Jakarta -
Tunjangan Hari Raya (THR) tidak hanya diterima Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta juga mendapat 'bonus' tiap jelang hari raya ini. Ketentuan pegawai swasta untuk mendapatkan THR diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Payung hukum itu masih berlaku untuk tahun ini. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang saat dikonfirmasi.
"Masih (berlaku)," katanya kepada
detikFinance, Selasa (7/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peraturan itu memuat sejumlah aspek, dari waktu pembayaran, besaran THR, hingga sanksi bagi pengusaha yang tak membayar THR. Berikut berita selengkapnya dirangkum
detikFinance:
Mengutip aturan tersebut, pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1 dijelaskan, THR Keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.
Berlanjut ke Pasal 2 ayat 1, pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih. Kemudian, di ayat 2 disebutkan, THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
Terkait waktu pembayaran THR dimuat pada Pasal 5. Pasal 5 ayat 1 menjelaskan, THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 diberikan satu kali dalam satu tahun sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing pekerja/buruh.
Di Pasal 5 ayat 2, dalam hal hari raya keagamaan yang sama terjadi lebih dari satu kali dalam satu tahun, THR Keagamaan diberikan sesuai dengan pelaksanaan Hari Raya Keagamaan.
"THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing pekerja/buruh, kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan pengusaha dan pekerja/buruh yang dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama," bunyi Pasal 5 ayat 3.
Pasal 5 ayat 4 menekankan, THR paling lambat dibayarkan seminggu sebelum hari raya.
"THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dibayarkan oleh pengusaha paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan," bunyi Pasal 5 ayat 4.
Besaran THR diatur dalam Pasal 3 ayat 1. Dalam poin (a) disebutkan, pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah.
Kemudian, untuk pekerja yang belum memiliki masa kerja setahun tapi sudah satu bulan lebih dihitung secara proporsional.
"Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: masa kerja : 12 x 1 (satu) bulan upah," bunyi Pasal 3 ayat 1 poin b.
Berlanjut ke Pasal 3 ayat 2 dijelaskan, upah satu bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 terdiri atas komponen upah yakni, (a) upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages), atau (b) upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Selanjutnya, pada Pasal 3 ayat 3 memuat ketentuan perhitungan upah per bulan pekerja/buruh harian lepas, di mana (a) pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan, dan (b) pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
"Apabila penetapan besaran THR Keagamaan berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja/buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan," bunyi Pasal 4.
Pengusaha diwajibkan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pegawai atau buruh paling lambat 7 hari sebelum Hari Raya Keagamaan sesuai Pasal 5 ayat 4. Jika tidak, maka akan mendapat sanksi.
Sanksi ini dimuat dalam Bab IV mengenai denda dan sanksi administratif. Pasal 10 ayat 1 pada bab ini menjelaskan, pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 5 ayat 4 dikenai denda 5% dari total THR Keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar.
"Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh," bunyi Pasal 10 ayat 2.
Dalam Pasal 10 ayat 3 dijelaskan, denda yang dimaksud pada ayat 1 dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan pekerja/buruh yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
"Pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenai sanksi administratif," jelas Pasal 11 ayat 1.
"Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan," lanjut Pasal 11 ayat 2.
Halaman Selanjutnya
Halaman