Jumlah utang pemerintah pusat ini dipengaruhi dengan strategi frontloading pemerintah atau penerbitan utang di awal tahun yang sudah dilakukan pada tahun sebelumnya pada penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan dilanjutkan kembali. Dengan demikian, penerbitan utang sampai dengan akhir tahun menjadi lebih sedikit.
"Frontloading untuk mengantisipasi dinamika global. Jadi sampai akhir tahun bisa lebih leluasa untuk pembiayaan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (19/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dirinci, utang pemerintah yang sebesar Rp 4.566,26 triliun itu terdiri dari pinjaman yang sebesar Rp 790,47 triliun dan surat berharga negara (SBN) Rp 3.775,79 triliun.
Pinjaman yang sebesar Rp 790,47 triliun itu terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 783,33 triliun dengan rincian, pinjaman bilateral Rp 322,86 triliun, multilateral Rp 418,82 triliun, komersial Rp 41,66 triliun. Sedangkan pinjaman dalam negerinya sebesar Rp 7,13 triliun.
Untuk SBN yang sebesar Rp 3.775,79 triliun, terdiri dari denominasi rupiah Rp 2.723,13 triliun degan rincian SUN Rp 2.260,18 triliun, SBSN Rp 462,95 triliun.
Selanjutnya, denominasi valas sebesar Rp 1.052,66 triliun dengan rincian SUN Rp 817,82 triliun dan SBSN sebesar Rp 234,84 triliun.
Baca juga: Defisit Anggaran Bengkak Jadi Rp 54,6 T |
Simak Juga "Luhut Blak-blakan Bicara Utang Negara":