Supir truk yang kebanyakan borongan, ternyata sebagian besar tidak diberikan alokasi khusus tol dari perusahaan logistiknya. Jika lewat tol, maka mereka tak bisa mengantongi uang lebih.
Hal itu pun diakui oleh perusahaan logistik. Mereka juga beralasan dari perusahaan pengguna jasa logistik yang juga enggan memberikan lebih untuk tarif tol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Akbar kondisi saat ini sebenarnya begitu kompleks. Perusahaan pengguna jasa logistik juga enggan dibebankan biaya lebih lantaran kondisi industrinya yang juga masih melesu.
"Jadi bisa kalau ekonomi bagus, daya beli bagus. Kalau sekarang, masih bagus mereka masih bisa produksi, kalau naikin bisa tutup dia. UMP naik, listrik naik. Jadi ini kompleks saling berkaitan multi stakeholder," tambahnya.
Baca juga: Tarif Tol Bandara Soetta Naik Rp 500 |
Akbar mengakui, memang jalur tol akan lebih menghemat waktu pengiriman. Namun perusahaan logistik juga tak bisa memaksakan kehendak ke para supir lantaran tak bisa memberikan ongkos lebih.
"Tol memang harusnya untuk menekan biaya logistik, tapi ini kompleks. Kalau daya beli bagus, usaha oke. Dia bilang mau naikin juga oke," tuturnya.
Menurut Akbar seharusnya tarif Tol Trans Jawa ditetapkan secara bertahap. Selain untuk melakukan penyesuaian, juga bisa membangun kebiasaan bagi para supir.
"Jadi jangan dari awal mahal, bangun dulu kebiasaannya supir. Kalau total tarif Rp 1,3 juta mungkin misalnya awalnya Rp 800 ribu. Supir ngerasain dulu oh enak lewat tol, rest area bagus," tutupnya.
Baca juga: Kata Menteri PUPR soal Truk Ogah Lewat Tol |