"Perisai adalah salah satu inovasi kami, solusi untuk mengatasi tantangan keanggotaan jaminan sosial. Pada dasarnya, Perisai adalah senjata non-organik kami untuk mencapai tenaga kerja melalui agen. Kita mengadopsi Perisai dari Sharoushi Jepang," papar Agus Susanto.
Agus memaparkan itu dalam International Roundtable Meeting on The System of Labour Attorneys (Sharoushi in Japan) di United Nation University, Tokyo, Kamis (6/12/2018). 10 negara hadir di antaranya Italia, Rumania, Thailand, Malaysia, Korsel, Jepang dan Vietnam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menggunakan aplikasi mobile sebagai alat untuk melakukan administrasi keanggotaan
oleh Perisai," ungkapnya.
Agus menjelaskan ada 3500 agen Perisai yang aktif saat ini. Berdasarkan kinerja 10 bulan terakhir sejak Februari 2018, jumlah peserta yang direkrut mencapai 400 ribu peserta, dengan nilai sekitar Rp 32 miliar.
"76% dipekerjakan di sektor informal," jelasnya.
Sebagai kesimpulan, menurut Agus, Perisai berkontribusi cukup baik dalam hal peningkatan keanggotaan dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan terutama di sektor informal.
"BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk terus meningkatkan layanan kami secara berurutan untuk memberikan kesejahteraan bagi semua pekerja. Karena itu kami terus memperkuat kapasitas kami tidak hanya di dalam organisasi kami tetapi juga melalui kolaborasi," paparnya.
Adapun tantangan yang dialami BPJS TK selama ini di antaranya kebutuhan bagi masyarakat untuk lebih banyak mendapat informasi tentang Perisai, keberlanjutan keanggotaan dikelola oleh Perisai dan faktor geografis, tidak semua area terhubung dengan baik ke internet.
"Dengan PERISAI, kami membayangkan solusi inovatif baru untuk mengatasi jaminan sosial tantangan keanggotaan. Dengan demikian, kami sedang dalam proses untuk menyelesaikan beberapa tantangannya," tutupnya. (ega/zlf)