Menurut Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali penguatan rupiah belakangan ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal. Ada dua hal, pertama sinyal Bank Sentral AS yang hendak menaikkan suku bunga acuan mulai mereda.
"The Fed yang sebelumnya hawkish ingin naik suku bunga, pada minggu lalu tiba-tiba dovish seperti tidak yakin inflasi dapat mengikuti pertumbuhan suku bunga The Fed," ujarnya kepada detikFinance, Senin (3/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, mulai kembalinya aliran modal asing ke Indonesia. Hal itu mampu mendorong mata uang garuda.
Menurut Frederik, karena faktornya lebih banyak karena eksternal maka penguatan rupiah belum tentu berlanjut. Tergantung dari kondisi ekonomi global.
Dia juga menilai dolar AS bisa saja terus melemah hingga level Rp 13.000 asalkan salah satu faktor pemberat nilai tukar terus membaik. Selama ini yang menjadi pemberat adalah defisit transaksi berjalan (CAD) yang masih melebar.
"Sampai ke Rp 13.000? tidak tentu tapi kemungkinan bisa sampai kalau investasi terus masuk dari luar negeri dan neraca perdagangan membaik," tutupnya.
Simak video 'Rupiah Terus Perkasa Terhadap Dolar AS':
(das/dna)