"Pemerintah pusat itu bekerja di atas kota yang sedang sakit, atau kota yang sedang punya masalah besar," kata Pengamat tata kota Yayat Supriatna saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (2/4/2019).
Yang menarik adalah biaya yang dibutuhkan untuk 'menyembuhkan' Jakarta lebih mahal ketimbang pemindahan ibu kota. Pemprov DKI Jakarta belum lama ini telah mengusulkan anggaran investasi sebesar Rp 571 triliun untuk membenahi sejumlah masalah di ibu kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggaran yang diajukan itu meliputi sistem transportasi massal di Jakarta yang ujung-ujungnya untuk mengatasi kemacetan akibat kendaraan pribadi yang menumpuk di jalan.
Uang sebesar itu juga diperuntukkan bagi peningkatan cakupan air bersih hingga 100% penduduk DKI, serta peningkatan cakupan air limbah hingga 81% penduduk DKI. Tak lupa, biaya tersebut juga diperlukan untuk pengendalian banjir dan penambahan pasokan air.
Sementara itu, berdasarkan kajian Bappenas, pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa memerlukan biaya dengan dua alternatif. Keduanya di bawah Rp 517 triliun.
Estimasi besarnya pembiayaan pemindahan ibu kota, pada skenario satu diperkirakan akan membutuhkan Rp 466 triliun atau US$ 33 miliar, skenario dua dengan kota lebih kecil yaitu Rp 323 triliun atau US$ 23 miliar.
Besarnya investasi pemindahan ibu kota Indonesia bisa dipenuhi dengan berbagai skema pembiayaan, yaitu APBN, kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU), BUMN, dan swasta murni. Sumber pembiayaan juga bisa berasal dari empat skema sekaligus.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah mengatakan ketika ibu kota dipindahkan, masalah di Jakarta harus tetap diselesaikan.
"Bahwa pemerintahan berada di Jakarta atau luar Jakarta, masalah-masalah yang ada di Jakarta harus tetap diselesaikan," kata Anies di Komplek Istana, Jakarta, Senin (29/4/2019).
Tonton juga video Seberapa Urgensinya Ibu Kota Dipindah?:
(zlf/zlf)