Tudingan SS Soal Freeport untuk Jokowi

Tudingan SS Soal Freeport untuk Jokowi

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 26 Feb 2019 08:02 WIB
Tudingan SS Soal Freeport untuk Jokowi
Foto: Ardhi Suryadhi
Jakarta - Divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) kembali ramai diperbincangkan publik. Itu tak lain karena kritik yang dilontarkan oleh eks Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said.

Mantan pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kini satu barisan dengan calon presiden (capres) Prabowo Subianto itu mengumbar cerita miring soal pertemuan Jokowi dengan James Robert (Jim Bob) Moffett pada 6 Oktober 2015 silam. Jim Moffett saat itu masih menjabat sebagai Executive Chairman Freeport McMoRan, induk PTFI.

Sudirman menilai pertemuan antara Jokowi-Moffett itu bukanlah pertemuan normal layaknya pertemuan biasa. Sebab menurutnya, pertemuan antara Jokowi dan Moffett ini membuat divestasi saham PTFI itu tak sepenuhnya menguntungkan Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya itu, Sudirman juga menilai sikap Jokowi berubah-ubah terkait Freeport. Berikut berita selengkapnya dirangkum detikFinance:
Sudirman Said atau biasa disebut SS mengatakan, sikap Jokowi atas PTFI berubah-ubah. Bahkan, sejak awal pemerintahan.

"Dan saya harus mengatakan bahwa terhadap Freeport itu sikap Presiden berubah-ubah dari awal," kata Sudirman dalam blak-blakan bersama detikFinance, Jakarta, akhir pekan lalu.

Dia menerangkan, mulanya, Jokowi ingin keputusan soal PTFI diambil segera. Kemudian, pada titik tertentu, Jokowi ingin agar keputusan diambil secara hati-hati.

"Di awal pemerintahan beliau mengatakan cepat diputuskan, cepat diputuskan. Tapi pada satu titik mengatakan nggak ada komitmen, jangan dulu, jangan buru-buru. Hati-hati, begitu. Terus suatu ketika kita sedang berunding, tiba-tiba, 'sudah jangan ada komitmen apapun'," ujarnya.

Kemudian, Sudirman dibuat kaget oleh instruksi Jokowi yang meminta untuk membuat surat.

"Makanya kaget, tiba-tiba beliau menerima yang bersangkutan kemudian perintahnya buatkan surat. Jadi memang kami sebagai pelaksana kebijakan atau yang menavigate di lapangan itu memang harus pandai-pandai membaca, sebetulnya maunya apa," ujarnya.


Sudirman Said menceritakan Jokowi bertemu dengan Jim Moffett pada 6 Oktober 2015 silam. Saat itu, Jim Moffett masih menjabat sebagai Executive Chairman FreeportMcMoran, induk PTFI.

Sudirman Said yang mengaku menjadi saksi dalam pertemuan 'rahasia' itu mengatakan dipanggil Jokowi ke Istana Presiden pada 6 Oktober 2015 sekitar pukul 08.30 pagi. Saat itu, dia mengaku kaget bila di ruang kerja Jokowi telah ada Jim Moffett.

"Saya dipanggil pagi-pagi, seperti biasa diminta ajudan datang ke Istana kemudian saya datang jam 08.30 pagi dan diminta ketemu. Akhirnya saya dibawa ke ruang kerja," kata Sudirman.

"Saya ingat pada waktu itu sebetulnya Freeport sedang dalam keadaan apa Saya sebut cemas kali ya atau bertanya-tanya, ini pemerintah mau ngambil keputusan kapan. Dan saya sangat menjaga untuk tidak bertemu langsung karena biarkan struktur saya bekerja. Maka itu ketika tanggal 6 saya diundang kemudian masuk ke ruangan ada Freeport itu, saya betul-betul kaget," sambungnya.

Saat itu, Sudirman mengatakan bahwa seorang staf Istana mengatakan padanya bahwa pertemuan Presiden Jokowi dengan petinggi Freeport itu 'tidak ada'. Sudirman sendiri mengaku tak jelas maksud dari pertemuan 'tidak ada' tersebut.

"Nah itu yang menjadi di heboh sekarang itu kan, saya menjelaskan ya memang ada yang menyampaikan 'Pak Menteri pertemuannya tidak ada' begitu. Dan saya tidak pernah menyebut pertemuan rahasia ya. Presiden boleh memanggil siapa saja, kapan saja," ujarnya.

Sudirman sendiri mengaku tak lama berada di ruangan Jokowi, hanya 10 menit. Kemudian, kata Sudirman, dirinya diminta membuat sebuah surat oleh Jokowi. Setelah itu Sudirman pergi bersama Jim Moffett untuk membahas surat yang diminta oleh Jokowi.

"Tapi kemudian saya diberitahu ini sudah bicara dan minta tolong dibuatkan surat seperti yang dibutuhkan dia dan silakan dibicarakan suratnya. Nggak sampai 10 menit. Jadi saya lebih menerima instruksi untuk menyiapkan surat saja, tidak ada diskusi, tidak ada dialog, dan sesudah itu saya bersama Pak Moffett duduk hampir seharian di satu tempat untuk menegosiasikan draft itu," cerita Sudirman.

Sudirman mengatakan, surat yang diminta oleh Jokowi itu berisikan tentang keberlangsungan investasi Freeport di Indonesia. Namun dalam surat itu tidak ada satu kalimat pun yang menyatakan bahwa kontrak Freeport di Indonesia diperpanjang.

Saat membahas surat tersebut, Sudirman Said mengaku ditemani oleh staf ahli. Sementara Jim Moffett ditemani pengacaranya.

"Dan dengan itu maka saya menyusun satu konsep yang oleh banyak pihak sebenarnya normatif saja, misalnya kata-kata, barangkali nanti bisa dicari di internet juga, bahwa Indonesia menjamin kelangsungan investasi, karena investasi dibutuhkan. Itu kan statement yang normatif," katanya.

"Kedua, kita sedang menata regulasi di bidang Minerba. Dan itu bukan hal yang salah karena memang waktu itu kita sedang menata regulasi. Ada rencana perbaikan PP, ada rencana revisi UU Minerba, segala macam. Kemudian poin ketiga kurang lebih, sambil menunggu ini silakan bersiap-siap melanjutkan rencana investasi," sambung dia.

Setelah membuat surat tersebut bersama Jim Moffett, pada hari yang sama Sudirman kembali menemui Jokowi.

"Surat itu yang disebut normatif itu sorenya saya tunjukkan ke Pak Presiden kan. Kalau nggak salah tanggal 6 juga. Karena suratnya kan besoknya. Nah, ini sebetulnya cerita ini sudah pernah diungkapkan berbagai media pada waktu itu. Jadi tidak ada yang kurang tidak ada yang lebih, itu lah kejadiannya," ujarnya.

"Jadi setelah selesai, draft itu dikirim ke Amerika segala macam untuk direview, dan mereka terjemahkan dalam bahasa Inggris. Jadi ketika saya berangkat ke, bahkan sebelum saya berangkat ke presiden, saya kembali ke kantor untuk meminta pandangan dari biro hukum, dari Sekjen, mereka mengatakan semuanya aman, nggak ada masalah. Baru saya ketemu presiden sorenya," tutur Sudirman Said.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Johnny G Plate mempertanyakan apa yang salah dari sikap Jokowi. Sudirman Said sebelumnya menyatakan, sikap Jokowi berubah-ubah soal PTFI.

"Kalau bilang cepat bagus nggak, kalau bilang hati-hati bagus nggak, kalau bilang jangan ada kepentingan kelompok bagus nggak? Apa salahnya?," kata Johnny kepada detikFinance, Senin (25/2/2019).

Dia mengatakan, tanpa seorang pemimpin yang kuat dan konsisten seperti Jokowi, akuisisi tidak berjalan lancar. Sebab itu, dia mengapresiasi langkah-langkah yang telah ditempuh Jokowi.

"Tanpa seorang pemimpin yang kuat yang konsisten, yang mempunyai leverage internasional, divestasi seperti itu nggak bisa lancar, dan Pak Jokowi menjalani dan melaksanakan dengan baik untuk kepentingan bangsa dan negara," paparnya.

Johnny pun enggan mengomentari Sudirman Said lebih jauh. Menurutnya, Sudirman bukan calon presiden (capres) sehingga buang-buang waktu.

"Saya nggak mau komentari Sudirman Said, karena Sudirman Said bukan capres nggak guna buang-buang waktu komentari dia," ujar politikus Partai Nasdem itu.

Terlebih, dia bilang, kebijakan yang dia tempuh saat menjabat Menteri ESDM belum tentu akan sesukses seperti sekarang ini.

"Apalagi komentar Sudirman Said hanya sepenggal saja yang belum tentu kebijakan yang dia pakai dulu atau di zaman dia sama dengan sekarang. Karena apa, menurut Jonan (Menteri ESDM) dia mengawali semuanya dengan baru dan cepat," terangnya.

"Saya memberikan apresiasi Pak Jokowi, dibantu para menteri terkait divestasi itu di antaranya Pak Jonan, Bu Sri Mulyani, dan Ibu Rini Soemarno, pasti ada tim dan orang ahli di dalamnya," tutupnya.


Hide Ads