Desa Pasir Putih Pulau Messah Kecamatan Komodo berjarak sekitar sejam dari Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Pulau ini dihuni oleh 1.969 jiwa dan 484 kepala keluarga. Hanya sekitar 200 kepala keluarga saja yang menyewa listrik dari diesel yang dimiliki sejumlah warga di sini. Listrik itu menyala dari pukul 18.00 WITa hingga 06.00 WITa, namun sering mati dan hidup lagi alias byarpet.
"Bayangkan saja, bayar listrik Rp 10 ribu per malam. Kadang nyalanya kecil tapi mati-hidup mati-hidup. Televisi-televisi warga banyak yang rusak, layarnya jadi garis-garis, banyak sekali yang mengalami itu," kata Sekretaris Desa Pasir Putih, Jufri Aburairah, kepada detikcom sambil menanti orang PLN yang kabarnya mau datang, Kamis (28/2/2019) siang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setengah dari jumlah rumah warganya bahkan tidak berlistrik. Mereka memanfaatkan lampu minyak sebagai penerang gulita. Padahal di zaman ini, akses informasi dan teknologi dibutuhkan masyarakat. Sulit dibayangkan bagaimana mengakses teknologi tanpa ada listrik. Selain itu, nelayan juga butuh listrik untuk menunjang hidup mereka.
"Masyarakat di sini adalah masyarakat nelayan, jadi mereka butuh es. Mereka ingin bikin es batu supaya tidak perlu ke Labuan Bajo menghabiskan ongkos ojek kapal Rp 20 ribu hanya untuk beli es yang satu plastik seharga Rp 2 ribu," tutur Jufri.
Biaya membayar listrik dan membeli es masih harus ditambah biaya membeli air. Di Pulau Messah, warga membeli air per jeriken isi 20 liter seharga Rp 2.500,00. Biasanya, satu rumah menghabiskan empat jeriken sehari. Air bersih itu digunakan untuk minum, memasak, dan mandi dengan cara khusus. "Masyarakat di sini mandi cepur, yaitu mandi dulu di laut kemudian dibilas pakai air tawar," kata dia.
Siang hari, tim PLN dari Wilah NTT yang sudah ditunggu Jufri ternyata benar-benar datang. Mereka adalah tim Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup/Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL) dari Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana Kupang yang digandeng PLN NTT.
"PLN mengatakan listrik akan menyala sebelum lebaran. Ini yang kami tunggu-tunggu," kata Jufri sembari berdiri melangkah menyalami para utusan PLN itu.
Para petugas PLN itu kemudian naik ke atas bukit belakang permukiman di siang hari yang terik ini. Dari titik yang memungkinkan seseorang memandang 360 derajat ke lautan yang mengelilingi pulau, PLN akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Ada dua orang tim UKL/UPL yang mengaktifkan alat pengambil sampel udara (Air Sampling Pump) untuk melihat kondisi udara kawasan ini sebelum dipasangi PLTS.
![]() |
Tahap yang kini dilakukan adalah tahap penelitian dan sosialisasi. Terlihat di balai warga, bapak-bapak yang berkumpul sudah tidak sabar menyambut listrik yang lebih baik di desanya.
"Jadi ini pertama sosialisasi berkaitan dengan upaya pemantauan lingkungan hidup sebelum ada pembangunan PLTS. Kami dipercaya PLN Wilayah NTT untuk memastikan dokumen lingkungan hidupnya," kata Ketua TIM UKL/UPL dari Universitas Undana, Frans Likaja.
Baca berita lainnya mengenai Teras BRI Kapal Bahtera Seva di Ekspedisi Bahtera Seva.
(dnu/hns)