"Republik Rakyat Tiongkok berhasil menghilangkan kemiskinan dalam 40 tahun, menghilangkan kemiskinan. Vietnam bangkit, Thailand bangkit, Filipina bangkit, India bangkit tapi para pakar, Indonesia sedang terjadi deindustrialisasi," kata dia dalam Pidato Kebangsaan dan Visi Misi Indonesia Menang di JCC Senayan Jakarta, Senin (14/1/2019).
Tim ekonomi Partai Gerindra, Harryadin Mahardika menjelaskan bahwa maksud Prabowo menyebutkan deindustrialisasi pada pidatonya karena turunnya peran sektor industri pada perekonomian di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deindustrialisasi, menurut Harryadin juga tercermin dari nilai ICOR (Implemental Capital To Output Ratio) atau rasio produktivitas perekonomian. Menurutnya, besaran ICOR di Indonesia terlalu besar.
"Itu juga tercermin dari ICOR kita kan, itu terlalu tinggi, sekarang 6,4%, artinya kita butuh investasi 6,4% dari GDP untuk naikkan 1% GDP. Thailand cuma 4%, Malaysia 5%, yang lain banyak lebih rendah lagi, semakin besar kan semakin jelek," kata Harryadin.
Harryadin pun memaparkan bahwa neraca ekspor impor juga menjadi indikator untuk melihat deindustrialisasi yang dikatakan Prabowo. Menurutnya, hingga kini Indonesia kurang ekspor hasil atau output dari industri manufaktur. Indonesia, katanya masih banyak mengekspor bahan mentah.
"Itu juga tercermin dari ekspor impor kita, ekspor kita aja kebanyakan masih yang industri bahan dasar bahan mentah yang belum diolah, bukan hasil atau output industri manufaktur yang udah menjadi barang jadi," kata Harryadin.
Selain itu, menurutnya pun defisit neraca ekspor-impor juga terus menurun. Dari situ dia menyimpulkan bahwa industri di Indonesia "mandeg".
"Ekspor impor kita juga defisitnya sangat jauh, 8 bulan ini aja defisit terus. Itu indikator sederhana industri kita mandeg, sederhananya seperti itu," ungkap Harryadin. (zlf/zlf)