Jakarta -
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumpulkan mengumpulkan para pengusaha di Kantor Pusat Direktorat Pajak. Mereka dikumpulkan bukan untuk menagih pajak tapi diajak untuk berdialog.
Acara yang bertajuk 'Dialog Ekonomi dan Kebijakan Fiskal bersama Menteri Keuangan RI', dihadiri oleh ratusan pengusaha yang tergabung dalam 29 asosiasi pengusaha.
Dialog diawali dengan pidato dari Sri Mulyani. Dia menegaskan, bahwa dialog akan lebih dititikberatkan bahwa pemerintah ingin mendapatkan masukan dari dunia usaha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah Sri Mulyani, 3 eselon I Kementetian Keuangan yakni Dirjen Pajak Robert Pakpahan, Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara secara bergantian memberikan paparannya. Setelah itu acara diisi dengan dialog.
Para pengusaha diminta menyampaikan keluh kesah dan harapannya kepada pemerintah. Di samping itu Sri Mulyani juga memaparkan sederet janji insentif untuk pengusaha.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan segera menyelesaikan rencana pemberian insentif atau tax deduction untuk sejumlah perusahaan.
Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan proses penyelesaian sedang dilakukan.
"Kita sudah inisiatif, sedang dalam proses jadi kita akan percepat karena bapak presiden juga mendorong. Jadi ini semata-mata proses saja diantara kita," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan juga ada super deduction tax untuk penelitian dan pengembangan. Super deductible tax adalah insentif yang diberikan kepada perusahaan yang terlibat atau investasi di sektor pendidikan vokasi, serta penelitian dan pengembangan (Litbang/R&D). Jadi perusahaan yang ingin mendapatkan insentif ini harus aktif dalam kegiatan pengembangan dan pendidikan SDM.
"Pokoknya prosesnya segera, ada yang cukup cepat bisa 2 minggu selesai. Kalau harmonisasi antar Kementerian lembaga cepat maka Biasanya kita akan bisa lakukan cepat. Jadi umpamanya inisiator dari Kementrian seperti menteri industri nya juga cepat, kemarin seperti mobil listrik Juga kita lakukan secara cepat," kata dia.
Dia menyebut percepatan ini tak ada kaitannya dengan pemilu. Pasalnya sudah masuk dalam pipeline sejak awal tahun atau akhir tahun lalu.
Sri Mulyani menekankan bahwa pemerintah akan terus mendukung tumbuh kembang ekonomi digital di Indonesia. Pihaknya pun tengah mempersiapkan insentif termasuk pajak.
"Jadi pada dasarnya sesuai dengan paket kebijakan sebelumnya, bahwa ekonomi digital termasuk salah satu sektor yang mendapatkan support dari pemerintah. Termasuk bidang perpajakan," ujarnya.
Namun, lanjut Sri Mulyani, untuk memberikan insentif pihaknya perlu mempelajari kondisi industri ekonomi digital termasuk e-commerce. Dia mengaku pemerintah masih melakukan komunikasi dengan para pelaku.
"Untuk mengetahui ekosistemnya mereka. Sehingga kita juga bisa membuat berbagai pendekatan agar kegiatan mereka itu bisa tumbuh terus, meningkat bahkan," tambahnya.
Saat ini, katanya, asosiasi pengusaha e-commerce yang tergabung dalam idEA tengah melakukan riset untuk diberikan kepada pemerintah. Riset itu dilakukan hingga akhir tahun ini.
"Dari sisi treatment bagaimana perpajakan akan diberikan, termasuk insentifnya itu nanti tergantung dari survei yang mereka sedang lakukan," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan support research & development (R&D) kepada 1.000 start-up melalui Bekraf.
"Jadi support yang sifatnya langsung seperti itu untuk para start-up baru yang kadang-kadang menghadapi permodalan dan bagaimana mereka menghadapi resiko terutama pada resiko kegagalan awal. Itu sedang terus digodok untuk terus bisa mendapatkan treatment dan support yang memang sesuai dengan mereka," terangnya.
Dalam sambutannya Sri Mulyani juga menegaskan, bahwa pihaknya mengumpulkan para pengusaha bukan untuk menagih pajak. Justru pemerintah ingin berdiskusi dengan mereka.
Menurut Sri Mulyani momok dari Ditjen Pajak ataupun Ditjen Bea Cukai dianggap menyeramkan bagi para pengusaha. Sehingga setiap pengusaha diajak bertemu pikirannya selalu negatif
Padahal pemerintah ingin meminta masukan tentang kebijakan fiskal yang akan dibuat. Salah satunya tentang perpajakan.
Sri Mulyani mencontohkan, dia pernah bertanya kepada Staf Ahlinya di Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo bagaimana dampak jika pemerintah menerapkan penarikan pajak baru dan mendapatkan dana.
"Misalnya saya dapat Rp 1 triliun, masuk ke kas negara. Itu bisa dipakai untuk bayar gaji guru, gaji polisi, ada yang untuk bangun jalan, sekolah, rumah sakit hingga subsidi. Coba itu nanti habis saja," terangnya.
Sri Mulyani berfikir, bagaimana dampaknya jika uang Rp 1 triliun itu tidak ditarik oleh negara sebagai pajak dan masih tetap di kantong para pengusaha. Menurutnya bisa saja uang Rp 1 triliun itu lebih bermanfaat bagi perekonomian bila masih di kantong pengusaha.
"Coba kalau Rp 1 triliun itu tetap ada di kantong bapak ibu tidak saya ambil. Terus dipakai investasi baru, jangan-jangan dampaknya lebih bagus buat ekonomi dibanding untuk subsidi yang hilang begitu saja. Atau tambahan gaji tapi birokratnya makin tidak professional," tuturnya.
Kemungkinan itu bisa saja terjadi, namun kata Sri Mulyani, asalkan pengusahanya benar-benar mengembangkan usahanya di Indonesia dengan berinvestasi. Sehingga bisa menambah lapangan pekerjaan.
"Asal jangan dibawa ke luar negeri, kalau iya ya saya ambil. Tapi kalau buka usaha, buka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan dan dapat profit. Itu saya lebih senang," tegasnya.
Jika itu disepakati, Sri Mulyani ingin membuat perjanjian. Sebab menurutnya urusan ekonomi negara bukan main-main.
"Kita tidak main-main, ini serius. Coba kita pikirkan Rp 1 triliun itu tetap di kantong pengusaha vs kantong negara," tutupnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman