Kisah jatuh bangun Eka Tjipta diceritakan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan lewat situs www.disway.id. Dahlan becerita saat itu Ek Tjhong, nama kecil Eka Tjipta, mulai merintis bisnis sejak tamat SD.
Alasanya, jika sekolah untuk bekerja maka dia harus bisa bekerja tanpa sekolah, cuma bukan berarti Eka tidak sekolah. Dia hanya tidak sekolah formal, guru tetap datang ke rumahnya malam hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk membayar jasa guru, ia ambil dari hasil jualan biskuit yang merupakan bisnis awalnya setamat SD. Bahkan, agar bisa bisnis biskuit, Eka menjaminkan ijazah SD ke produsen sehingga bisa menjualnya alias menjadi distributor.
Bisnis biskuit berjalan lancar, omzetnya meningkat. Eka pun bisa membeli sepeda hingga becak bekas sebagai sarana menjual biskuitnya. Bisnis biskuit melambung, dalam 4 tahun Eka bisa mengumpulkan 2.500 gulden, dan 1.000 gulden bisa dipakai renovasi rumah orang tuanya.
Tak cepat puas, Eka pun merambah sumber uang lainnya. Dia ikut arisan tender, caranya siapa yang mau memberi bunga tertinggi yang menang. Cuma di bisnis ini Eka gagal karena kondisi ekonomi kacau saat Jepang masuk Makassar 1941. Dana Eka di arisan tender pun menghilang bersama pemenang tender.
Saat itulah kejatuhan Eka yang pertama saat menjajal bisnis di usia muda. Tak menyerah, Eka berniat menjajal bisnis barang rongsok. Idenya muncul saat duduk di pantai melihat truk tentara membuat aneka barang rongsok mulai dari besi, kayu, karung-karung terigu, karung semen, seng dan sebagainya.
Cuma, waktu itu Eka belum memutuskan untuk langsung terjun ke bisnis rongsokan. Dia mencoba mengambil keuntungan dari kegiatan membuang rongsok itu dengan mendirikan kedai kopi. Dia berpikir, mereka yang bekerja membuat rongsok pasti butuh melepas lelah sambil minum kopi.
Singkat cerita warung kopi berjalan dan laris. Seiring dengan jualan kopi, Eka juga berjualan ayam rebus yang disajikan sebagai teman minum kopi. Cuma, bisnis ayam rebus hampir saja gagal karena konsumen lebih banyak memesan kopi.
Eka pun segera mendatangi komandan tentara Jepang untuk jemput bola menawarkan ayam rebus, yang ternyata menyukai menu itu. Singkat cerita bisnis ayam rebus dan kopi berjalan mulus.
Tak berhenti di situ, Eka tidak melupakan rencana awal berbisnis rongsokan. Modal bisnis rongsokan dia ambil dari keuntungan bisnis kopi dan ayam rebus.
Halaman rumah pun tak luput dari timbunan barang rongsok. Produk rongsoknya beraneka ragam, mulai dari kantong terigu, kantong semen, hingga semen beku. Untuk semen beku, dia tumbuk dan jual ke pemakaman Tionghoa.
Bisis rongsok mulai meredup, Eka Segera banting setir merambah minyak goreng. Eka mendatangi Selayar, daerah penghasil minyak goreng di Sulawesi Selatan. Eka naik kapal dari Makassar ke Selayar sehari semalam.
Bisnis minyak goreng pun dia mulai. Sayang, baru saja dia memulai bisnis, pemerintah Jepang yang waktu itu sedang menjajah Indonesia mengeluarkan aturan penjualan minyak goreng hanya boleh dilakukan pihak Jepang. Pihak swasta harus menjual semua minyak goreng dengan harga dipatok Rp 1,5/liter.
Di sinilah Eka muda mengalami kegagalan bisnis untuk kedua kalinya. Hidup susah dia jalani, bahkan harus antre panjang dan dibatas satu roti per orang.
"Berbulan-bulan tidak makan roti. Bukan tidak punya uang tapi sulit mendapatkan roti. Beli roti harus antre. Satu orang dibatasi maksimal dua roti. Saat itu ia ingin membeli dua, tapi hanya diberi satu. Ia bertekad ingin membuat pabrik roti," tulis Dahlan, dikutip Senin (28/1/2019).
Akhirnya Eka mencari tahu siapa pembuat roti di pabrik itu. Kemudian Eka menawarkan gaji dua kali lipat untuk pembuat roti itu. Pabrik rotinya maju, namun tak mudah karena masih ada tantangan seperti sulitnya mendapat gula.
Eka tak menyerah, ia memiliki strategi dengan menyewa pengantre bayaran. Strateginya mengantarkan Eka menjadi orang kaya, Eka memiliki mobil seharga Rp 70.000 dan membeli mobil milik temannya seharga Rp 30.000. Eka memiliki dua mobil dan menjadi orang terpandang.
Bangkrut lagi
Menjelang kemerdekaan, kondisi ekonomi kacau balau. Ketiga kalinya Eka bangkrut. Meski bangkrut, ia tak mau memiliki utang. "Ia sangat yakin kepercayaan adalah modal terpenting. Dengan kepercayaan ia yakin bisa bangkit lagi. Mobil kebanggaanya ia jual, ia kembali naik sepeda," tulisnya.
Kebangkrutan ketiga sangat menyakitkan untuk Eka, pasalnya ini masalah harga diri. Ketika bangkrut, orang-orang yang dulu hormat padanya tak mau menyapa lagi.
Eka pergi dari Makasar ke Malino, sebuah tempat berjarak 60 km dari Makassar. Ia menghabiskan waktu dengan membaca. Setelah itu ia kembali ke Makassar dan ia menjadi pemasok logistik tentara. Utang-utangnya lunas, ia akrab dengan tentara.
Tentara saat itu menganggap Eka sebagai orang yang sangat berjasa. Hingga Eka boleh menggunakan kapal tentara yang pulang ke Makassar dalam keadaan kosong.
Ia mengisi muatan dengan kopra, ia sering pergi ke Manado, Palu, Toli-toli, Maluku. Ia mulai berani menyewa kapal untuk pengiriman kopra dari Manado ke Surabaya dan Jakarta. Pemberontakan Permesta pecah, Eka yang sudah mengumpulkan 3.000 ton kopra di Manado akhirnya meninggalkan kopra-kopra tersebut. Di ia bangkrut lagi untuk keempat kalinya.
Eka pindah ke Surabaya, yang dinilai lebih aman. Di sana ia menghadap Pangdam Brawijaya, Mayjen Basuki Rahmat. Eka diijinkan mengisi kapal tentara dengan barang dagangannya. Kemudian ia memiliki pabrik minyak kelapa yang berkembang sangat pesat.
Saat itu Dahlan bertanya pada Eka, apakah ia pernah membayangkan suatu saat akan bangkrut lagi. "Sekarang sudah tidak mungkin lagi bangkrut. Sudah terlalu besar untuk bisa bangkrut," kata Eka tahun 1992 kepada Dahlan Iskan di Surabaya.
Sabtu Malam (26/1/2019), pengusaha nasional itu pergi untuk selama-lamanya. Eka menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 19.43 di usia 98 tahun. Pejabat hingga pengusaha ramai menengok jenazah Eka di rumah duka RSPAD dan mengucapkan belasungkawa. (hns/hns)