"Memang di 31 Desember (2018), kita rata-rata sebulan sudah 85 ribu, target lifting untuk 2019 adalah 85 ribu BOPD. Sebenarnya sudah aman kalau kita bisa bertahan tapi kami tidak puas dengan level itu. Kita ingin lebih meningkat lagi, cuma saya nggak mau menyampaikan karena ini target internal supaya kawan-kawan tidak stres. Jadi yang saya publish tetap 85 ribu target untuk 2019" kata Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf di kantornya, Selasa (22/1/2019).
Nanang menerangkan, Pertamina EP menargetkan pengeboran di 90 sumur di tahun 2018. Dari target tersebut terealisasi 69 sumur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari sisi agresivitas tahun lalu rencana ngebor 90 walaupun dapatnya, selesai 69 plus 15 on going, (total) 84," ujarnya.
Di tahun 2019, perseroan membidik total sumur yang akan dibor sebanyak 102 unit.
"Tahun ini kita lebih tinggi lagi, 94 sumur untuk development, kemudian 8 sumur eksplorasi, sehingga total 102 artinya lebih tinggi dari sisi jumlah pengeboran kita," tambahnya.
Dia berharap, dengan pengeboran tersebut produksi minyak perseroan akan meningkat. Pertamina EP sendiri menargetkan laba bersih sebesar US$ 755 juta di tahun 2019 atau naik tipis dibanding realisasi 2018 sebanyak US$ 753 juta.
"Harapannya produksinya lebih meningkat lagi untuk mencapai target rata-rata 85 ribu BOPD di sepanjang 2019. Prospeknya buat kami masih optimistis, asalkan harganya minyak stay di atas US$ 50 per barel dan relatif stabil itu yang membuat kita makin confiden untuk bisa mendapatkan paling tidak sama di 2018," tutupnya.
Produksi 253.000 barel
PT Pertamina EP mencatatkan total produksi minyak dan gas sebanyak 255 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD) di 2018. Angka tersebut setara 101% dari target yakni 253 ribu BOEPD.
Nanang mengatakan produksi minyak di tahun 2018 sebesar 79.690 BOPD dari target 83.000 BOPD. Produksi minyak tahun lalu tercapai 96%.
"Total produksi 2018 untuk ekuivalen itu 255 ribu BOEPD total rata-rata, untuk minyak 79.690 BOPD gasnya 1.017 MMSCFD. Untuk minyak pencapaian kita 96% karena target 83.000 BOPD. Untuk gas melebihi target 103% dari target 986 MMSCFD," kata Nanang.
Lebih lanjut, perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar US$ 3,162 miliar di tahun 2018. Lalu, laba bersih sebanyak US$ 753 juta.
"Laba bersih 2018 memang unaudited biasanya tak jauh beda US$ 753 juta. Kemudian berapa pendapatan 2018 yaitu US$ 3,162 miliar dari target US$ 3,183 miliar, jadi 99%," ujarnya.
Dia mengatakan, pendapatan perusahaan belum mencapai target karena adanya perubahan asumsi harga minyak dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) menjadi US$ 70,10 per barel. Sementara, realisasi tahun 2018 rata-rata US$ 66,99 per barel.
"Dalam asumsi harga setelah direvisi rencana kerja mengansumsikan rata-rata harga minyak 2018 US$ 70, setelah sampai 31 Desember, 2 bulan terakhir rata-ratanya US$ 66,99. Sehingga, kita tidak bisa mencapai pendapatan ataupun laba bersihnya tercapai," ungkapnya. (hns/hns)