Kali ini, kritikan datang dari seseorang yang pernah menjadi menteri dan sekarang memilih masuk dalam barisan oposisi, yakni Sudirman Said.
Eks Menteri ESDM yang kini memperkuat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu mengumbar cerita miring soal pertemuan Presiden Jokowi dengan James Robert (Jim Bob) Moffett pada 6 Oktober 2015 silam. Jim Moffett saat itu masih menjabat sebagai Executive Chairman Freeport McMoRan, induk PTFI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya berhenti membahas soal Freeport, kepada detikFinance, Sudirman Said juga membahas mengenai masalah di balik pembubaran PT Pertamina Energy Trading Ltd atau Petral. Lantas, seperti apa cerita lengkap versi Sudirman Said? Simak wawancara lengkapnya:
Saya ingin terima kasih ke detik tapi saya ingin meluruskan sedikit bahwa kerja saya bukan hanya mengkritik, tapi tetap menjalankan apa yang menjadi kebijakan negara dalam peran apa pun. Dan kalau kebetulan ketemu hal-hal yang perlu diluruskan, kita luruskan. Dan itu sebetulnya bukan karena posisi, memang tugas orang yang berpendidikan harusnya begitu, mau di mana pun ia harus menjaga kepentingan negara, kepentingan bangsa, kepentingan masyarakat.
Jadi kalau nggak pas harus dikoreksi ya?
iya caranya berbeda-beda, kalau di pemerintahan ya tentu dengan pena dengan apa, tapi kalau di luar ya mau tidak mau dengan statement, dengan tulisan-tulisan.
Jadi di tanggal 6 Oktober 2015 yang terjadi kemarin itu sebetulnya tidak lebih dari saya merespon bukunya Pak Simon Sembiring. Jadi Januari kemarin kan Pak Simon Sembiring menerbitkan buku, judulnya Satu Dekade Dasawarsa Nasionalisasi Minerba. Bukunya Baguslah karena ditulis oleh seorang praktisi, tapi juga beliau keilmuan kan, dulu kan memang seorang akademisi juga ngajar sampai hari ini. Jadi sempat saya merespon itu.
Kenapa mesti direspon, karena dalam buku itu dikatakan bahwa, pada surat yang di tanggal yang tertanggal 7 Oktober 2015, yang punya persoalan, satu persoalannya adalah yang menulis menteri, waktu itu saya, dianggap melampaui kewenangan. Tidak pada tempatnya surat yang ditulis. Yang kedua, dikatakan 'loh kok surat tanggal 7, dibalas tanggal 7'. Nah yang ketiga, oleh Pak Simon ditulis, bahwa surat itu dianggap melemahkan posisi pemerintah Indonesia ketika bernegosiasi dengan Freeport kelak. Karena itu saya respon.
Responnya adalah, saya jelaskan kronologis munculnya surat, kemudian pertemuan-pertemuan itu, pertemuan dengan presiden, pertemuan dengan Moffett dan proses penyelesaiannya. Dan saya jelaskan bahwa surat itu dibuat atas perintah Presiden.
Jadi kalau saya harus mendudukkan proporsi bahwa, jangan saya menjalankan tugas atasan, kemudian saya disebut sebagai melemahkan. Itu saya perlu luruskan di masyarakat. Karena buku kan beredar dan dijual di umum. Jadi saya berkepentingan untuk meluruskan itu, dan saya kira Pak Simon menyambut baik lah.
Perintah untuk membuat surat itu dari Presiden pada pertemuan 6 Oktober itu?
Iya betul.
Bisa diceritakan waktu itu pertemuannya itu, perintahnya seperti apa dan pertemuannya seperti apa?
Saya ingat pada waktu itu sebetulnya Freeport sedang dalam keadaan apa, saya sebut cemas kali ya atau bertanya-tanya, ini pemerintah mau ngambil keputusan kapan. Dan saya sangat menjaga untuk tidak bertemu langsung karena biarkan struktur saya bekerja. Maka itu ketika tanggal 6 saya diundang kemudian masuk ke ruangan ada Freeport itu, saya betul-betul kaget.
Yang ngundang Pak Sudirman ke Istana itu Pak Presiden langsung?
Iya lah. Saya dipanggil pagi-pagi, seperti biasa diminta ajudan datang ke Istana kemudian saya datang jam 08.30 pagi dan diminta ketemu. Akhirnya saya dibawa ke ruang kerja.
Nah itu yang menjadi di heboh sekarang itu kan, saya menjelaskan ya memang ada yang menyampaikan 'Pak Menteri pertemuannya tidak ada' begitu. Dan saya tidak pernah menyebut pertemuan rahasia ya. Presiden boleh memanggil siapa saja, kapan saja.
Itu yang memberi tahu bahwa pertemuannya tidak ada itu staf istana, ajudan, atau?
Staf Istana lah, dan menurut saya tidak perlu diungkapkan ya. Karena pegawai biasa dan tentu dia melakukan itu karena ada yang memerintahkan, saya nggak tahu siapa begitu.
Tapi yang penting adalah saya masuk ke ruangan dan terkejut karena sudah ada Jim Moffett yang sebetulnya dengan kita pun sedang dijaga untuk tidak berinteraksi, karena saya tidak ingin didesak-desak terus. Tapi kemudian saya diberitahu ini sudah bicara dan minta tolong dibuatkan surat seperti yang dibutuhkan dia dan silakan dibicarakan suratnya.
Jadi waktu itu di ruangan kerja Pak Jokowi itu Pak Sudirman berapa lama?
Nggak sampai 10 menit. Jadi saya lebih menerima instruksi untuk menyiapkan surat saja, tidak ada diskusi, tidak ada dialog, dan sesudah itu saya bersama Pak Moffett duduk hampir seharian di satu tempat untuk menegosiasikan draft itu.
Instruksi presiden itu untuk membuat surat, draft, sesuai yang dibutuhkan ya. Yang dibutuhkan itu apa?
Yang dibutuhkan itu kira-kira signal bahwa Indonesia akan tetap menjaga kelangsungan investasi kepada siapa pun, termasuk kepada Freeport. Nah karena itu ketika sudah bertemu dengan Pak Jim Moffett di luar, ya beliau menyodorkan draft lah, draft yang mungkin, draft yang dikehendaki. Tapi saya mengatakan 'jangan begitu lah, ini bukan cara saya bekerja' begitu. Kasih tau saya apa yang diinstruksikan Pak Presiden, trus saya siapkan draft yang propper'. Dan dengan itu maka saya menyusun satu konsep yang oleh banyak pihak sebenarnya normatif saja, misalnya kata-kata, barangkali nanti bisa dicari di internet juga, bahwa Indonesia menjamin kelangsungan investasi, karena investasi dibutuhkan. Itu kan statement yang normatif.
Kedua, kita sedang menata regulasi di bidang Minerba. Dan itu bukan hal yang salah karena memang waktu itu kita sedang menata regulasi. Ada rencana perbaikan PP, ada rencana revisi UU Minerba, segala macam. Kemudian poin ketiga kurang lebih, sambil menunggu ini silakan bersiap-siap melanjutkan rencana investasi. Mengapa disebut begitu, karena kita menunggu kapan Anda bangun smelter, kapan mulai mendevelop tambang bawah tanah. Terus yang keempat nanti setelah regulasi selesai ditata kita akan mengambil keputusan sesuai dengan regulasi itu.
Jadi tidak ada satu pun kalimat yang mengatakan Anda diperpanjang, atau Anda diteruskan kontraknya, tidak ada.
Jadi tunggu regulasi Undang-Undang Minerba itu?
Iya. Nah itu, surat itu yang disebut normatif itu sorenya saya tunjukkan ke Pak Presiden kan. Kalau nggak salah tanggal 6 juga. Karena suratnya kan besoknya. Nah, ini sebetulnya cerita ini sudah pernah diungkapkan berbagai media pada waktu itu. Jadi tidak ada yang kurang tidak ada yang lebih, itu lah kejadiannya.
Tapi sekarang ramai karena mendekati Pilpres?
Ya saya tidak tahu, kenapa reaksinya agak berlebihan. Karena sebenarnya ini kan hal yang sudah pernah ada di media. Dan kalau ditrace ketemu lah itu.
Waktu di ruang kerja Pak Jokowi, ketika Pak Jokowi meminta Pak Sudirman menyusun draft dengan Jim Moffett, Pak Sudirman nggak memberi saran?
Nyusun draftnya tidak di ruang presiden. Jadi cuma diberitahu, silakan dibuatkan surat untuk membantu dia, terus silakan dibicarakan di tempat lain. Dan kami mencari tempat lah.
Sebelumnya presiden belum menginformasikan atau menginformasikan bahwa ada Moffett ke situ?
Tidak ada. Dan saya harus mengatakan bahwa terhadap Freeport itu sikap Presiden berubah-ubah dari awal.
Berubah-ubah maksudnya bagaimana?
Di awal pemerintahan beliau mengatakan cepat diputuskan, cepat diputuskan. Tapi pada satu titik mengatakan nggak ada komitmen, jangan dulu, jangan buru-buru. Hati-hati, begitu. Terus suatu ketika kita sedang berunding, tiba-tiba, 'sudah jangan ada komitmen apapun'. Makanya kaget, tiba-tiba beliau menerima yang bersangkutan kemudian perintahnya buatkan surat. Jadi memang kami sebagai pelaksana kebijakan atau yang menavigate di lapangan itu memang harus pandai-pandai membaca, sebetulnya maunya apa.
Soal surat tadi, suratnya tanggal 7, terima surat tanggal 7 dibalas tanggal 7. Itu bagaimana ceritanya?
Iya itu ditulis oleh Pak Simon juga, kok bisa surat tanggal 7 dibalas tanggal 7. Jadi begini, menjelang saya menandatangi surat yang dikehendaki itu, saya kan tidak mau konyol kok tiba-tiba kirim surat, dasarnya apa gitu. Sementara tadi dikatakan bahwa pertemuan dengan presiden tidak ada. Maka itu saya minta supaya kalian bikin surat, ya karena tanggal surat balasan saya tanggal 7, ya suratnya sebelum itu lah, gitu. Maka surat mereka tanggal 7 meminta semacam signal, saya membalas.
Jadi surat dari mereka itu karena saya yang minta, karena saya tidak ingin konyol kok menyampaikan sesuatu tanpa permintaan dari si pemegang Kontrak Karya itu.
Ada 4 poin ya kalau nggak salah dalam surat balasan itu. Dari 4 poin ini apakah menjawab dari permintaan Freeport tadi atau sesuai arahan presiden?
Yang jelas kan itu setengah harian dinegosiasikan, dari setelah keluar dari kantor presiden sampai sore, sampai menjelang saya berangkat ke Istana itu kan memang dibicarakan.
Itu Pak Sudirman berdua doang Jim Moffett atau ada yang lain?
Dia ada lawyernya, saya ada staf khusus. Jadi seluruh diskusi saya punya saksi lah. Saya punya saksi, saya bukan ngarang-ngarang. Saya menyampaikan apa adanya. Jadi setelah selesai, draft itu dikirim ke Amerika segala macam untuk direview, dan mereka terjemahkan dalam bahasa Inggris. Jadi ketika saya berangkat ke, bahkan sebelum saya berangkat ke presiden, saya kembali ke kantor untuk meminta pandangan dari biro hukum, dari Sekjen, mereka mengatakan semuanya aman, nggak ada masalah. Baru saya ketemu presiden sorenya.
Menariknya yang bikin heboh adalah ketika kemudian Pak Sudirman bilang, pernyataan Pak Sudirman ini berbeda dengan yang disampaikan Pak Sudirman pada majalah tambang edisi 2015 lalu?
Dicek saja, dideret statement saya itu, yang berubah apa. Nggak ada yang berubah, saya menjelaskan itu sebagai proses biasa saja, pertemuan juga saya katakan, ya presiden pimpinan tertinggi negara boleh bertemu siapa saja. Kadang-kadang memberitahu, kadang-kadang nggak, ke stafnya, itu biasa.
Tapi menurut saya yang bikin heboh adalah reaksinya. Reaksi daripada pihak yang seolah-olah ini hal yang sangat besar. Padahal sebetulnya kan saya kira biasa saja lah, tadi Pak Presiden bertemu siapa saja dan saya membaca di media juga, presiden mengakui itu. Artinya, ya saya ketemu nggak sekali-dua kali, saya sering kok ketemu chairmannya perusahaan, dirutnya perusahaan, nggak ada masalah. Diakui sama beliau.
Jadi pertemuan itu rahasia atau bagaimana?
Saya tidak menyebut itu rahasia, saya hanya menceritakan proses di mana sebelum saya masuk ke ruang presiden, ada yang mengatakan pertemuan ini tidak ada gitu. Itu saja.
Bukan juga diam-diam ya pertemuannya?
Nanti ditanya kepada yang memberitahu, kenapa mesti begitu, dan apa maknanya gitu. Tapi yang jelas kan follow up dari pertemuan itu saya harus membuat surat. Jadi saya harus menindaklanjuti keputusan yang diambil oleh atasan saya, kan gitu.
Ada juga yang mengatakan bahwa Moffett sengaja ke Indonesia untuk bertemu presiden karena waktu itu harga sahamnya lagi anjlok, jadi lagi turun. Dengan pertemuan itu terbukti setelah pertemuan Moffet dengan presiden yang kemudian Pak Sudirman, harga sahamnya agak naik?
Saya nggak terlalu memperhatikan itu karena kan urusan saya Freeport Indonesia kan. Urusan saya urusan kita, saya kira yang paling penting adalah bagaimana caranya tambang di Papua itu jangan sampai berhenti, karena berbahaya bagi urusan-urusan sosial ekonomi gitu. Lapangan pekerjaan, kemudian kondisi sosial. Bayangkan kalau tambang itu berhenti, Timika juga berhenti beroperasi, dan Papua sangat terpengaruh. Sebagian pekerja itu datang dari Indonesia timur, itu juga pasti kena dampaknya. Jadi saya tidak tahu apakah itu dalam kaitan dengan saham, kan mereka yang tahu. Dan saya tidak pernah bertanya. Pokoknya saya menjalankan instruksi presiden, buatkan surat dan ketika surat dibuatkan, dibicarakan draftnya sampai ujung, mereka menerima itu, ya sudah.
Ada satu lagi ketika draft diserahkan ke presiden, kemudian presiden ada kutipan kalau tidak salah 'Kalau bisa lebih kuat lagi, kenapa nggak?'
Ya itu juga saya ceritakan di, dalam rangka mengklarifikasi buku itu. Saya ceritakan bahwa ketika draft saya sodorkan ke Pak Presiden, komentar presiden 'loh kok begini saja sudah mau, kalau memang mereka mau lebih kuat ya diberi saja'. Artinya, penafsiran saya, bahwa saya sebenarnya boleh memberika satu statemen yang lebih komitel, yang lebih menunjukkan komitmen kita. Tapi saya menjawab ke Pak Presiden, regulasinya kan masih dalam penataan, jadi kita tidak mungkin menjanjikan apapun. Bahkan menjanjikan memperpanjang juga tidak dibenarkan.
Dan dengan begini mereka, presiden, sudah, ya sudah. Cukup aman lah begini.
Waktu itu yang dijanjikan apa?
Tidak spesifik. Tapi kan yang mereka kehendaki adalah arah keputusan perpanjangan. Dan itu tidak mungkin dilakukan.
Dan itu tidak menyiggung 51%. Indonesia akan mengambil 51%?
Nggak, nggak ada diskusi itu. Mungkin saja antara Pak Presiden dan Moffett bicara. Tapi kepada saya tidak menjelaskan itu.
Pernyataan bapak kemudian menjadi viral, menjadi polemik, khususnya karena bapak sekarang menjadi timsesnya 02, ada keteganggan 01, apalagi Pak Sudirman mantan menteri. Kenapa baru sekarang disampaikan, dibuka?
Jawabannya sederhana, karena buku itu baru terbit Januari kemarin. Bersamaan dengan ulang tahunnya Pak Simon.
Bukan karena sakit hati?
Sakit hati karena apa? Saya sering mengatakan begini, perang politik kaya menteri itu tidak boleh dianggap rezeki, karunia, power, itu amanah. Kalau dicopot itu artinya kita dibebaskan dari beban itu. Jadi tanyalah kepada seluruh orang yang menyaksikan saya ketika diberhentikan, reaksi saya, sampai seluruh langkah-langkah setelah itu, ada nggak yang menunjukkan sakit hati.
Tetapi bahwa saya akan terus konsisten membela kepentingan negara, itu sih sebelum jadi apa-apa saya begini. Waktu saya mahasiswa, waktu jadu aktivis, saya begini. Jadi ada yang mengatakan, kok nyebrang ke Pak Prabowo. Saya nggak nyebrang saya bilang, saya di jalan yang sama. Dan ketika saya di jalan lurus kemudian atasan saya mengatakan tidak fit kan, artinya yang berubah bukan saya gitu. Dan saya teruskan ini.
Jadi menurut saya salah itu sama sekali, mengatakan saya begini berubah. Cek trackrecord saya, apa yang saya kerjakan.
Kenapa waktu itu Pak Sudirman nggak langsung mengkoreksi Pak Presiden misalnya, kenapa ini pertemuan rahasia, pertemuannya diam-diam dan hanya Pak Presiden, Moffett, kemudian Pak Sudirman. Apakah lazim sebuah negara untuk memutuskan Freeport hanya bertiga?
Sampai hari ini pun saya tidak pernah menggugat itu kan. Saya hanya mesimulasikan dalam satu diskusi. Kalau kalian mau tanya silahkan tanya. Tapi saya jelaskan kronologisnya, jadi saya tidak pada tempatnya mempertanyakan itu karena bertemu siapa pun, itu haknya seorang presiden. Saya kira beliau lebih tau mana yang patut mana yang tidak patut dan publik silakan menilai.
Sekarang muncul anggapan bahwa justru surat Pak Sudirman per tanggal 7 Oktober yang dinilai memperlemah posisi Indonesia dalam negosiasi dengan Freeport?
Itu sebabnya saya belum menjelaskan dalam forum kemarin itu. Persis ditulis dalam buku itu, bahwa surat itu dinilai melemahkan. Karena itu saya perlu menjelaskan bahwa nomor satu cara atau proses lahirnya surat itu, yang kedua supaya publik tahu bahwa itu bukan inisiatif saya. Kalau saya menjalankan perintah kemudian saya disalahkan melemahkan posisi kan tidak fair lah.
Dan sebetulnya kalau mau propper, sekarang kan katanya sudah diambil mayoritas saham. Ya selesai, nggak perlu lagi ada diskusi-diskusi atau reaksi yang berlebihan dari cerita ini. Ini anggap saja cerita sejarah yang perlu diketahui oleh publik, kemudian ambil sebagai catatan. Itu saja. Seperti Pak Simon menerbitkan bukunya kan. Tapi saya sebagai orang yang mengalami proses itu, membaca itu, berkepentingan meluruskan kepada publik.
Tapi kalau melihat kemarin hasilnya adalah seperti sekarang, yaitu 51% saham Freeport milik Indonesia, Pak Sudirman menilai bahwa surat Anda menjadi dasar kepada perundingan itu, negosiasi itu?
Saya nggak melihat ada hubungan itu karena seperti Pak Jonan tadi atau kemarin menyatakan bahwa, kata Pak Jonan, apa yang dihasilkan sekarang itu kan proses yang awal sama sekali. Jadi saya mungkin harus berasumsi pernyataan itu betul, karena surat itu tidak ada hubungan sama sekali dengan hasil perundingan. Dan sekali lagi perlu diluruskan bahwa apakah surat itu betul melemahkan, kalau memang keadaannya kan sudah mendapatkan 51%.
Waktu itu belum ada rencana sama sekali bahwa Indonesia akan mengambil 51% saham?
Tentu saja sejak bicara mengenai divestasi, kita selalu punya jangkauan ke sana. Bahkan saya sendiri menanyakan kepada salah satu petinggi Freeport. Ini supaya kita terbantu mengambil keputusan, kasih signal kepada kita, bahwa satu ketika Indonesia bisa menguasai 51% atau mayoritas saham. Itu akan sangat membantu kita dalam proses ini, dan saya berlali-kali bertanya soal itu.
Jadi pikiran itu ada tapi tidak sedrastis sekarang lah. Kan nomor satu perlu memberi kesempatan mereka menyelesaikan kewajiban-kewajiban. Lingkungan, kemudian smelter dibangun, investasi di tambang bawah tanah dikerjakan, jadi kan lumayan resikonya tidak digendong kita gitu. Tapi kalau ini semua masih gantung, kemudian sahamnya diambil alih mayoritas, itu artinya resiko itu kan berpindah ke kita sebagian besar. Jadi waktu itu sih bayangan saya begitu.
Dan saya tidak pernah dalam mood saya, dalam posisi menganjurkan pemerintah beli saham Freeport, bahwa uang pemerintah dipakai untuk yang lebih baik. Tapi kan sekarang sudah kejadian seperti itu jadi tidak boleh ada, Pak Jonan mengatakan jangan komentar-komentar lah, saya ikut saja nggak komentar lagi.
Karena waktu itu benar kenapa Moffett ke Presiden Jokowi, karena waktu itu Moffett lagi grillnya mencari dukungan terkait isu Indonesia akan mengambil 51% saham itu ya?
Saya nggak tahu, saya nggak tahu. Dan bahwa Moffett bergaul dengan banyak orang sejak dulu kan, karena dia ke sini kan dari tahun 60an-70, bahkan saya ingat November 2014 ketika sebulan saya baru dilantik, dia kan kortosi lah memberi selamat, ucapan saya begitu pertama kali, 'Pak Moffet, saya menghargai Anda sudah lama bergaul sama orang-orang Indonesia, tokoh-tokoh politik, tokoh-tokoh penting, tapi saya nggak mau ditekan-tekan ya. Kalau Anda ketemu siapa pun, saya diberitahu untuk supaya saya bisa jaga proses dengan baik' begitu.
Jadi saya nggak tahu apakah ketika itu sedang lobi-lobi saya nggak tahu.
Tadi Pak Sudirman mengatakan tidak merekomendasikan pembelian 51% saham Freeport, ini kenapa?
Tidak merekomendasikan seketika. Karena pertama sebaiknya memberi kesempatan pada dunia usaha, malah saya dorong waktu itu kan go public lah. Terus yang kedua sebaiknya sebelum diambilalih saham, Freeport menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang tadi, penyelesaian lingkungan, nanti bisa dicek ke DPR, sekarang mungkin masih ada masalah. Katanya salah satu syarat pengambilalihan adalah diselesaikannya dulu kewajiban lingkungan. Tapi sekarang kan sudah dibebaskan barangkali ya. Kemudian kewajiban untuk bangun smelter harus diselesaikan.
Kalau semua kewajiban itu dilaksanakan ketika kita tidak punya saham mayoritas, artinya kan bebannya ada di Freeport. Perhitungan begitu saja.
Kalau sekarang ternyata sudah diambil 51% berarti bebannya ke?
Nggak boleh komentar. Nggak boleh komentar, hahaha.
Jadi keputusan sudah diambil, kita hargai, dan nanti kita lihat resikonya bagaimana.
Kalau dari sisi keuntungan finansial, apakah jadi pertimbangan Pak Sudirman kemudian tidak merekomendasikan pembelian itu?
Tentu saja, tapi kan sebetulnya saham kita yang 9% sekian itu kan bertahun-tahun juga tidak mendapatkan dividen. Dengan alasan mungkin dijadikan fan untuk pengembangan, jadi ada banyak hal lah yang menurut saya sangat teknis. Jadi mungkin tidak pas diceritakan.
Karena kemarin saya ingat Pak Sudirman mengutip salah satu rilis dari Freeport, bahwa ternyata meskipun kita punya 51%, benefit ekonomi kita, 82% itu justru lari ke McMoran, bukan ke kita?
Itu sebenarnya informasi publik ya, dan saya mendapat dari kolega-kolega lah. Mereka bertanya bagaimana ini, dan saya kira baik untuk dijelaskan pada masyarakat. Karena 100% sahamnya Inalum kan punya negara ya, jadi seluruh tindakannya harus dipertanggungjawabkan ya. Jadi 24 Januari kalau tidak ada salah ada rilis dari Freeport McMoran yang menjelaskan beberapa hal tadi. Dan itu dicari di website, di internet ada.
Di sana dikatakan, meskipun mayoritas saham itu ada di pihak Indonesia, artinya Inalum dan Pemda, tetapi kontrol operasional tetap di tangan Freeport McMoran, dan itu kan memang bisa dilihat di struktur pengurusan. Chairmannya siapa, CEO-nya siapa, begitu. Terus yang kedua dikatakan mayoritas saham di Indonesia tapi 81% benefit ekonomi tetap akan dinikmati Freeport McMoran sampai tahun 2022. Yang ketiga kewajiban bangun smelter dan investasi selanjutnya dilakukan proporsional sesuai jumlah saham.
Jadi terlihat kalau orang awam baca ini, kok sahamnya dipegang mayoritas, tapi benefitnya sebagian besar ke sana, sementara resikonya proporsional. Ini kan menjadu tanya tanya, jadi kita perlu meminta pemerintah dalam hal ini Inalum atau Kementerian BUMN untuk menjelaskan. Ini suara saya sebagai orang yang sedang di oposisi, wajar saja perlu penjelasan karena itu haknya publik. Dan minta penjelasan begini berarti kita benci mau menyerang, biasa saja begitu. Itu lah demokrasi, begitu ada di luar pemerintah ya bertanya.
Kalau seharusnya yang 81 koma sekian persen itu menjadi haknya?
Tidak tahu, karena itu harus dijelaskan kepada publik, isi perjanjiannya apa sebetulnya. Kan begitu kan. Yang tidak pernah terbuka kan itu, isi perjanjian jual beli itu apa. Tentu saja itu diatur dalam perjanjian. Tapi akan lebih kalau detail perjanjian dibuka ke publik saja.
Kalau yang sudah dilihat adalah kontrol manajemen, Pak Sudirman melihat bahwa kontrol manajemen sekarang memang masih ada di McMoran itu, bukan di kita?
Lah kan itu ditulis oleh rilisnya sendiri, diakui oleh Freeport McMoran.
Maksudnya dalam praktiknya sekarang ini?
Saya nggak tahu, karena kan saya orang luar tidak bisa bertanya, tidak bisa, tidak punya hak lah untuk bertanya.
Dari susunan komisaris, direksi, dan sebagainya?
Kalau susunannya kan memang fungsi-fungsi utama dipegang oleh pihak mereka. dan itu itu biasa saja dalam perjanjian. Jadi bisa saja sebagai masa transisi karena tidak mungkin tiba-tiba pindah tapi yang paling penting adalah ini dijelaskan pada masyarakat. Kalau sekarang itu kan kita dapatnya dari luar kemudian ketika ini dibicarakan jadi wacana publik ada yang bereaksi berlebihan itu yang disayangkan.
Pak Sudirman tadi bilang, yang soal Freeport ini tidak ada kaitannya dengan posisi pak Sudirman di oposisi. Tapi saya ingat beberapa waktu lalu Pak Sudirman menyinggung soal Petral, yang menurut Pak Sudirman, Pak Sudirman pernah melaporkan ke KPK tapi sempat dilarang?
Konteksnya sama, konteksnya itu momentum ada forum ya, kebetulan pada waktu diskusi ini menjelang persiapan debat soal energi, terus ada wartawan yang nanya. Jadi saya jelaskan apa adanya, dan bahwa belakangan ada cerita bahwa Pertamina mengirim laporan ke KPK minta langsung itu cerita lain, tapi saya mengalami persis, bahwa saya mengalami tidak dilebihkan tidak dikurangkan.
Bahwa malam itu mendapat pesan dari seseorang untuk bertemu, kemudian orang itu menyampaikan pesan dari Pak Presiden yang untuk laporan ke KPK soal Petral ditunda dulu sekarang fokus pada laporan ke MKD. Waktu itu kan ada dua cerita bersar, satu papa minta saham, satu lagi Petral. Jadi yang Petral ditahan dulu, sebabnya apa saya nggak tahu dan itu Anda bisa tanya ke presiden lah kalau itu betul dari presiden.
Waktu itu belum yakin dari presiden?
Iya orang yang menyampaikan mengatakan itu pesan dari presiden.
Telepon atau ketemu?
Ketemu. karena sebelumnya, sebelum orang itu ketemu dikatakan bahwa temuin orang ini, orang ini bawa pesan dari saya.
Apa yang kemudian membuat presiden meminta untuk menunda itu?
Nggak tahu, hanya beliau yang tahu.
Apakah ada tekanan luar biasa?
Saya nggak tahu, saya nggak bisa jawab. tapi memang suasana politik kan sudah berubah sudah di awal kan kelihatan pak presiden itu full kontrol belakangan kan makin ya namanya perkembangan politik jadi dalam diskusi misalnya 12 menteri memberi warning lah Pak jangan terlalu keras nanti berbalik segala macem Sementara saya bilang ini janji pak presiden untuk membubarkan petral jadi dinamika itu menurut saya perlu secara tepat waktu diketahui publik lah.
Sebenarnya agak nanggung juga ya karena untuk membubarkan Petral itu butuh nyali juga ya, karena presiden sebelumnya, menteri sebelumnya juga nggak berani. Ketika Pak Presiden Jokowi berani membubarkan Petral, kenapa kok auditnya justru dilarang dilaporkan ke KPK?
Makanya itu perlu di diperjelas nanti Apakah itu orang yang diutus itu yang melarang atau memang betul-betul dari presiden.
Kalau isi auditnya ini apa?
Isi auditnya itu kan dikerjakan oleh perusahaan yang cukup bonafit lah, dan bisa mengidentifikasi transaksi siapa, dapat berapa, segala macam. Yang paling menonjol kan ada satu perusahaan yang sering disebut, diasosiasikan dengan yang disebut mafia migas, yang mendapatkan tender atau mendapatkan order pengadaan cukup signifikan begitu. Pengadaan minyak lewat Petral, itu dulu sudah pernah dibahas juga di dalam. Jadi kalau dicek lagi jejak digital itu bukan hal baru, jangan sampai saya ngomong begini, kemudian mengatakan bikin ribut, nggak lah. Wong dulu juga pernah dipublikasikan nggak ada masalah.
Jadi yang berbeda itu bukan saya, tapi yang memandang berbeda sekarang. Kalau yang saya ceritakan sama saja dengan yang dulu saya ceritakan ketika jadi menteri.
Pak Sudirman menghadapi kasus papa minta saham, sementara Petral ini ditunda?
menurut seorang kolega saya, Novanto itu termasuk yang berusaha untuk menahan supaya audit bahkan tidak diteruskan, lewat berbagai jalur lah. Yang cerita pada saya seorang menteri, masa bohong lah, nggak mungkin. Jadi kalau ditanya kok dulu kencang yaitu yang saya sebut dinamika politik. Bukankah Novanto setelah keluar dari DPR karena MKD, kemudian dengan pertolongan sejumlah orang masuk ke kubu Golkar, kemudian masuk lagi ke parlemen kan. Jadi ada situasi politik yang berubah itu yang saya sebut dan belakangan kan terjadi perubahan konselasi, resuffle kabinet dan segala macam. Ya itu dengan gampang orang menyimpulkan itu ada hubungan-hubungan itu.
Waktu kan ada papa minta saham, ada pencatutan nama Pak Presiden oleh Setya Novanto. Pak Sudirman tidak curiga sama sekali bahwa pelarangan ini ada yang mencatut nama presiden?
Mungkin saja tapi kan, kata gusur itu, kita pakai fiqih yang nyata-nyata saja, gitu ya. Apa yang nyata kita hadapi, kalau kita yakin kita jalankan, gitu. Jadi di balik itu ada apa, saya nggak tahu, biarkan tanggung jawab orang itu sama Tuhan saja.
Kalau tidak salah Pak Sudirman juga mendesak agar audit Petral itu dibuka kembali?
Nggak. Nanti umpamanya InsyaAllah Pak Prabowo menang, kemudian Pak Prabowo ada di pemerintahan, saya akan mengusulkan supaya ini diteruskan. Karena nggak perlu dibuka kembali kan, sudah. Apalagi KPK sudah tahu, jadi tinggal bagaimana kita bisa ngepush supaya ada tindak lanjutnya.
Tapi audit Petral itu isinya sudah terbuka semua?
Cukup layak untuk dijadikan bukti awal langkah-langkah hukum
Setelah tidak jadi menteri lagi, Pak Sudirman tidak mempunyai hasil audit itu untuk dilaporkan ke KPK?
Ya kan kita tidak punya kewenangan formal ya, sebagai anggota masyarakat saya kira KPK juga punya jalur banyak lah. Tapi kalau kemudian saya melaporkannya rasanya kurang elok. Apalagi kan apalagi tadi tidak melakukan tindakan-tindakan seperti itu jatuhnya kan selalu dikaitkan sakit hati lah oposisi segala macem jadi saya melakukan hal-hal yang propper saja gitu.
Ini juga bukan karena Pak Sudiman di pihaknya 02, kemudian membuka ini semua terkait 01?
Sekali lagi apa yang terjadi belakangan ini, itu bukan hal baru, hal yang pernah di tulis oleh media, oleh media cetak, oleh media online, dan mungkin juga TV pernah memuat. Jadi kalau dicek ada jejaknya, bukan hal baru.
Kemudian saya sekarang ada di pihak oposisi, katakanlah yang sedang berjuang untuk melakukan pembaruan pemerintahan, itu hal yang normal saja. Bahwa harus terjadi satu dialektika untuk pendidikan publik gitu. Dan juga untuk memperjuangkan hak publik atas segala macam informasi yang perlu diketahui harusnya. Jadi harusnya proses ini dijalankan dengan dingin saja nggak usah pakai kayak gini kan, kalau lihat bahasanya seperti ada yang mengatakan, hanya dua kemungkinan, Pak Sudirman itu pembohong atau penjilat, ya Allah kejam amat ini.
Saya itu nggak bisa jadi pembohong yang sukses karena pembohong yang sukses itu harus bohong terus menerus. Saya nggak bisa kemudian kalau ngomong penjilat ini air liur saya terbatas, jadi nggak mungkin jilat-jilat lah gitu ya. Jadi saya nggak ada tipe begitu.
Sekali lagi sebagai orang yang dididik oleh negara, menurut saya tiap-tiap kita itu punya tanggung jawab, punya tanggung jawab meluruskan apa yang bengkok, memberitahu pada masyarakat apa yang benar di mana pun berada. Tentu saja caranya berbeda-beda, kalau kita berada di dalam kekuasaan, di dalam pemerintahan lewat sistem, kalau kita jadi pernah dia NGO ya lewat opini-opini, lewat proses kayak begini. Kalau di oposisi dia lewat kritik, lewat masukan. Jadi harusnya dinamika itu dihargai bukan kemudian seperti kebakaran jenggot.
Pak sebagai salah satu direktur debatnya Pak Prabowi-Sandi, itu kemarin yang soal Freeport, Petral, itu tidak dijadikan bahan materi untuk debat kemarin?
Saya kira waktu terbatas ya, masalahnya begitu banyak. Waktu 90 menit dibagi dua, dibagi, dikurangi dengan prosedur segala macam, efektif berapa sih. Sementara materinya saja lima. Infrastruktur, energi, pangan, SDA, kemudian lingkungan hidup. Jadi akhirnya Pak Prabowo memilih hal-hal yang prinsip, yang sifatnya filososif, strategi, dan harapannya kan ini bagus, karena misalnya saya tadi ke Gajah Mada itu diundang untuk memaparkan program-program, visi-misi di bidang energi dan pangan. Kemudian sekarang kan TV atau forum-forum kaya membuat elaborasi. Jadi ini bagus. Tapi tidak mungkin semua hal itu bisa dicover oleh kandidat lah.
Jadi memang yang soal Petral sama Freeport tidak dimasukkan dalam briefing dalam menjelang debat Pak Prabowo?
Kita Jelaskan situasinya. Tapi itu kan kasus yang sangat elit, yang tahu juga tidak banyak kan. Jadi kita memilih poin-poin yang memang di tunggu oleh masyarakat banyak pertanian, pangan, pupuk, kemudian bagaimana nelayan kita bangun itu yang harus jadi perhatian.
Pada kaitannya kemudian karena tidak muncul di debat, setelah debat ingin dimunculkan?
Ya itu kan pandangan boleh-boleh saja, tapi saya kira proses kampanye, ini debatkan bukan satu-satunya proses. Debat itu itu hanya 5 kali berlangsung bergantian presiden dam wakil presiden, dan waktunya terbatas, sudah pasti tidak mungkin mengcover semua hal. Dan wajar saja bila semua belum dicover kita munculkan di luar. Itu juga proses yang sehat saja dari pihak 01 petahana juga boleh begitu.
Pak Sudirman yang masih menjadi misteri adalah siapa yang sebenarnya mencegah Pak Sudirman untuk melaporkan hasil audit Petral ini ke KPK?
Ya mungkin belum perlu disebut kali ya, nanti-nanti saja lah. Tapi orang itu, orang yang penting, orang yang dipercaya presiden.
Selevel menteri atau?
Mungkin ya selevel menteri. Nanti lah pada waktunya diceritakan.
Sekarang masih menjabat?
Nggak di tempat yang sama. Ini kaya teka-teki saja.
Lalu soal Freeport tadi, yang pertemuan itu menarik juga, pertemuan yang dengan Moffet yang pagi pada tanggal 6 Oktober itu, selain Pak Sudirman, presiden, dan Jim Moffet, ada menteri lain yang tahu?
Tidak ada, kan saya jelaskan sebelum masuk ruangannya pun diberi pesan ini tidak ada. Jadi mungkin maksudnya tidak tercatat karena itu tidak ada pihak lain yang di situ.
Dan waktu itu, lewat ajudannya tidak diberitahu bahwa ini soal Freeport sehingga Pak Sudirman tidak telepon dulu ke Menko atau konsultasi ke Menteri Koordinator Maritim?
Kadang-kadang begitu dipanggil, ketemu, begitu saja. Terus itu proses biasa saja, sering begitu kok.
Freeport sudah 51% menjadi milik Indonesia, kemudian Petral sudah dibubarkan, menurut Pak Sudirman ini suatu langkah kebijakan Pak Jokowi yang positif atau bagaimana?
Ini suatu progres, suatu pencapaian Indonesia dan tidak ada keputusan yang sempurna. Tetapi yang mesti dijaga adalah konsistensi dari bagaimana reformasi sektor ini itu satu prestasi. Tapi sebetulnya pr-nya kan masih banyak. Umpamanya kan kalau kita bicara energi, listrik dan minerba itu, dari mulai kilang, listrik, kemudian energi terbarukan, bagaimana Pertamina, bagaimana PLN.
Tapi ini kan banyak sekali. Misalnya apa kabar Kilang Masela, keputusannya waktu itu sangat politis sehingga begitu diambil keputusan proyeknya terhenti. Itu investasi US$ 25 miliar. Kemudian kilang Pertamina yang dulu ada rencana 6 proyek, sekarang juga tidak ada kaba. Kemudian listrik 35.000 Megawatt, barangkali sepertiga, barangkali yang selesai mungkin juga nggak sampai.
Renewable energi, saya berkali-kali di mana-mana mengatakan dengan percaya diri, bahwa kebijakan terakhir terhadap energi baru terbarukan itu membunuh industri energi baru terbarukan. Karena tarifnya sangat tidak menarik, tidak ada insentif segala macam. Begitupun soal-soal yang berkaitan dengan hulu. Jadi ada banyak masalah yang sebetulnya dulu dalam desain pembenahan energi itu tidak berjalan. Malahan menurut saya, dan itu ditulis dalam media The Economist, oleh banyak media internasional, justru kebijakan-kebijakan populis itu kemudian membuat ekonomi kita menjadi terkendala pertumbuhannya dan yang disebut fundamental reform tidak terjadi, dan itu dari segi perencanaan ke depan itulah PR kira bersama. Siapapun yang memerintah nanti dan mudah-mudahan Pak Prabowo terpilih maka itu PR kita yang harus kita kerjakan.
Sudah siap menduduki posisi Menteri ESDM lagi kalau Pak Prabowo terpilih?
Nggak lah, saya kan sekarang politisi. Saya sekarang maju sebagai Caleg, dan saya mengatakan yang terbaik itu kalau menteri sektor tertentu diserahkan pada teknokrat terbaik. Energi itu harus teknokrat, ekonomi harus teknokrat, industri sebaiknya teknokrat. Supaya tidak dicurigai berafiliasi dengan kepentingan politik. Tapi menurut saya mengatakan 'i am non qualified untuk duduk di sana lah'. Saya kepingin menekuni bidang baru sebagai politisi.
Pak Sudirman, ini terkait dengan posisi Pak Sudirman yang kemudian tiba-tiba diakhiri tugasnya sebagai menteri, kalau Pak Sudirman mengatakan kan diakhiri tugasnya Pak Jokowi?
Bukan diakhiri, lulus dipercepat.
Kalau lawan politik bilangnya dicopot atau diberhentikan, tapi kalau Pak Sudirman lulus dipercepat. Ada nggak kaitannya dengan Pak Sudirman yang lulus dipercepat ini dengan sikap Pak Sudirman yang kritis soal Freeport, dengan Masela, soal Petral ini?
Saya nggak tahu ya, karena sekali lagi, diangkat, diberhentikan itu hak presiden, pertimbangannya apa, hanya presiden dan Gusti Allah yang tahu. Tapi boleh dicek ke semua orang, saya tidak pernah sedikitpun merasa negatif ya.
Saya berterimakasih kepada Pak Presiden diberikan kesempatan mengabdi kepada negara, jadi salah kalau orang berpikir kalau saya itu menyimpan perasaan negatif apalagi sakit hati. Nggak ada. Saya bercerita di mana-mana, anak saya itu berkomentar ketika saya berhenti, 'Thanks god, you back to be human again'. Terimakasih alhamdulillah kamu jadi manusia normal lagi.
Jadi menurut saya kita harus mulai meyakini, menyebarluaskan pandangan bahwa, yang namanya jabatan, keuasaan itu tanggung jawab, bukan berkah, bukan rahmat, bukan rezeki. Yang membuat orang itu curang karena itu kan. Kekuasaan dianggap rezeki, ini begitu duduk, ngaco gitu. Saya ini sedang terus menguji diri sendiri, bisa nggak tahan terus menerus begini, karena menurut saya nggak ada yang.. ketika saya diangkat jadi menteri, diberhentikan atau diangkat jadi Dirut Pindad, sama saja nggak ada hal yang luar biasa. Seperti itu.
Masih sering ketemu Pak Jokowi?
Ketemu di berbagai acara. Debat kemarin saya bersalaman dengan baik, nggak ada sedikit pun saya merasa harus punya felling negatif. Di KPU bertemu, salaman dengan Ibu Iriana segala macam, dan saya samper itu ketika debat saya samperin. Karena saya, beliau kan atasan saya, dan presiden kita. Jadi saya tetap memberi respect pada siapapun yang pernah bekerja dengan saya, dan pada... bahka saya menuju Pilkada Jateng pun saya masih pamit lewat orang-orang sekitarnya. Saya minta izin mau meneruskan ini, gitu.
Tidak langsung dengan Pak Presiden ya?
Ya nggak lah, beliau sibuk. Jadi insyaAllah saya jaga hubungan ini dan harus dibedakan dengan urusan pibadi dan urusan publik. Jadi kalau dibikin enteng katanya nggak boleh baperan, karena is a public domain. Public domain itu ya urusan masyarakat, kalau hati itu urusan pribadi. Kalau masih bawa-bawa hati, nggak usah masuk politik saja, gitu.