Sri Mulyani Bicara Keinginan Dunia Perang Dagang AS-China Mereda

Laporan dari Buenos Aires

Sri Mulyani Bicara Keinginan Dunia Perang Dagang AS-China Mereda

Bagus Prihantoro Nugroho - detikFinance
Sabtu, 01 Des 2018 17:40 WIB
Foto: Dok. Kementerian Keuangan
Buenos Aires - Pertemuan G20 yang berlangsung di Argentina membawa secercah harapan bagi negara-negara yang selama ini terkena dampak perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS).

Dalam pertemuan di Costa Salguero Cener, Buenos Aires, Argentina, Jumat (30/11/3018). Para pimpinan negara G20 melakukan pertemuan, dan saling menyampaikan kepentingan negaranya masing-masing.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hampir seluruh kepala negara menginginkan faktor yang selama ini mempengaruhi perekonomian global dapat diredam agar tidak berdampak besar pada negara lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari pembukaan tadi kan sebetulnya ditekankan ya bahwa ini 10 tahun semenjak krisis dan diharapkan dalam pertemuan ini terjadi hal-hal yang bisa disepakati terutama dalam menangani ketegangan yang selama ini muncul," kata Sri Mulyani.


Masih dalam rangkaian acara G20, OECD pun sudah merevisi proyeksi perekonomian global ke arah lebih rendah lagi, dari yang semula 3,9% menjadi 3,5%. Penurunan itu karena melihat ketegangan yang terjadi di dunia, seperti perang dagang, isu-isu yang berhubungan degan ketegangan ekonomi, geopolitik, harga komoditas, kenaikan suku bunga global.

"Itu semuanya menyebabkan revisi terhadap proyeksi ekonomi dunia," ujar dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun telah mendengarkan langsung bahwa keinginan para kepala negara menyudahi ketegangan yang membuat perekonomian dunia semakin tidak menentu.

Lalu apakah perang dagang antara China-AS akan berakhir?


Sri Mulyani mengungkapkan dalam pertemuan itu, Presiden China Xi Jinping meminta kepada seluruh negara untuk bisa menghormati keputusan sistem suatu negara dalam menyelesaikan perselisihan.

"Dan kalau kita tidak puas dengan WTO, ya WTO harusnya bisa direvisi atau di-reform. Jadi penekanannya adalah mereformasi WTO sebagai suatu mekanisme untuk memperbaiki mekanisme disebut settlement atau perbedaan antara negara ini," ujar dia.

"Saya rasa apa yang bisa saya baca dari situasi ini adalah ada semacam harapan bahwa dengan intensity pertemuan ini akan ada suatu paling tidak upaya untuk mengurangi kegagalan dan ketegangan dan ada suatu mekanisme yang bisa disepakati. Mungkin persoalanya sendiri belum selesai, tapi kalau ada mekanisme yang bisa disepakati saya rasa bisa menjadi harapan yang positif," tambah dia. (hek/ara)

Hide Ads