Seiring berjalannya waktu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meremajakan moda transportasi kotanya. Bus Transjakarta diperbanyak untuk melayani warga Ibu kota yang ingin bepergian. Terminal Blok M pun ditata.
Peremajaan moda transportasi perkotaan dan penataan terminal perlahan lahan menggusur eksistensi Metromini serta Kopaja. Terminal Blok M yang dulu sesak dengan Metromini dan Kopaja kini berubah 180 derajat. Tak ada lagi teriakan kenek Metromini dan Kopaja yang berebut penumpang. Juga pedagang asongan yang seliweran di jalur-jalur terminal kini tak nampak lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi Totok hal ini seperti dilema. Pria yang berdagang di salah satu shelter jalur bus di Terminal Blok M itu mengaku omzetnya tak seramai saat masih ada Metromini dan Kopaja. Setelah Metromini mulai memudar eksistensinya, terminal ini menjadi sangat sepi. Sesekali masih ada penumpang yang mampir di warungnya. Namun jumlahnya bisa dihitung jari. Jalur-jalur non Transjakarta pun sudah tidak seramai dahulu, lapang dan sepi yang tersisa kini.
"Saya jualan di mari (di sini) dari zaman ini terminal masih ramai, sampai lupa tahun berapa. Dulu ya lagi itu Metromini, Kopaja, bus-bus kota itu jaya-jayanya ini terminal ramainya bukan main, dagangan saya juga jadi gampang laku ya ketimbang orang beli rokok apa es-es botolan mah banyak dulu yang beli," kata Totok saat ditemui detikFinance, Selasa (29/1/2019).
Totok berkisah saat shelter Transjakarta dibuka di Terminal Blok M, bus-bus kota mulai menghilang satu persatu, termasuk Metromini. Bus-bus yang hilang tersebut juga membuat terminal menjadi sepi dan Totok pun mulai kekurangan pembeli.
"Iya mereka pada tumbang tuh mulai pas Transjakarta mulai masuk, gimana gak, semua rutenya diambil, belum lagi katanya emang mau dihapus kan ya Metromini. Nah penumpang juga lalu lalangnya jadi ke shelter sama ke bawah (underground) doang, lah kita yang di sini makin dikit pembelinya jadinya," ungkap Totok.
"Emang sengaja dimatiin pelan-pelan kali bus-busnya tuh, saya mah sabar saja sudah kalau makin sepi gini, kerjaan ini doang," katanya.
Nada keluhan pun keluar dari mulut Tatang seorang pedagang asongan yang sering keluar masuk bus dan mondar-mandir di sekitar terminal. Tatang pun mengeluh karena hilangnya Metromini dan bus kota lainnya membuat terminal menjadi sepi.
"Ya iyalah makin susah saja kita kalau kondisinya kayak gini, pembeli makin dikit. Saya mau mondar-mandir kek di terminal, mau naik turun kek di bus sama aja hasilnya susah banget dagang sekarang," keluh Tatang.
Tatang menjelaskan pendapatannya menurun drastis karena kondisi ini. Dahulu saat masa jaya Terminal Blok M dirinya bisa mengumpulkan hingga Rp 300 ribu bahkan lebih, kini untuk mencapai angka tersebut sangat sulit.
"Wah lagi jaya-jayanya mah dulu bisa ampe Rp 300 ribu lebih mah bisa-bisa aja, sekarang ya boro-boro, paling banter Rp 150 ribu," kata Tatang.
Sama halnya seperti Totok, Tatang mengatakan kini penumpang di Terminal Blok M kebanyakan hanya lalu lalang di Shelter Transjakarta saja. Hal tersebut menyusahkan dirinya untuk menjajakan dagangan.
"Lihat tuh penumpang mah di shelter doang ramainya bolak-balik. Paling ya sekarang yang beli orang lewat, tukang ojek yang mangkal beli rokok, gitu-gitu doang, saya naik ke dalam busnya juga penumpang cuman dikit, mau nawarin siapa," ungkap Tatang. (dna/dna)