini diambil sebagai upaya penyelamatan peternak ayam mandiri, serta menjaga stabilitas harga ayam dan telur.

"Sebagai upaya melindungi masyarakat konsumen dengan menjaga harga pasokan bahan pangan dan stabilitas harga di pasar. Sehingga angka inflasi terjaga sebagaimana yang ditargetkan Pemerintah", ujar Syukur.

Sambil menunggu jagung Impor, pemerintah berinisiatif mengusahakan jagung pakan bagi peternak ayam layer (petelur) mandiri, yang semakin terdesak karena harga jagung yang terus merangkak naik. Namun, langkah Kementan menuai kritik.

Dikatakan Syukur, industri perunggasan khususnya ayam yang terus berkembang dan menunjukkan peningkatan produksi. Untuk daging ayam ras, produksi nasional meningkat dari 1,5 juta ton pada 2014 menjadi 1,8 juta ton di 2017. Begitu juga telur meningkat dari 1,2 juta ton menjadi 1,5 juta ton pada periode waktu yang sama.


Kondisi peningkatan produksi pada industri perunggasan, jelas Syukur, tentunya memberikan kabar gembira sekaligus menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Ini tentunya mengatrol kebutuhan pakan yang selama ini mengandalkan dari jagung.

Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian Institut Ilmu Pertanian Bogor (IPB), Suwardi, mengungkapkan bahwa untuk tujuan tertentu terkadang impor diperlukan.

"Dari segi jumlah produksi untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri, produksi kita mungkin saja sudah mencukupi. Tetapi jumlah saja tidak cukup karena masih ada faktor lain", ujar Suwardi. (ega/hns)

Hide Ads