Bareng Dua Negara, RI Mau Diskusi soal Kampanye Hitam Sawit

Bareng Dua Negara, RI Mau Diskusi soal Kampanye Hitam Sawit

Achmad Dwi Afriyadi, Puti Aini Yasmin - detikFinance
Selasa, 26 Feb 2019 18:56 WIB
Foto: DW (News)
Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution hari ini mengadakan rapat untuk persiapan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) atau pertemuan negara produsen minyak sawit dengan Malaysia dan Kolombia.

Rapat tersebut dilakukan bersama Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan dan Direktur Eksekutif CPOPC Mahendra Siregar selama 2,5 jam.

Menurut Mahendra, dalam pertemuan CPOPC pihaknya akan melakukan pembahasan tentang kampanye hitam terhadap sawit RI di Uni Eropa, yakni soal enewable energy directive (RED) II. Kampanye tersebut menyuarakan pada 2021 tidak menggunakan minyak sawit sebagai campuran biodiesel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengungkapkan ada empat poin yang akan dibahas, pertama mendorong pemanfaatan sawit untuk biofuel. Sebab, anggota dalam pertemuan tersebut akan berkomitmen meningkatkan penggunaan sawit untuk biofuel.

"Misalnya mendorong pemanfaatan sawit bagi biofuel. Di waktu lalu keliatan Indonesia seperti jalan sendiri dan yang yang lain belum membuat komitmen yang kuat dan Malaysia sudah kuat dan sudah mulai membahas peningkatan setelah ini masuk B20 dan Indonesia sudah masuk ke trail masuk B30," kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (26/2/2019).

Kemudian, pertemuan itu juga didorong untuk meningkatkan investasi khususnya untuk pengembangan dari biofuel. Dengan begitu harapannya investasi semakin seimbang dengan pembangunan industri biofuel.

Selanjutnya, kata Mahendra, pertemuan tersebut juga diharapkan mampu meningkatkan koordinasi standar internasional.

"Ketiga, juga supaya kita meningkatkan koordinasi untuk kerja sama di bidang standar apakah itu terkait pembahasan internasional dan itu juga makin maju dan makin baik perkembangannya terkait standar dan concern utama produsen dan konsumen," papar dia.

Terakhir, membahas terkait antisipasi atas kebijakan Uni Eropa mengeluarkan RED II. Sebab, hal itu dinilai akan menyulitkan negara-negara produsen kelapa sawit.


"Tentu juga respons bersama terhadap perkembangan terkait kebijakan Eropa yang kita lihat draftnya dan sekarang dalam proses dalam untuk konsultasi publik dan ada hal-hal yang perlu kita waspadai dan cermati dan antisipasi tepat," katanya.

"Kita lihat ini draft (RED II) diskriminatif dan menyulitkan mengeluarkan sawit dari pemenuhan biofuel atau energi. Jadi mesti direspons sangat baik karena risiko besar bagi negara produsen sawit," sambung dia.

Dengan itu, ia berharap agar pertemuan yang akan digelar di Jakarta pada 27-28 Maret ini menghasilkan keputusan netralisasi atas kampanye hitam sawit tersebut.

"Ada pernyataan bersama terkait keseluruhan termasuk RED II. Kita mengupayakan dan mengambil langkah untuk menetralisir kebijakan," tutup dia.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan pemerintah bersama pengusaha kelapa sawit tengah menyusun strategi untuk menolak implementasi RED II Uni Eropa. Di mana, dalam kebijakan tersebut, minyak sawit Indonesia masuk kategori berisiko tinggi terhadap penggundulan hutan (high risk deforestation).

Oleh karenanya, kata dia, pengusaha dan pemerintah sedang berdiskusi untuk melawan implementasi RED II tersebut.

"Kita lagi mau mendiskusikan gimana merespon delegate act. Kita baru mau mutusin bahwa kita akan merespon itu. Bagaimana merespons, kita akan mendiskusikan berbagai pihak, koordinasi, kementerian juga karena ujung-ujungnya harus Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang menjadi corong ke depan," kata dia usai rapat di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Jakarta, Selasa (26/2/2019).

Dia mengatakan, kebijakan Eropa ini menjadi perhatian Indonesia. Lantaran, kebijakan ini akan memberikan dampak besar.

Joko menambahkan, Indonesia dan Malaysia sendiri telah memutuskan untuk tidak terlibat dalam pembahasan-pembahasan di dalamnya.

"Soal RED II Eropa harus menjadi perhatian, kalau benar-benar diberlakukan impactnya cukup besar bagi Indonesia, sehingga kita harus memperhatikan. Sementara Indonesia dan Malaysia untuk tidak involve dalam pembahasan-pembahasannya. Jadi, respon ini sebagai sekadar respon, merespon bahwa kita tidak setuju atas konsep di dalam delegate act itu," ungkapnya.

(/fdl)

Hide Ads