Setelah B20, Kini Pemerintah Genjot B30

Setelah B20, Kini Pemerintah Genjot B30

Puti Aini Yasmin - detikFinance
Jumat, 03 Mei 2019 07:33 WIB
1.

Setelah B20, Kini Pemerintah Genjot B30

Setelah B20, Kini Pemerintah Genjot B30
Jakarta - Pemerintah tengah menggenjot penggunaan bahan bakar dengan campuran biodiesel. Hal ini sebagai langkah untuk mengatasi melebarnya defisit neraca perdagangan.

Selain itu juga sebagai upaya meningkatkan harga kelapa sawit. Pasalnya, saat ini industri tengah mengalami diskriminasi akibat kampanye hitam sawit.

Sejak tahun lalu pemerintah telah menjalankan campuran biodiesel sebesar 20% atau B20. Kini, pemerintah menguji coba B30 guna mendorong penggunaan biodiesel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas seperti apa ulasan selengkapnya? Yuk simak di sini!
Uji coba mulai dilakukan bersama Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi). Menurut Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan saat ini pihaknya bersama Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) tengah melakukan pembongkaran mesin mobil.

Pembongkaran mesin dilakukan untuk mengetahui kondisi sebelum dan setelah pelaksanaan B30.

"Ini sumbangan mobil ini partisipasi Gaikindo, mesin dibongkar dan di-overall mulai tangki, bahan bakar, pipa, mesin dibuka, foto untuk before-after. Ini jadikan nol walaupun bekas," kata dia dalam temu media di Kantor Aprobi, Kuningan, Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Adapun, uji coba akan dilakukan segera pada lintasan sepanjang 40 ribu kilometer (km) dengan rute mulai dari Lembang, Bandung hingga Guci, Tegal.

"Uji coba jalan 40 ribu km meliputi dataran rendah, tinggi, lalu lintas padat, hingga jalan tol. Itu di Lembang sampai Guci ya bolak-balik sampai 40 ribu," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Umum Aprobi MP Tumanggor menargetkan program B30 dapat diimplementasikan pada September mendatang. Hal itu dilakukan bila tak ada masalah selama uji coba hingga Agustus.

"Kalau cepat kuartal IV bisa implementasi. Agustus misalnya penelitian jalan dan bilang B30 nggak ada masalah maka bisa tinggal jalan. September paling sudah jalan, kan cuma tinggal tambah volumen saja," tutup dia.

Paulus mengungkapkan penerapam B3P bisa memangkas impor bahan bakar minyak (BBM) hingga 55 juta barel. Angka tersebut setara dengan volume B30 yang akan diujicobakan yakni 9 juta kiloliter (kl).

Artinya, B30 akan menggantikan pemakaian BBM impor sebesar 55 juta barel. Hal ini seperti yang ditanyakan oleh awak media terkait angka penghematan impor BBM.

"Ini kebutuhannya (kebutuhan B30) 9,6 juta hingga 10 juta kl, kita bulatkan ke 9 juta kl. Kalau dibawa ke barel bisa 55 juta barel lho produksi biodiesel Indonesia yang bisa diserap atau setara dengan 70 hari kerja Pertamina," ungkap Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan dalam temu media di kantor Aprobi, Kuningan, Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Paulus melanjutkan, saat ini kapasitas produksi biodiesel dalam negeri hanya sebesar 12 juta ton. Bila B30 dijalankan maka produksi dalam negeri hanya akan tersisa sedikit.

Untuk mengatasi tersebut, sebanyak tiga perusahaan produsen biodiesel mengaku akan menambah kapasitas produksi masing-masing sebesar 300 ribu kl. Sehingga total tambahan sebanyak 900 ribu kl.

"Nah, kapasitas kita kan 12 juta kl, tinggal sedikit sekali. Antisipasi dari teman-teman ada beberapa perusahaan yang ingin tambag kapasitas ada perusahaan baru yang terjun di biodiesel. Satu perusahaan baru dan dua ekspansi masing-masing 900 ribu kl," tutup dia.

Aprobi menargetkan ekspor biodiesel sebesar 1,2 juta kiloliter (kl) di tahun ini. Angka ini lebih rendah dari realisasi ekspor tahun lalu sebesar 1,7 juta kl.

Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan pada dasarnya juga menargetkan ekspor sebesar 2 juta kl. Hanya saja, ada kendala yang tengah terjadi di industri kelapa sawit, khususnya ekspor sehingga target bisa menurun.

"Titik pesimis 1,2 hingga 1,3 juta kl. Tapi ada juga titik optimis masih bisa 2 juta kl (ekspor)," kata dia dalam temu media di kantor Aprobi di Kuningan, Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Lebih lanjut, ia memaparkan kendala-kendala yang dimaksud adalah tuduhan Uni Eropa bahwa industri kelapa sawit Indonesia diberiikan subsidi oleh pemerintah. Bila tuduhan tersebut dibenarkan maka Indonesia bisa kehilangan pasar.

Sebab, bila tuduhan dibenarkan akan ada pengenaan sanksi berupa bea masuk yang tinggi mencapai 22%. Alhasil, pengusaha akan memilih tak mengekspor sehingga nilai ekspor bisa berkurang.

"Nanti kita lihat Eropa gimana nih. Kalau mereka tiba-tiba jatuh sanksi subsidi dengan bea masuk yang besar tentu akan drop. Karena ekspor kan besar " jelas dia.

Sementara itu, untuk mengatasi masalah tersebut beberapa produsen dan pemerintah telah melakukan verifikasi dengan mengisi questionnaire atau pengumpulan data yang disediakan oleh Eropa. Hanya saja, hasilnya hingga saat ini belum keluar.

"Kami dan pemerintah Indonesia menunggu kesimpulan dari verifikasi tersebut," tutup dia.

Hide Ads