Dalam publikasi tersebut, defisit anggaran per November 2018 mencapai Rp 279,99 triliun atau 1,89% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit berasal dari selisih pendapatan negara Rp 1.662,93 triliun dan belanja negara sebesar Rp 1.942,92 triliun.
"Realisasi defisit APBN hingga November 2018 mencapai Rp 279,99 triliun atau 1,89% terhadap PDB, merupakan angka terendah dalam 5 tahun terakhir pada periode yang sama," ungkap Kementerian Keuangan dalam data tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut berita selengkapnya.
1. Masih Gali Lubang Tutup Lubang
Foto: Rachman Haryanto
|
Walau begitu, defisit keseimbangan primer ini merupakan tercatat jadi yang terendah dalam lima tahun terakhir pada periode yang sama.
Hingga November 2018, realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp 346,16 triliun, terutama bersumber dari pembiayaan utang sebesar Rp 361,91 triliun atau sekitar 90,65% dari target APBN tahun 2018.
Realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 369,44 triliun atau 89,12% dari target APBN 2018 dan pinjaman (neto) sebesar negatif Rp 7,53 triliun atau 49,2% dari target APBN 2018.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi pembiayaan utang hingga November 2018 mengalami penurunan dengan tumbuh negatif 18,64%.
2. Anggaran Bayar Bunga Utang Sudah Jebol 105,46%
Foto: detik
|
Nilai pembayaran bunga utang ini juga tercatat tumbuh cukup tinggi hingga mencapai 19,72% dibanding realisasi pembayaran bunga utang periode tahun sebelumnya.
Alokasi pembayaran bunga utang ini masuk dalam komponen belanja non kementerian/lembaga (K/L) yang di dalamnya juga termasuk komponen subsidi.
"Pembayaran bunga utang lebih tinggi antara lain karena kenaikan yield SBN seiring dengan kenaikan tingkat suku bunga The Fed dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat," jelas Kementerian Keuangan.
Sementara untuk realisasi belanja non K/L per November 2018 sendiri mencapai Rp 559,42 triliun atau 92,15% dari APBN 2018 yang nilainya Rp 607,06 triliun hingga akhir tahun. Realisasi belanja non K/L juga tercatat tumbuh tinggi mencapai 29,47% dibanding realisasi sebelumnya.
Sedangkan untuk komponen subsidi hingga November juga tercatat bengkak hingga Rp 182,69 triliun atau mencapai 116,94% dari APBN 2018 yang nilainya Rp 156,23 triliun. Realisasi subsidi juga tercatat tumbuh tinggi mencapai 41,02% dibanding realisasi sebelumnya.
3. Rupiah Diprediksi Masih Keok Lawan Dolar AS
Foto: Rachman Haryanto
|
Per Akhir November 2018 nilai tukar rupiah tercatat pada level Rp 14.577 per dolar Amerika Serikat (AS) atau terdepresiasi sebesar 7,64% (year to date/ytd).
"Perkembangan penguatan nilai tukar rupiah sangat dipengaruhi oleh risk apetite dan kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah dalam meningkatkan kinerja ekonomi nasional," ungkap Kementerian Keuangan.
Bank Indonesia (BI) pada November 2018 melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6% guna mengantisipasi kenaikan suku bunga global pada Desember 2018 telah direspon positif oleh investor.
Pada 20 Desember kemarin, BI juga memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuannya. BI 7 Days Repo Rate masih di level 6%. Langkah ini dilakukan untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke batas aman.
Sementara pertumbuhan ekonomi nasional hingga akhir tahun 2018 diperkirakan masih berada pada kisaran target yang ditetapkan sebesar 5,1% hingga 5,2%.
4. Penerimaan Pajak Jadi yang Tertinggi Sejak 7 Tahun
Foto: detik
|
"Atau apabila penerimaan Tax Amnesty triwulan I tahun 2017 dikeluarkan dari perhitungan (merupakan penerimaan yang bersifat one-off/tidak berulang sebesar Rp 12 triliun), pertumbuhan penerimaan pajak mencapai 16,77%," ungkap Kementerian Keuangan.
Catatan penerimaan pajak ini menjadi capaian yang cukup positif bagi pemerintah. Sebab, pertumbuhan penerimaan pajak kali ini menjadi yang tertinggi sejak tujuh tahun terakhir.
"Capaian ini merupakan pertumbuhan tertinggi dalam tujuh tahun terakhir (2012-2018)" ungkap Kementerian Keuangan.
Positifnya kinerja pertumbuhan penerimaan pajak ini ditopang oleh pertumbuhan PPh Non-Migas, yang mencapai 15,01% year on year (yoy) serta PPN & PPnBM yang tumbuh 14,11% (yoy). Hal ini juga didukung kinerja dari PPh Migas yang tumbuh 26,66% (yoy), serta PBB dan Pajak Lainnya yang tumbuh 22,09% (yoy).
"Apabila kita lihat lebih dalam, jenis-jenis pajak utama memang menunjukkan kinerja yang menggembirakan, umumnya mencapai pertumbuhan double digits. Sampai dengan bulan November 2018, PPh Pasal 25/29 masih mampu melanjutkan tren pertumbuhan di atas 20% yang telah berlangsung," kata Kementerian Keuangan.
Halaman 2 dari 5