Bisakah negara bangun Infrastruktur Tanpa Berutang?

Bisakah negara bangun Infrastruktur Tanpa Berutang?

Danang Sugianto - detikFinance
Minggu, 09 Des 2018 18:53 WIB
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Pasangan Prabowo-Sandi menyatakan jika terpilih akan membangun infrastruktur tanpa berutang. Lalu benarkah hal itu bisa dilakukan?

Pemerintahan Jokowi-JK belakang memang dicecar terkait besarnya utang pemerintah yang saat ini mencapai Rp 4.478,57 triliun pada Oktober 2018. Salah satu alasan pemerintah bahwa utang itu untuk membangun infrastruktur.

Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual menerangkan, Jokowi memang sangat gencar membangun infrastruktur. Setiap tahunnya anggaran yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur terus meningkat, dari Rp 256,1 triliun di 2015 hingga jadi Rp 410 triliun di tahun ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Salah satu cara yang dilakukan pemerintah saat ini dengan merombak alokasi. Jokowi mengurangi anggaran subsidi dalam APBN untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur.

"Jadi memang banyak yang kita lakukan, terakhir ini salah satunya 2014 sebenarnya ada pengurangan alokasi subsidi dari Rp 300 triliunan ke arah di bawah Rp 100 triliun. Walaupun sekarang naik lagi," terangnya saat dihubungi detikFinance, Minggu (9/12/2018).

Pemerintah juga memperbesar porsi Penyuntikan Modal Negara (PMN) kepada BUMN karya. Perusahaan berplat merah digenjot untuk membangun infrastruktur karena peran swasta yang masih minim.

"Ini kan masalah pilihan kebijakan. Dulu kita kan mau mengandalkan swasta enggak jalan-jalan. Kita perlu lokomotif, akhirnya BUMN kita dorong lewat PMN, buktinya sekarang berjalan," tambahnya.

Namun, menurut David hal itu tak bisa terus dilakukan. Sebab selain melalui PMN, BUMN karya dituntut juga lebih kreatif mencari pendanaan. Akhirnya rasio utang BUMN karya mulai meningkat.

Oleh karena itu dibutuhkan perubahan strategi jika ingin terus membangun infrastruktur. Menurut David ada 3 cara yang bisa dilakukan pemerintah yang ingin bangun infrastruktur tanpa harus menambah utang.


Pertama menambah peran swasta dalam hal pembangunan infrastruktur. Sebenarnya hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah dengan menyiapkan berbagai skema kerjasama dengan swasta seperti Public-Private Partnership (PPP).

"Saya pikir untuk proyek-proyek yang layak secara ekonomi pihak swasta juga berminat. Kalau misalnya di daerah-daerah yang mungkin secara ekonomi belum layak, mungkin pemerintah yang dominan," tambahnya.

Kedua bisa dilakukan dengan pengalihan anggaran dalam postur APBN. Selain anggaran subsidi, menurut David anggaran birokrasi bisa dikurangi. Dia menyebutnya rasionalisasi birokrasi

"Kalau mau tidak dari utang selalu ada trade off, berartikan harus ada yang kita kurangi anggarannya. Misalnya anggaran untuk birokrasi itukan besar sekali," ujarnya.

Ketiga, kata David, ada mengubah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi bersifat insentif pada energi baru terbarukan. Sehingga anggaran subsidi bisa kembali ditekan. (das/dna)

Hide Ads