Dalam debat ketiga, masing-masing Cawapres diharapkan bisa memberi solusi konkret dalam menyelesaikan persoalan, terutama di sektor pekerjaan.
Debat ketiga nanti akan diselenggarakan pada 17 Maret 2019 di The Sultan Hotel, Jakarta Pusat. Lantas, isu apa saja yang perlu diperhatikan oleh kedua Cawapres nanti? Simak berita lengkapnya dirangkum detikFinance, Sabtu (16/3/2019).
Isu yang akan Ramai Dibahas
Foto: Fuad Hasim
|
"Di sisi lain ada Perpres 20 tahun 2018 yang mempermudah masuknya tenaga kerja asing. Ini menimbulkan polemik di saat 7 juta orang penduduk masih jadi pengangguran," katanya kepada detikFinance.
Kemudian yang kedua, ialah mengenai isu tenaga kerja alih daya atau outsorching yang belum diselesaikan. Menurut Bhima, permasalahan outsourcing ini dinilai mengeksploitasi pekerja dengan sistem kontrak.
Selanjutnya yang ketiga ialah persoalan tentang pengupahan. "Polemik soal PP 78 tahun 2015 berkaitan dengan kenaikan upah minimum dianggap kurang berpihak pada buruh," kata Bhima.
Kemudian yang terakhir, lanjut Bhima, isu tentang sekolah vokasi. Sebab, Bhima mengatakan, saat ini tingkat pengangguran yang tertinggi masih didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Pengangguran Jadi Isu 'Panas'
Foto: Fuad Hasim
|
Saat ini tingkat pengangguran memang terus mengalami penurunan, tapi di sisi lain lapangan kerja utama seperti sektor pertanian dan pertambangan juga tak banyak menyerap sumber daya manusia.
"Data hasil olahan INDEF menyebut periode 2015-2017 rata-rata serapan tenaga kerja pertanian turun 700 ribu orang per tahun. Pertambangan turun 50 ribu orang per tahun dan sektor konstruksi hanya bisa serap sekitar 130 ribu orang per tahunnya," kata Bhima.
Menurut data INDEF, penurunan tingkat pengangguran kian lamban. Sejak 2007, tingkat pengangguran terbuka berada di single digit, yakni 9,11%. Namun setelahnya, tingkat pengangguran hingga Agustus 2018 hanya turun hingga 5,34%.
Selain itu, kata Bhima, saat ini tingkat pengangguran masih didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mencapai 11% dari total pengangguran. Di sisi lain program pemerintah tentang pendidikan vokasional yang ada masih belum memenuhi kebutuhan industri.
Penurunan Angka Pengangguran Berjalan Lambat
Foto: Fuad Hasim
|
"Pengangguran angkanya memang selalu turun. Trennya memang turun, dari 2005," kata Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance Eko Listiyanto..
Meski begitu, Eko mengatakan, penurunan tingkat pengangguran terus melambat dari waktu ke waktu. Pemerintah dinilai semakin kesulitan untuk dapat menurunkan jumlah pengangguran yang ada.
Eko mencontohkan, di era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyoni (SBY). Pada periode pertama pemerintahan SBY dapat menurunkan tingkat pengangguran dari dua digit menjadi satu digit. Tapi, lama kelamaan penurunan tingkat kemiskinan kian melambat.
Hal ini juga terjadi hingga periode Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Pak SBY periode 1 bisa turun dari double digit ke single digit, sampai ke 7,87%. Tapi setelah itu mulai agak susah menurunkan tingkat pengangguran. Memang periode Pak SBY yang kedua juga lebih susah," kata Eko.
"Kemudian di era Pak Jokowi juga sudah. Ada sedikit penurunan, cuma angkanya lebih kecil," sambungnya.