Mata uang garuda ini memang sempat bergejolak pada 2018 lalu hingga menyentuh Rp 15.000-an namun kembali menguat pada awal tahun ini.
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Rian Kiryanto menjelaskan hal tersebut terjadi karena aliran modal asing terus masuk ke Indonesia. Namun aliran modal ini tidak sederas di negara lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan di Thailand, dana asing masuk ke negaranya mencapai 2,5% terhadap PDB di tahun lalu, meningkat dari 2017 yang hanya 1,8% terhadap PDB.
Begitu juga dengan Vietnam yang aliran asing masuk ke negaranya mencapai 6,5% terhadap PDB d 2018, meningkat dari tahun sebelumnya 6,5% terhadap PDB.
Negara yang dana asingnya turun hanya Malaysia, yakni dari 3,0% di 2017 menjadi 2,1% di 2018.
"Tetangga itu membesar juga. Kita harusnya bisa lebih besar, kita sudah investment grade, harusnya lebih besar dari ini," jelasnya.
Meski demikian, Ryan menuturkan masih ada sejumlah permasalahan di ekonomi Indonesia, salah satunya ekspor dan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Adapun CAD Indonesia sepanjang tahun lalu mencapai US$ 31,1 miliar arau 2,98% terhadap PDB.
"Kalau yang lainnya sudah bagus, nah CAD-nya saja yang jelek. Ini yang harus diperbaiki bersama," tambahnya.
Bank sentral sebelumnya mencatat, dana asing masuk ke Indonesia sejak awal tahun ini hingga 6 Maret 2019 mencapai Rp 59,9 triliun. Aliran tersebut masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 50,2 triliun dan saham sebesar Rp 10,5 triliun.
Sementara itu aliran modal asing yang masuk di tahun ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Perry bilang, sejak awal tahun lalu hingga 6 Maret 2018 justru terjadi arus asing keluar (outflow) sebesar Rp 9,9 triliun.