Jakarta -
Holding BUMN Tambang dan BUMN Migas telah selesai dibentuk. Kini Kementerian BUMN tengah menyelesaikan pembentukan Holding BUMN Infrastruktur dan Holding BUMN Perumahan dan Pengembangan Kawasan.
Beberapa anggota holding khususnya yang sahamnya tercatat di pasar modal, sudah mulai menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Tujuannya untuk memberitahukan sekaligus menyetujui terkat efek dari pembentukan holding yakni lunturnya status persero.
Di Holding BUMN Perumahan dan Pengembangan Kawasan, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) telah menggelar RUPS Luar Biasa. Pemegang saham telah menyetujui rencana tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah WIKA, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk juga akan menggelar RUPS pada 30 Januari 2019. Sejalan dengan itu, pemerintah juga telah menyiapkan draft Peraturan Pemerintah (PP).
WIKA telah mendapatkan restu dari pemegang saham. Perubahan perubahan status dari Persero menjadi Non-Persero itu merupakan salah satu tahapan dalam pembentukan Holding BUMN Perumahan dan Pengembangan Kawasan.
"Ini persertujuan saja. Kita sudah persiapkan 45 hari yang lalu. Cuma ini WIKA paling cepat saja. Nanti juga PTPP," kata Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro di Gedung WIKA.
Aloysius menjelaskan, status Persero dari anggota Holding Perumahan dan Pengembangan Kawasan akan hilang setelah akta inbreng diteken. Sementara akta inbreng harus menunggu PP yang menjadi dasar pembentukan holding.
"Sekarang prosesnya sudah di Kemkumham lalu ke Kementerian Keuangan. Memang yang pemrakarsa PP itu di Kemenkeu, jadi semua berpusat di sana. Setelah selesai selanjutnya Setneh kirimkan ke semua menteri terkait untuk di paraf, baru diteken Presiden," terangnya.
Diperkirakan PP Holding Perumahan dan Pengembangan Kawasan akan keluar pada pertengahan bulan ini. Setelah itu baru proses inbreng bisa dilakukan.
"Jadi seperti kata Bu Menteri BUMN, holding ini direncanakan pertengahan Februari. Kalau lebih cepat ya lebih bagus," tambahnya.
Aloysius juga menjelaskan alasan WIKA dipilih masuk ke holding perumahan dibanding holding infrastruktur. Menurutnya holding perumahan membutuhkan WIKA untuk mengembangkan size holding nantinya.
Holding Perumahan dan Pengembangan Kawasan sendiri berisi 6 anggota di antaranya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT Virama Karya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Indah Karya (Persero) dan PT Bina Karya (Persero). Holding ini akan dipimpin oleh Perum Peruman
"Dulu ada grouping, memang WIKA di infrastruktur Adhi Karya yang di perumahan. Tapi kita pertimbangan balance sheet. Pengembangan perumahan itu harus didukung oleh BUMN yang sama kuat di samping infrastruktur tentu saja.
Sementara Direktur Utama WIKA Tumiyana mengatakan bahwa keputusan ini merupakan langkah awal penguatan BUMN sektor perumahan yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham mayoritas. Sesuai rencana, WIKA bersama sejumlah BUMN lainnya akan bersinergi dan bergabung dalam
Tumiyana percaya, pengembangan bisnis di sektor perumahan akan menghadirkan dampak yang besar baik bagi masyarakat luas dan perusahaan. Kebutuhan akan perumahan yang terus meningkat perlu diimbangi dengan ketersediaan kawasan hunian secara merata.
"Sinergi antar BUMN dalam Holding Perumahan akan menambah kapabilitas untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan menghadirkan perumahan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Di sisi lain, harga properti terus merangkak naik sehingga sangat menguntungkan bagi perusahaan di masa depan," ungkap Tumiyana.
Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, Holding BUMN Perumahan dan Pengembangan Kawasan nantinya akan di pimpin oleh Perum Perumnas. Saham-saham anggota akan diinbreng masuk ke bawah Perum Perumnas.
Namun dia menegaskan, meski Perum Perumnas menjadi induk holding, pihaknya tidak bisa semena-mena gonta-ganti direksi anggota holding. Kewenangan masih di tangan Kementerian BUMN.
"Grup ini kan grup BUMN yang dimiliki negara. Bukan grupnya Perumnas. Jadi nanti WIKA kami memliki satu lembar tapi power full dwi warna. Perumnas tidak bisa suka-suka ganti direksi WIKA. Itu sudah disahkan hari ini," ujarnya.
Aloysius menjelaskan, memang salah satu imbas dari pembentukan holding adalah lunturnya status persero dari anggota. Namun pemerintah masih menyisakan saham dwi warna dalam anggota holding.
Dengan begitu pemerintah atau Kementerian BUMN masih memiliki hak veto, mulai dari mengganti direksi hingga persetujuan aksi korporasi lainnya.
"Paling tidak ada lima hak veto pemegang saham dalam hal ini negara RI contohnya mengganti bisnis. Misalnya mau jual anak induk tidak hanya kepada direksi Perumnas tapi juga Kementerian BUMN. Kita mengendalikan langsung dan tidak langsung melalui Perumnas," tutupnya.
Aloysius menjelaskan, tujuan utama pembentukan holding BUMN adalah penguatan keuangan perusahaan. Dengan aset hingga modal yang dikonsolidasikan dipercaya BUMN-BUMN bisa semakin kuat.
Dengan keuangan yang semakin kuat, menurut Aloysius, BUMN juga jadi tidak manja untuk meminta Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada pemerintah.
"Justru kita ingin meringabkan beban anggaran negara makanya kita bentuk ini. Kita tidakk ingin mereka minta-minta PMN. Walaupun tidak sekedar minta saja, ada persetujaun dari DPR," ujarnya.
Menurutnya hal itu sudah terbukti dari pembentukan Holding BUMN Tambang. Dengan keuangan yang semakin kuat, holding yang dipimpin oleh PT Inalum (Persero) itu mampu mencari dana untuk membeli saham PT Freeport Indonesia tanpa membebani keuangan negara.
"Lihat apakah Holding Tambang minta tambahan PMN? Tidak kan. Oh tapi kan utang? Iya, tapi kan inalum yang lama mungkin tidak bisa dapat utang US$ 4 miliat. Inalum yang baru size-nya besar mereka mampu dapat pinjaman US$ 4 miliar untuk beli Freeport," ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa pembentukan holding bukanlah cara pemerinyah untuk menyedot dividen dari para BUMN. Menurutnya ketentuan dividen akan tetap sama dengan sebelumnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman