"Persoalan tersebut menjadi dasar dan telah diupayakan solusinya oleh pemerintah dan legislatif (DPR). Karenanya, buku ini berfokus pada upaya pemerintah mewujudkan kerja sama swasta memadukan keduanya, tol darat dan laut," jelasnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/4/2019).
Menurutnya, salah satu perwujudan tol laut telah diimplementasikan melalui program Kontainer Masuk Desa. Program ini ditandai dengan pengiriman perdana tiga ton beras yang diangkut kapal Tol Laut KM. Logistik Nusantara II dengan tujuan desa-desa di kecamatan Essang Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara dari Surabaya, Jawa Timur.
Program ini diharapkan mampu menurunkan disparitas harga dan memastikan ketersediaan berbagai bahan pokok dan penting di wilayah desa yang selama ini belum maksimal.
Direktur Usaha Angkutan Kargo dan Tol Laut PT PELNI, Harry Budiarto, mengatakan angkutan tol laut yang selama ini berjalan cukup menggugah. Sebab, mampu mengurangi disparitas harga secara langsung.
"Kami sangat merasakan bahwa manfaatnya begitu besar mengurangi disparitas harga. Sebab, selama ini harga yang diterima masyarakat kepulauan itu adalah harga dari kota-kota besar atau tidak direct, sekarang justru bisa langsung," ucapnya.
Ia pun berharap program tol bisa berjalan tanpa mengurangi anggaran yang disediakan pemerintah. "Untuk kendala-kendala pada akhirnya bisa berjalan dengan sendirinya. Misalnya, selama ini kita yang angkut dan mendistribusikannya juga masih lewat PT PELNI. Sekarang sudah ada regulasi, baik itu dari Kemendag maupun Dinas Perdagangan setempat," paparnya.
Harry pun menjelaskan saat ini kontainer juga sudah diizinkan masuk ke daerah kepulauan sehingga bisa lebih memudahkan.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lukman mengatakan tol laut tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan jalur angkutan darat. Menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah dengan membangun jalur tol bisa dimanfaatkan, tapi belum begitu maksimal.
"Kita berharap ada kluster-kluster yang dilalui di sepanjang jalan termasuk jalan tol. Sehingga muatan kendaraan yang lewat tidak harus kendaraan besar, tapi ada kendaraan pengumpul yang mendistribusikan lewat pergudangan," katanya.
Pemerintah, lanjut Kyatmaja, harus berperan tapi sebagai fasilitator. Penggeraknya pada akhirnya bisa dilakukan lewat sektor swasta.
Akademisi dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS), Saut Gurning, menyambut baik buku mengenai tol laut. Selama ini tol laut sudah banyak menunjukkan peranannya dalam menurunkan disparitas harga, tapi masih perlu dioptimalkan lagi.
"Sedangkan kondisinya sebenarnya tidak selalu kelihatan. Padahal keberadaannya sangat berperan mengurangi disparitas harga secara langsung," ujarnya.
Sebagai informasi buku tersebut menjelaskan kebijakan yang berjalan di sektor maritim dalam empat tahun terakhir, termasuk sektor anggaran serta posisi bargaining pemerintah dengan legislatif. Ansel mengatakan karya tulis ini mengalir dari hulu, yakni menyoroti infrastruktur dasar dan transportasi sebagai public goods untuk public service.
Turut hadir pada bedah buku tersebut antara lain akademisi Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Raja Oloan Saut Gurnin, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia Kyatmaja Lookman, Direktur Usaha PT PELNI Harry Budiarto, serta Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI).
(mul/ega)